Minggu, 06 Desember 2015

Matdon: MAILBOX




Data buku kumpulan puisi

Judul : Mailbox
Penulis : Matdon
Cetakan : II, April 2007 (Cet. I, Januari 2006)
Penerbit : Kiblat Buku Utama, bekerjasama dengan Mataair, Bandung.
Tebal : 64 halaman (49 puisi)
Nomor : 004.01.2006
Perancang kulit muka : Matadesain
Gambar kulit muka : “Tolstoy in Flight” karya Bunnye Meise (1996)
Sumber gambar : www.linguadex.com

Beberapa pilihan puisi Matdon dalam Mailbox

Mailbox

setelah bismillah
maut mengintai dan aku pergi ke negeri-Mu
lewat saluran 44234
namun selalu mailbox

“anda terhubung dengan mailbox, maaf! Tuhan yang anda
hubungi sedang tidak aktif, atau berada di luar area, cobalah
beberapa saat lagi”

benarkah demikian Tuhan?
apakah sinyal doaku tak sempurna
atau tahajudku terlalu ringan dan wudluku terlalu kering
sementara ruku sujudku terlalu ragu?

Bandung, 1 April 2003


Hidup

Hidup adalah anjing!
Menatap tulang tanpa daging
Kosong
Dan kita melahapnya

Bandung, 14 Oktober 2003



Pangandaran 2

Lenguhan ombak mematahkan angin
Taman laut dingin;
Ikan yang berdesis
Pasir yang merangkak
Sunrise yang malu-malu
Antarkan aku
Ke subuh-Mu

Pangandaran, 1 Juni 2003


Purnama di Sindang Barang

Caang bulan opat belas di atas pantai Sindang Barang
Mengajakku tenggelam, di laut hatimu

Sindang Barang, 18 Mei 2003


Kupu-kupu Malam

nasibmu
memar
takdirmu
terpendar

Bandung, 8 Juli 2004


Di Hutan

Mengintip pagi sisa mimpi
Sembunyi di balik pohon mahoni tua
Menyaksikan kebenaran yang sunyi
Pembenaran yang berbunyi
Kebenaran jadi nisan
Pembenaran jadi lisan
Aku lelah menampar angin
Yang selalu menangkar hati
Capek berbisik pada dedaunan
Yang digilas tirani

Di ujung hutan ini
Aku hanya bisa duduk

Kaki Gunung Pangrango, 16 Agustus 2004


Gerimis di Matamu

Tapi kemudian
Kau menyapaku juga
Setelah cinta dikulum malam
Saat maut cemburu
Tersaruk daun yang mengangin; jiwaku lembab
Air kopi yang kausuguhkan tinggal dedak
Bulan separuh bertanya,
Kenapa cintamu gosong
Dekaplah ia dan bawa ke atas ranjang
Temukan makrifat dalam cumbu rayu
Jangan sia-siakan gairah ilahiah
Di sekujur tubuhnya

Tapi kemudian
Aku menimba gerimis luka di matamu

Bandung, April 2003


Ajari Aku Rindu

Kini tak seorang pun mengerti kegelisahanku
Bahkan berkali-kali aku membuka kamus cinta
Tapi isinya hanya kata-kata yang nempel di gigi
Dan tak faham arti rindu

Januari 2004


Kertas Itu, 50 Meter Panjangnya
--  heri dym

risalah telah kauwarnai dengan luka
lalu kau basuh dengan air wudlu
tapi
apakah lembaran sepimu itu
jadi sajadah

Studio Pohaci, 19 Mei 2005
           

Nak 2

pada tangismu
aku melihat Allah tersenyum

pada aoh-mu untuk kalimah Allah
yang kauucapkan dengan jujur
aku mendekap syurga

pada tawamu aku melihat sholawat
ngalir deras
ke ulu hati

Bandung, Maret 2000   


Percakapan Malam 1

Aya mayit diibakan
Teras mayit dikuburkeun
Eta mayit gugah deui
Haying ngaraosan vodka

Eta mayit lapar pisan
Teras tuang sareng jengkol
Eta mayit janten wareg
Uih deui ka kuburan

Demikian kausebut lukamu sebagai mayit
Ketika khusuk sholatmu ditampar senyum Monalisa
Dan kauakrab dengan khamar

Bandung, Juni 2003


Monopolitik

Inilah partaiku
Belilah sekarang juga
Pikiran pendek jadi dewan
Pikiran panjang menindas rakyat

Inilah partaiku
Belilah
Belilah

Lembang, 9 Oktober 2003

           
Selamat Ulang Tahun

Petiklah mawar dalam dadamu
Adakah masa lalu yang hitam

Bandung, Mei 2003                        


Indonesia Tumpah Darahku

t
a
n
a
h
a
i
r
k
u
darah mengalir
t
a
n
a
h
a
i
r
k
u
di mana?

