Judul
: Gembok Sang Kala
Penulis
: Dedet Setiadi
Cetakan
: I, Juli 2012
Penerbit
: Forum Sastra Surakarta
Tebal
: viii + 100 halaman (87 puisi)
ISBN
: 978-979-185-385-9
Editor
: Sosiawan Leak
Desain
isi dan sampul : Ronny Azza dan Sosiawan
Leak
Beberapa
pilihan puisi Dedet Setiadi dalam Gembok Sang Kala
Gembok
Gerbang
langit terkunci
tak
bisa dibaca
sebelum
gembok berhasil dibuka
mengetuk-ngetuk
tabir bahasa
sajak
hilang rasa!
Di
ujung pintu
aku
dengar langkahmu cethat-cethit
mengayunkan
jarum arloji
ke
arah langit yang masih terkunci
malam
larut
kau
pun datang ternyata
tak
sekedar sebagai kilatan cahaya
tapi
menjelma kunci
yang
melepas gembok dalam jiwa
merogoh
sukma
di
awal fajar
langit
membuka- melebarkan bayang semesta
tapi
kau menolak sirna
bahkan
berkata
akulah
kunci yang akan selalu ada
ketika
hendak kau buka gembok semesta jiwa
Magelang, 2012
Potret Diri
Inilah
aku
Lahir
dari kawah masa lalu di daratan miring
Sebelum
tumbuh biji-biji salak pondoh
Matahari
tak selamanya sengat
Untuk
kemarau awal musim tanam tembakau
Aku
lebih suka langit yang terbakar
Lebih
suka minta hujan bersama para hewan
Ketimbang
menjadi tadah hujan buatan
Aku
suka sawah. Benci hama tikus, wereng, dan barisan kera
Tapi
tak sanggup menolak apalagi mengutuknya
Sebab
aku dan para tetangga selalu belajar sbagai hamba
Selamatan
adalah bahasa hari. Mengepungaminkan tumpeng
Adalah
caraku menampik bencana
Adalah
puisiku memuja semesta
Aku
tak mengidap sakit ketinggian
Pagi
sore manjat pohon kelapa, ngobong kayu menyulap nira
Menjadi
gula jawa
Merebus
hidup bersama modin dan sesepuh desa
Bajak
lembu adalah alat tulisku. Mengaduk rumus humus dan anti pestisida
Mencampur
air kencing kambing dengan daunnan kering
Tanagpun
jadi subur tak ada hingga
Inilah
aku
Suka
piara kerbau tapi tak berarti sealur pikir dengan otak kerbau
Magelang, 2012
Menempuh Jalan Muara
Gerimis
itu berangsur-angsur merobohkan pohon sunyi
dari
pinggir tebing maha tidurku
yang
menjulang tinggi
dan
dari ranting-ranting yang berserak
kubangun
sampan
hingga
menjelma lengkung kepasrahan
yang
menampung gundah
lalu
hanyut mengikuti debur ombak
menuju
muara
pada
subuh berembun
kubasuh
lusuh jiwa
sebelum
fajar menerbitkan Matahari lain
di
Muara yang lebih lain
Magelang, 2012
Sajak Sebelum
Berangkat
Aku
sudah harus berangkat
memasang
kerekan timba di bibir sumur tua
menuang
doa di talang-talang jiwa
agar
mengendap di gentong kesabaran senja
sebelum
kuciduk
dan
kumatangkan di atas luweng
aku
tak biasa menadahi segala yang mancur dari kran besi tua
acap
bau tawas dan karat
aku
lebih percaya pada pohon pisang
dan
rumpun bambu
untuk
menenggak air kehidupanNya
paling
tidak hanya mencecap rasa sepat tanah!
Aku
tidak suka panci
untuk
merebus hidup, lebih enak di kuali
tanah
lempung
yang
dikeduk dari jugangan tanah kampung
sebab
kelak akupun akan diusung
: Juga
kembali pada lempung
Magelang, 2012
Tugu
Tegak
di pusat jiwa
Menampung
laju angin dari empat penjuru
Dari
utara
Terusung
lubang yang menganga
Dari
Selatan
Terbentang
jalan lurus kehidupan
Dari
Timur
Matahari
yang mengusung umur
Dari
Barat
Terbayang
daratan kiblat
Berkumpul
jadi satu menjelma tugu
Menudung-nuding
langit biru-ke arah lubang waktu
Sebuah
misteri yang terang benderang itu
Magelang, 2012
Alun-Alun
Pada
tanah lapang yang menghampar di hatimu
Tumbuh
sepasang pohon
Yang
senantiasa rimbun berdaun waktu
Meski
matahari dan dingin malam bergilir memelintir
Hari-hari
bergulir di tanah kehidupan
Menyurung
peradaban-nilai-nilai yang bertabrakan
Tak
juga jadi layu
Walau
daun jatuh berjatuhan satu per satu
Tapi
segalanya kembali tumbuh dan berkembang
Indah
dalam iringan gamelan
Kirab
pegunungan!
Yogyakarta,
2012
Gerbang
Gerbang
sudah terbuka
Kesadaran
begitu utuh memasuki halaman
Mengenali
segala yang kemarin serba rahasia
Lihatlah
Tubuh
para pohon gemetar
Menangkup
embun
Lewat
daun-daun yang melampirkan gaduh jagad raya
Di
taman ini
Musim
gugur rajin mengusung tegur
Bahasa
pelepah
Yang
menjuntai ke tanah
Sudahkah
kita memasukinya juga?
Sederet
angin tiba-tiba menyusun kalimat tanya
Sebagai
gema yang tak ada habisnya
Magelang, 2012
Sajak Calon
Pengantin
Suatu
ketika, kau akan meminangku, pulang sebagai cinta
Utuh
berumah tanah
Sebagai
wujud tanda jadi kau mengirim waktu
Semesta
tempatku mematangkan tunggu
Aku
pun tak bakal menolak ciuman gaibmu
Yang
tanpa menunjuk tempat
Dan
waktu-di mana dan kapan- semua di luar jangkau tanyaku!
Aku
adalah tubuh hidup yang berjodoh dengan maut
Yang
tersirat pada gurat-gurat garis tangan
Sejak
meninggalkan rahim ibu – wadah catatan jagad ruhku dulu
Itulah
kata cinta, pasangan yang terjaga, pada satu ketika
pelaminan
agung tempat hdup dan maut bersanding nama
seusai
musim gugur jasadku
Magelang 2012
Sajak Para
Pendaki
Kita
adalah para pendaki
Menaklukan
gunung yang menjelma dalam diri
Bertangga-tangga
Memaknai
puncak kesadaran antara “ada” dan”tiada”
Tak
harus mengibar angkuh
Walau
sudah tergapai ketinggian yang seluruh
Menjaga
silsilah lembah
Adalah
tugas bagi jiwa untuk tetap tengadah
Sebagai
pendaki
Matahari
yang terbit dari belahan ufuk hati
Adalah
landscap abadi
Yang
tersimpan pada lensa teropong yang maha sunyi
Magelang, 2012
Tentang Dedet
Setiadi
Dedet
Setiadi lahir di Magelang, 12 Juli 1963. Mulai aktif menulis tahun 1982, berupa
puisi, cerpen dan juga esai. Tulisan-tulisannya, pada tahun1980-2000 banyak di
publikasikan di berbagai media massa seperti: Suara Pembaruan, Suara Karya,
Pikiran Rakyat, Berita Buana, Bali Post, Mutiara, Bernas, kedaulatan Rakyat dan
lain sebagainya. Tahun 1987 diundang dalam temu penyair Indonesia ’87 di TIM
Jakarta Tahun 1990, satu puisinya terpilih sebagai salah satu puisi terbaik versi
Sanggar Minum Kopi, Bali.
Antologi
yang memuat karya-karyanya antara lain, Puisi Indonesia 87 (DKJ), Konstruksi
Roh ( UNS 1984, Solo), Vibrasi Tiga Penyair ( Tiwikrama, 1996 ), Jentera
Terkasa ( Forum Sastera Surakarta-TBJT,1998), Rekontruksi Jejak (TBJT,2011 ),
Equqtor ( Yayasan Cempaka Kencana Yogyakarta, 2011), Requim bagi Rocker ( Taman
Budaya Jawa Tengah –Forum sastera Surakarta, 2012 ), Antologi Penyair Indonesia
dari Negeri Poci 4 Negeri Abal-Abal, Februari 2013, Antologi 127 Penyair : dari Sragen memandang
Indonesia, 2013, dan lain sebagainya,
HP:
081328605589 Email: dedet setiadi63@yahoo.co.id
Catatan Lain
Ada
yang unik, pertama kali melihat sampul
buku ini, dominasi warna biru dan putih melambangkan warna langit dan gambar
gembok yang berkarat, Imajinasi langsung berkembang membayangkan membuka buku kumpulan puisi ini seperti
membuka peti harta karun yang sangat
berharga dan terpendam begitu lama,
Diawali dengan puisi Potret Diri, penyair ingin menyampaikan kesahajaan dalam
dirinya. Diksi-diksi yang diambil tidak jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.
Diksi menjadi semakin hidup tentang
suasana pedesaan yang masih menjunjung tinggi nilai nilai kekeluargaan.. kultur budaya masyarakat modern yang makin jarang kita
jumpai. Nilai nilai kearifan lokalpun
menjadi kekuatan sendiri untuk tetap memegang teguh nilai-nilai tradisi
selamatan sebagai penolak bencana lengkap dengan umbul-umbul tumpeng. Bersama modin
dan sesepuh merebus hidup.
Buku
kumpulan puisi ini di akhiri dengan Sajak Para Pendaki, sarat pesan untuk tetap
berpijak pada nilai-nilai yang membumi. Mungkin
ini yang dimaksud harta karun dalam buku Gembok Sang Kala karya penyair Dedet
Setiadi. Puisi-puisi dalam kumpulan puisi ditulis tahun 2011-2012.
(kontribusi:
Fevi
Machuriyati)
Maturnuwun mas Nahdiansyah, ternyata referensi saya di terima dengan baik. Saya selalu setia di blogger ini, Blogger ini sekaligus rumah belajarku. Menghirup udara puisi. Diantara deru puisi yang bertebaran. salam sastra dan pershabatan..
BalasHapusSip. Jangan kapok :D
Hapus