Data buku kumpulan puisi
Judul : Mailbox
Penulis : Matdon
Cetakan : II, April 2007 (Cet. I,
Januari 2006)
Penerbit : Kiblat Buku Utama,
bekerjasama dengan Mataair, Bandung.
Tebal : 64
halaman (49 puisi)
Nomor : 004.01.2006
Perancang kulit muka : Matadesain
Gambar kulit muka : “Tolstoy in Flight” karya Bunnye Meise
(1996)
Beberapa pilihan puisi Matdon dalam Mailbox
Mailbox
setelah
bismillah
maut
mengintai dan aku pergi ke negeri-Mu
lewat
saluran 44234
namun
selalu mailbox
“anda terhubung dengan mailbox, maaf! Tuhan yang
anda
hubungi sedang tidak aktif, atau berada di luar
area, cobalah
beberapa saat lagi”
benarkah
demikian Tuhan?
apakah
sinyal doaku tak sempurna
atau tahajudku
terlalu ringan dan wudluku terlalu kering
sementara
ruku sujudku terlalu ragu?
Bandung, 1 April 2003
Hidup
Hidup
adalah anjing!
Menatap
tulang tanpa daging
Kosong
Dan
kita melahapnya
Bandung,
14 Oktober 2003
Pangandaran 2
Lenguhan
ombak mematahkan angin
Taman laut
dingin;
Ikan yang
berdesis
Pasir yang
merangkak
Sunrise yang malu-malu
Antarkan
aku
Ke
subuh-Mu
Pangandaran, 1 Juni
2003
Purnama di Sindang
Barang
Caang bulan opat belas di atas pantai Sindang
Barang
Mengajakku
tenggelam, di laut hatimu
Sindang Barang, 18 Mei
2003
Kupu-kupu Malam
nasibmu
memar
takdirmu
terpendar
Bandung, 8 Juli 2004
Di
Hutan
Mengintip
pagi sisa mimpi
Sembunyi
di balik pohon mahoni tua
Menyaksikan
kebenaran yang sunyi
Pembenaran
yang berbunyi
Kebenaran
jadi nisan
Pembenaran
jadi lisan
Aku
lelah menampar angin
Yang
selalu menangkar hati
Capek
berbisik pada dedaunan
Yang
digilas tirani
Di
ujung hutan ini
Aku
hanya bisa duduk
Kaki
Gunung Pangrango, 16 Agustus 2004
Gerimis
di Matamu
Tapi
kemudian
Kau
menyapaku juga
Setelah
cinta dikulum malam
Saat
maut cemburu
Tersaruk
daun yang mengangin; jiwaku lembab
Air
kopi yang kausuguhkan tinggal dedak
Bulan
separuh bertanya,
Kenapa
cintamu gosong
Dekaplah
ia dan bawa ke atas ranjang
Temukan
makrifat dalam cumbu rayu
Jangan
sia-siakan gairah ilahiah
Di
sekujur tubuhnya
Tapi
kemudian
Aku
menimba gerimis luka di matamu
Bandung,
April 2003
Ajari Aku Rindu
Kini tak
seorang pun mengerti kegelisahanku
Bahkan
berkali-kali aku membuka kamus cinta
Tapi
isinya hanya kata-kata yang nempel di gigi
Dan tak
faham arti rindu
Januari 2004
Kertas Itu, 50 Meter
Panjangnya
-- heri dym
risalah
telah kauwarnai dengan luka
lalu kau
basuh dengan air wudlu
tapi
apakah
lembaran sepimu itu
jadi
sajadah
Studio Pohaci, 19 Mei
2005
Nak 2
pada
tangismu
aku
melihat Allah tersenyum
pada aoh-mu untuk kalimah Allah
yang
kauucapkan dengan jujur
aku
mendekap syurga
pada
tawamu aku melihat sholawat
ngalir
deras
ke ulu
hati
Bandung, Maret 2000
Percakapan Malam 1
Aya mayit diibakan
Teras mayit dikuburkeun
Eta mayit gugah deui
Haying ngaraosan vodka
Eta mayit lapar pisan
Teras tuang sareng jengkol
Eta mayit janten wareg
Uih deui ka kuburan
Demikian
kausebut lukamu sebagai mayit
Ketika
khusuk sholatmu ditampar senyum Monalisa
Dan kauakrab
dengan khamar
Bandung, Juni 2003
Monopolitik
Inilah
partaiku
Belilah
sekarang juga
Pikiran
pendek jadi dewan
Pikiran
panjang menindas rakyat
Inilah
partaiku
Belilah
Belilah
Lembang, 9 Oktober
2003
Selamat Ulang Tahun
Petiklah
mawar dalam dadamu
Adakah
masa lalu yang hitam
Bandung, Mei 2003
Indonesia
Tumpah Darahku
t
a
n
a
h
a
i
r
k
u
darah mengalir
t
a
n
a
h
a
i
r
k
u
di mana?
Desember 2002
Aku Mendengar
Aku
mendengar ada negeri subur makmur gemah ripah
lohjinawi
Indonesia namanya
Yang para
pemimpinnya bijaksana
Selalu
mengabulkan permintaan koruptor untuk mendirikan
lembaga korupsi
Agar
mereka bebas korupsi
Aku
mendengar ada negeri adil makmur paramarta
Indonesia
namanya
Yang para
pejabatnya santun memberangus hak-hak rakyat
jelata lewat
undang-undang
Agar
rakyat patuh dan taat
Seperti
hamba pada tuannya
Aku
mendengar ada negeri sumpah palapa
Indonesia
namanya
Yang
anggota dewannya lembut, baik budi tidak sombong
Selalu
membungkam mulut demonstran dengan janji-janji
dan tidur
di atas tumpukan arsip-arsip Perda
Dalam
rangka membohongi rakyat
Aku
mendengar ada negeri kandang partai politik
Indonesia
namanya
Yang
menyayangi demokrasi
Dalam
rangka melawan demokrasi
Aku
mendengar ada negeri bertaburan pengamat
Indonesia
namanya
Selalu
ramah tamah mengadu domba kawan sendiri
Agar domba
disalahkan
Aku
mendengar ada negeri berserakan para pemimpin
Indonesia
namanya
Yang penuh
santun menjual ulama pada preman-preman
birokrat
Agar ulama
jadi preman
Aku
mendengar ada negeri penuh harga diri
Indonesia
namanya
Yang rela
melacurkan diri dalam lipatan kertas peraturan
partai politik
Demi
rakyat kata mereka
Aku
mendengar ada negeri konglomerat
Indonesia
namanya
Yang
cerdas meningkatkan kualitas utang-piutang lewat
proyek-proyek
syurga
Agar
rakyat mudah dikelabui
Aku
mendengar ada negeri penuh pendekar
Indonesia
namanya
Ada si
Buta dari Gua Hantu dan Saras 008
Yang
menghormati perdamaian
Tapi
sayang, hanya ada dalam sinetron
Aku
mendengar ada negeri berbudaya tinggi
Indonesia
namanya
Yang
menulis luka di selangkangan tubuh hukum
Membiarkan
presiden durhaka kebal hukum
Duduk di
singgasana kedamaian
Aku
mendengar ada negeri cendekia
Indonesia
namanya
Yang penuh
wibawa meyakinkan pemuka agama demi
suksesnya adu
domba
Aku
mendengar ada negeri surga katulistiwa
Indonesia
namanya
Tapi amis
darah pertikaian
Menjadi
kuburan yang dikeramatkan
Aku
mendengar ada negeri Indonesia
Korupsi
namanya
Aku
mendengar ada negeri Indonesia
Inilah
kenyataannya
Bandung, Juli 2003
Potret Hitam Negeriku
Bingkainya
telah lenyap
Desember 2002
Kangen 2
bahkan
anginpun
kusangka
dirimu
Bandung, Agustus 2003
Tentang Matdon
Matdon
lahir di Bandung. Dikatakan ia “terjerumus” di dunia wartawan, bahkan hingga
saat ini. Beragam media massa pernah ia sambangi, antara lain HU Gala, Suara
Karya, Info Kota, tabloid Monitor, LKBN Antara, radio Mora. Terakhir ia menjadi
reporter di radio Cosmo 101,9 FM
Bandung. Kumpulan puisinya: Persetubuhan
Batin (2002, bersama Deddy Koral), Garis
Langit (2003). Sepanjang 2003-2005 sring melakukan performance arti di
ruang-ruang publik untuk merespon situasi politik yang ada.
Catatan
Lain
Di
halaman sampul belakang, selain ada biodata penyair + foto hitam putih seukuran
3 x 4, juga ada 3 komentar, yaitu dari Acep Iwan Saidi, Tisna Sanjaya dan Acep
Zamzam Noor. Kata Acep Iwan Saidi: Sajak-sajak Matdon terasa ringan, jenaka,
liar (meski agak malu-malu), tetapi sekaligus memberi efek kejut lain. Membaca
sajak-sajaknya, pembaca tidak dibebani persoalan-persoalan njlimet, padahal soal yang diangkat sesungguhnya serius dan njlimet.
Sebenarnya, ada dua pertanyaan saya terkait penyair ini.
Apakah Matdon merupakan nama KTP atau nama pena? Dan apa sebabnya, ada
segelintir penyair yang kadang tidak ingin diketahui tanggal lahirnya? Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar