Rabu, 04 Desember 2013

Tina Safari: CINTA TAK MUNGKIN






Data buku kumpulan puisi

Judul : Cinta Tak Mungkin
Penulis  : Tina Safari
Editor : Fahmi Faqih
Cetakan : I, Juli 2013
Penerbit : Revka Petra Media, Surabaya.
Tebal : xii + 32 halaman (24 judul puisi)
ISBN : 978-602-79822-3-9
Gambar sampul / isi: Tina Safari
Perancang sampul / penata letak : Alek Subairi
Pengantar : Faisal Kamandobat
Catatan: Tina Safari, penyair kelahiran Swedia ini, menulis tidak dalam bahasa ibunya, melainkan langsung ke dalam bahasa Indonesia.

Beberapa pilihan puisi Tina Safari dalam Cinta tak Mungkin

Sifat Tuhan Tersenyum pada Kami

Hutan adalah temanku
Pohon-pohon memiliki banyak teman
Yang pertama kutemui di jalan adalah serangga.
Berbicara dengan jamur dan lumut.
Aku pergi.
Air di mana-mana.
Kami mendapati kaki kami basah.
Seorang teman mengirim sms.
Menanyakan apa yang kami lakukan.
Kami tertawa.
Sebenarnya kita tidak bicara.
Kami melihat serangga.
Aku katakan pada temanku:
Kita berdoa dan berpikir tentang Tuhan.

Sifat Tuhan tersenyum pada kami.

Agustus 2012



Marah Lagi

Marah lagi
Aku marah seperti anjing rabies
Tetangga bilang:
Kenapa tak melukis rumahmu?

Kenapa aku tak melukis rumahku??!!
Aku tinggal di sini
Kenapa aku tak melukis sesuatu dengan darah?
Seluruh dunia berdarah
Karenanya aku tak punya lukisan
Tidak punya lukisan tentang rumahku
Marah
Berdarah

Ramadhan 2012


Makan di Lukisan

Jika aku bisa makan di lukisan
Aku akan melakukannya
Jika aku bisa tidur di lukisan
Aku akan melakukannya
Dua dimensi
Satu bunga di rambutnya
Perdamaian

14 September 2012


Cinta tak Mungkin I

Sayangku. Cinta tak mungkin.
Kita malam dan siang,
tidak akan bertemu.
Cinta kita luar biasa,
dalam arti di luar kebiasaan.
Aku ikut agama Hindu lewat kami,
Aku bisa nonton agama lain,
lewat kebijaksanaanmu.
Aku bercinta dengan caraku sendiri, lewat kami
Aku bisa coba gaya yang lain,
lewat kehangatan hatimu
Aku suka hari yang biasa, lewat kamu.
Batasanku bisa digeser sedikit,
lewat pikiran terbukamu.
Cinta kita gila, dihukum nasib
yang ada di tanganNya.
Senyum manis, hati yang menangis,
hidup berarti.

Jembatan Swedia-Denmark, September 2003


Cuti

Aku ambil cuti kemarin.
Pergi saja tanpa ada yang menemani.
Enak-bebas.
Selamat tinggal pikiran,
selamat tinggal tubuhku.
Jiwa bersenang-senang di pantai,
bicara dengan Tuhan.
Tidak ada satu kata,
penuh dengan rasa.
Selamat tinggal hidup di dunia
yang penuh kepalsuan
dan tidak bertanggungjawab
selamat datang mimpi yang sebenarnya.
Ya Allah! Jangan bangunkan,
aku ingin begini terus.
Banyak warna mimpiku,
beban pikiran tak dibawa.
Jam berapa?
Sudah jam setengah tujuh,
harus bangun dong.
Tak jadi,
waktu untuk kembali ke sorga sudah ada,
ternyata ini mimpi terakhir
yang dari dulu ditunggu,
terima kasih!
semua bebanku sudah diambil.
Cutiku lama, abadi.
Hari kerja tak kembali.
Ya Allah! Jam berapa?
Tak tahu?
O, jam karet.
Waktu abadi.
Betapa indah temanku yang baru.
Sajak tak harus ditulis lagi,
karena lingkunganku sudah indah,
kata-kata tak dipakai untuk bergaul.
Ini hidup sesungguhnya,
orang berada saja, baik,
berdoa terus dan tersenyum.
Dunia kasar sudah ditinggal
dengan teman lama, pikiran,
tubuh, jam berapa.
Siapa yang ambil cuti besok?
Selamat datang.