Desember 2002


Aku Mendengar

Aku mendengar ada negeri subur makmur gemah ripah
lohjinawi
Indonesia namanya
Yang para pemimpinnya bijaksana
Selalu mengabulkan permintaan koruptor untuk mendirikan
lembaga korupsi
Agar mereka bebas korupsi

Aku mendengar ada negeri adil makmur paramarta
Indonesia namanya
Yang para pejabatnya santun memberangus hak-hak rakyat
jelata lewat undang-undang
Agar rakyat patuh dan taat
Seperti hamba pada tuannya

Aku mendengar ada negeri sumpah palapa
Indonesia namanya
Yang anggota dewannya lembut, baik budi tidak sombong
Selalu membungkam mulut demonstran dengan janji-janji
dan tidur di atas tumpukan arsip-arsip Perda
Dalam rangka membohongi rakyat

Aku mendengar ada negeri kandang partai politik
Indonesia namanya
Yang menyayangi demokrasi
Dalam rangka melawan demokrasi

Aku mendengar ada negeri bertaburan pengamat
Indonesia namanya
Selalu ramah tamah mengadu domba kawan sendiri
Agar domba disalahkan

Aku mendengar ada negeri berserakan para pemimpin
Indonesia namanya
Yang penuh santun menjual ulama pada preman-preman
birokrat
Agar ulama jadi preman

Aku mendengar ada negeri penuh harga diri
Indonesia namanya
Yang rela melacurkan diri dalam lipatan kertas peraturan
partai politik
Demi rakyat kata mereka

Aku mendengar ada negeri konglomerat
Indonesia namanya
Yang cerdas meningkatkan kualitas utang-piutang lewat
proyek-proyek syurga
Agar rakyat mudah dikelabui

Aku mendengar ada negeri penuh pendekar
Indonesia namanya
Ada si Buta dari Gua Hantu dan Saras 008
Yang menghormati perdamaian
Tapi sayang, hanya ada dalam sinetron

Aku mendengar ada negeri berbudaya tinggi
Indonesia namanya
Yang menulis luka di selangkangan tubuh hukum
Membiarkan presiden durhaka kebal hukum
Duduk di singgasana kedamaian

Aku mendengar ada negeri cendekia
Indonesia namanya
Yang penuh wibawa meyakinkan pemuka agama demi
suksesnya adu domba

Aku mendengar ada negeri surga katulistiwa
Indonesia namanya
Tapi amis darah pertikaian
Menjadi kuburan yang dikeramatkan

Aku mendengar ada negeri Indonesia
Korupsi namanya
Aku mendengar ada negeri Indonesia
Inilah kenyataannya

Bandung, Juli 2003


Potret Hitam Negeriku

Bingkainya telah lenyap

Desember 2002


Kangen 2

bahkan anginpun
kusangka dirimu

Bandung, Agustus 2003


Tentang Matdon
Matdon lahir di Bandung. Dikatakan ia “terjerumus” di dunia wartawan, bahkan hingga saat ini. Beragam media massa pernah ia sambangi, antara lain HU Gala, Suara Karya, Info Kota, tabloid Monitor, LKBN Antara, radio Mora. Terakhir ia menjadi reporter  di radio Cosmo 101,9 FM Bandung. Kumpulan puisinya: Persetubuhan Batin (2002, bersama Deddy Koral), Garis Langit (2003). Sepanjang 2003-2005 sring melakukan performance arti di ruang-ruang publik untuk merespon situasi politik yang ada.


Catatan Lain
Di halaman sampul belakang, selain ada biodata penyair + foto hitam putih seukuran 3 x 4, juga ada 3 komentar, yaitu dari Acep Iwan Saidi, Tisna Sanjaya dan Acep Zamzam Noor. Kata Acep Iwan Saidi: Sajak-sajak Matdon terasa ringan, jenaka, liar (meski agak malu-malu), tetapi sekaligus memberi efek kejut lain. Membaca sajak-sajaknya, pembaca tidak dibebani persoalan-persoalan njlimet, padahal soal yang diangkat sesungguhnya serius dan njlimet.
            Sebenarnya, ada dua pertanyaan saya terkait penyair ini. Apakah Matdon merupakan nama KTP atau nama pena? Dan apa sebabnya, ada segelintir penyair yang kadang tidak ingin diketahui tanggal lahirnya? Hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar