Data buku kumpulan puisi
Judul : Sajak-sajak Diam
Penulis : B. Y. Tand
Cetakan : I, 1983
Penerbit : PN Balai Pustaka, Jakarta
Tebal : 60 halaman (52 judul puisi)
BP No:
3277
Beberapa pilihan puisi
B. Y. Tand dalam Sajak-sajak Diam
Doa
Seorang Manusia
Tuhanku
Jadikan aku
batu-batu tembok kota Jakarta
biar
kusimpan semua rahasia penghuninya
dalam
diamku yang setia
Karena
diamku sebagai manusia
tak dapat
kupercaya
Jakarta,
1980
Daun-daun
Menatap
Daun-daun
menatap setelah hujan reda
ke mana
perginya deru angin yang menyebarkan
uap jerami
dari ladang-ladang terbuka
sementara
laut hijau di celah jari-jari hari
tiba-tiba
bangkit memacakkan tiang-tiang
di beranda
rumah tinggal
Barangkali
dia kembali kepada ombak
ibu kandung
yang menyusuinya
sampai
dewasa
kemudian
menjadi badai
yang bakal
menyinggahkan bayang-bayang panjang
di setiap
pantai.
1980
Rindu-rindu
Ombak
menggoreskan rindu di batu-batu
Angin
menggoreskan rindu di bukit-bukit
di
batu-batu
di
bukit-bukit
kita
hempaskan rindu kita, kita hempaskan
berderai
batu-batu, berderailah
berderai
bukit-bukit, berderailah
Berderailah
rindu-rinduku
tumpah di
telapak kakimu.
1980
Waktu
Dalam deras
sungaimu
aku dan
waktu berpacu
mendaki bukit
sunyi
yang kaujanjikan
Hiruk pikuk
suara
menggapai langit
putihmu
terlempar ke
kolam-kolam
Lihat!
Ikan-ikan
berenang menimba waktu
mencari matahari
di teluk-teluk pualam
Tetapi
tiba-tiba malam menjalanya
dengan kain
sutera
yang kausimpan
di surga
Aku dan
waktu berjanji
akan berhenti
pada stasiun terakhir
kereta senja
yang kausediakan
Tak ada
percakapan
kecuali sepi
sekali-sekali
mengetuk pintu
menjengukku
Aku tahu
sebentar lagi
roda kereta
berputar makin perlahan
sementara waktu
di sisiku tersipu
memandangku.
1982
Mengapa
Tiba-tiba Kau Menjadi Asing
Mengapa
tiba-tiba kau menjadi asing
ketika
angin beku dan teka-teki itu
tak juga
terjawab.
Sebelum
sisa senja itu tenggelam
katakanlah
sesuatu. Dengan tersipu
batu-batu
itu kaudengar mengaduh
getarnya
terasa mendenyut
dalam
mimpimu.
1980
Tiba-tiba
Kita Temukan Diri Kita
Tiba-tiba
kita
temukan diri kita
lengkap.
Terperangkap
dalam
nisbi.
Sia-sia!
1980
Dalam
Lautku Kapal-kapal Bertolak dan Berlabuh
Dalam
lautku
kapal-kapal
bertolak
memuat
luka-luka
Dalam
lautku
kapal-kapal
berlabuh
menyusukan
luka-luka
Tiba-tiba
badai bangkit
menelan
lautku
ke dalam
lautmu.
1981
Luka
Luka Adam
kita basuh
dengan cuka
nyerinya berjangkit
ke udara
Hiruplah!
Dosa Adam
kita tebus
dengan luka
darahnya berceceran
ke bumi
Teguklah!
1980
Diam,
II
Kautuliskan
diam di pasir-pasir
tak sempat
terbaca angin
kaudesahkan
diam di gumam-gumam
tak sempat
terdengar angin
Diamlah
diam
angin
selalu sibuk
angin
selalu sibuk, saudara
diamlah
dalam diammu
arif dan
bijaksana!
1980
Prahara
Prahara
bermula dari laut dosa telaga purba
mencoretkan
dendam demi dendam manusia
di
dinding-dinding laut terbuka
mengunyah
darah dagingnya
Sepi
berderit
mengayuh
perahu-perahu ke hulu
di hilir
sungai-sungai keruh
pasir di
pantai menjeritkan keluh
ke angkasa
luka
Tuhan kita
terbunuh
di mana-mana
darahnya
jadi sungai
mengalirkan
racun nestapa
Angin
menjulangkan ombak
ke langit
hijau
mengetuk
pintu demi pintu. Malaikat
dengan
jari-jari putih
mencatatkan
rindu demi rindu
pada
daun-daun ungu
dan
jendela-jendela termangu
Ombak laut
hijauku
julangkan
aku
ke pucuk
sepimu sayup-sayup ke puncak sepiku
mereguk
gerimis bulan sendu. Atau karamkan aku
ke laut
tangismu karena perahuku telah kutambatkan
pada hijau
lumut di batu-batu
1982
Cermin,
I
Kudekap
gemetar lautmu
dan
bayang-bayang
yang hampir
hilang
tatkala
cahaya merebut gelap
dari sisiku
Ke mana
hilangnya sajak-sajak
yang
kutuliskan dengan angin
pada
bayang-bayangmu di cermin itu
Masuklah
kembali, wahai
masuklah.
Barangkali sebentar lagi
tangan-tangan
senja menutup
pintu-pintu.
1982
Cermin,
II
Adakah
kaudengar?
suara bergetar
bangkit dari bangkai anjing
di tepi
jalan itu ramah menyapamu
Ketika kau
tergagap
suara itu
menyelinap
masuk merebut
senyap dari setangkai bunga hutan
yang sedang
membuka kelopaknya
Sebaris
angin singgah dari perjalanannya yang jauh
mengipas-ngipaskan
sayapnya kemudian memetik detik-detik
yang terlepas
dari jari waktu pada mata bangkai anjing itu. Adakah
kautangkap?
Seluruhnya
dan cuaca yang tiba-tiba redup
meneteskan gerimis
sepanjang hari itu?
Cermin,
III
Setiap saat
jam bertanya kepada waktu
Pukul
berapa sekarang?
Jam hanya
menggerak-gerakkan tangannya
menunjuk
pada angka-angka
Tetapi dia
tahu
jam sudah
letih dan semakin pelupa
sementara
di luar hari sibuk menghitung
daun-daunnya
yang gugur sebelum senja tiba
dan
saat-saat waktu istirahat panjang.
1982
Kalau
Masih Ada Pilihan Lain
(kepada
Federico Garcia Lorca)
Kalau masih
ada pilihan lain
kupilih
ombak ganas. Menghempas
dalam
matamu. Semak belukar
hangus
terbakar
dalam
dendam
Hutan jati
menggeliat
dalam api
Kupilih kau
Federicoku
angin
patah-patah hinggap
di puncak
kuda zanggi
bulan
purnama
Kita pacu
tanpa pelana
kita
taburkan racun
di langit
Granada
Dan jika
boleh memilih lagi
kupilih
jalan itu juga, kata Louis Aragon
mungkin
kepadamu
Kalau masih
ada pilihan lain
kupilih
jalan itu juga, kataku
Cordobamu!
Indonesiaku!
Medan,
1981
Apiku,
Airku, Anginku, Tanahku
Di atas
apiku kubakar matahari
luka-luka
kubasuh dalam airku
Kepada
anginku kutaburkan rindu-rindu
dendam-dendam
kutanamkan ke dalam tanahku
Asal api
pulang ke api
Asal air
pulang ke air
Asal angin
pulang ke angin
Asal tanah
pulang ke tanah
Matahariku
pulang ke matahari
luka-lukaku
pulang ke luka-luka
Rindu-rinduku
pulang ke rindu
dendam-dendamku
pulang ke dendam
Tuhanku
kukembalikan
matahariku
kukembalikan
luka-lukaku
kukembalikan
rindu-rinduku
kukembalikan
dendam-dendamku
kepada-Mu
Telah
kubasuh luka Adam
dengan
darahku sendiri.
1981
Tentang B. Y. Tand
B. Y. Tand lahir 10 Agustus 1942 di Indrapura,
Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Mulai menulis puisi, cerpen, kritik/esai
sastra sejak tahun 1963 di berbagai Koran di Medan, juga pernah di Berita
Buana, Merdeka, Horison, Basis, dan Dewan Sastra (Kuala Lumpur). Sejak 1976
bekerja sebagai Penilik Kebudayaan pada Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kec. Sir Putih, Asahan di Indrapura. Karyanya: Bunga Laut (puisi, 1977), Tangkahan
(puisi, cerpen, esai, 1978), Ketika
Matahari Tertidur (1979), Khatulistiwa
(puisi, 1982) dan 25 Cerpen (1979).
Catatan Lain
Dalam kata pengantar oleh penerbit, dikatakan:
”Ia berbicara tentang diam, tapi bukan diam tanpa gejolak. Melalui imaji-imaji
kongkrit penyair berhasil menyatukan hubungan dunia luar dan dunia batin, atau
hubungan antara apa yang tampak dan tak tampak, yang sangat hakiki dalam
penciptaan puisi.//Sajak-sajak padat, mempesona dan mengandung kedalaman.
Pengalaman penyair, dalam beberapa hal, pada dasarnya mendung keparalelan
dengan pengalaman kita semua. Yang penting adalah bagaimana si penyair
mengungkapkannya dengan caranya yang khas, yang mau tak mau menuntut kita
mencari cara yang khas pula untuk menangkap maknanya.”
Saya
mengenal nama penyair ini, B. Y. Tand, sejak tahun 1990-an, sewaktu SMP atau
SMA, melalui kolom di Koran Republika, dan selalu mengaitkannya dengan Medan
atau Sumatera Utara. Hanya sekali itu. Dan bertahun-tahun kemudian, saya
temukan bukunya di Perpustakaan Provinsi Kalsel. Maka saya menuliskannya
kembali dengan penuh nostalgia.
Saya yang mesti berterima kasih. Sampaikan salam takzim saya untuk Beliau...
BalasHapusKetika sma, saya beberapa kali bawakan puisi puisi sajak diam ini, dan saya sangat mengenal anak anak b.y tand, kami satu sekolah, jadi kangen kampung halaman
BalasHapusWah sangat bagus bagaikan syair yang bersajak dengan sinonim perkalimat
BalasHapusmantap puisi-puisinya sederhana tapi begitu dalam maknanya...semoga makin sukses dan berkembang blog ini.
BalasHapus(Wisnu Murti,http://tulisandenpasar.blogspot.com)