Orang asing akan jadi teman,
tak ada kata kebudayaan lagi,
atau agama.
Kita sudah sama-sama termasuk
Orang yang berkata.

Hallerup…kataku, ditinggal di kereta macet kemarin

30 Januari 2004


Tersenyum

Aku melihat gambar seorang wanita cantik …

Seorang wanita begitu hidup,
seorang wanita dengan tangan lembut
Seorang wanita dengan senyum dan pinggang mesum
Seorang wanita dengan mata begitu dalam
dan hijau seperti lantai hutan
Wanita yang tangannya membelai rambutku
dan dengan lembut mencium bibirku
Wanita yang kadang melankoli kadang periang
Wanita yang kucinta
sebagai alasan berdegupnya jantungku

8 Agustus 2012


Surabaya

Setiap kota punya lagu sendiri
Bunyi berisik dan ramai;
Ampel, Kya-kya,
Daerah penuh asap dupa dan sejarah.
Kita mau menjauhi – tidak bisa,
kita mau mendekati – tidak bisa.
Kota penuh suasana lama.
Kota punya kebiasaan sendiri.

Terima kasih, bisa keliling dunia.
Cari apa?
Cari suasana masa kanak-kanak
yang ada di diriku.
Baru saja tengok mimpiku,
baru saja pulang yang benar.

Setiap kota punya lagu sendiri.
Halus buat telinga, damai untuk hati.
Jiwaku penuh suasana lama,
dan hati gembira.

September 2003


Terima Kasih atas Jawabannya

Tidak ada penyair yang dimasukkan penjara sekarang
Terima kasih atas jawaban Bapak Menteri,
nanti saya sampaikan kepada teman-teman di penjara

Malmo, Desember 2003


Setengah Tiang

Naik kereata api jalur yang salah
Aku akan ganti jalur?
Tidak!
Ikut rel yang lurus
dari stasiun ke stasiun di Nordhavn
Cepat dilewati,
bendera diturunkan setengah tiang
SIAPA yang putuskan ke rumah jompo
akan punya tiang bendera?
Betapa indah untuk penghuni
melihat bendera yang ditiup angin,
tetapi setengah tiang?
Teruskan naik kereta jalur yang salah
Saya TIDAK akan pernah punya tiang bendera

20 Oktober 2003


Bonsai

Aku pohon bonsai
Indah untuk dilihat
Setiap kali aku membuat sesuatu yang baru
Dengan cepat dan aman, dipotong
Parut bekas luka
Indah bersama usia
Sakit

17 Februari 2013


Tentang Tina Safari
Tina Safari, lahir di Lund, Swedia, 8 Juni 1967. Menyelesaikan S-1 Sastra dan Sejarah Indonesia di Universitas Lund, Swedia 1998, kemudian pergi ke Indonesia, masuk Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta, hanya dua semester. Ia kemudian ke Utar Prades, India Utara dan tinggal di Ashram Hindu untuk mendalami Sastra Sanskrit. Terakhir ia berkerja sebagai pengurus pemakaman, sembari tetap menulis dan melukis.

Catatan Lain
Di sampul belakang buku, Faisal Kamandobat memberi catatan. Katanya: Perjalanan hidup yang didorong oleh rasa cinta akan sesama manusia, melampaui perbedaan-perbedaannya, telah mengantarkan Tina sampai di Indonesia, bergulat dengan bahasa, sastra, sejarah, budayanya. Sebagai hadiahnya, Tina dikarunia kesempatan dan kemampuan untuk menulis puisi dalam bahasa Indonesia dengan cukup baik. Sebuah pekerjaan yang tidak mudah, menulis puisi dalam bahasa yang bukan bahasa ibunya. Tanpa persentuhan dengan bahasa Indonesia secara mendalam – maksudnya lebih dari sekedar fungsi instrumental bahasa sebagai alat komunikasi namun sebagai sebuah formula dengan pandangan dunia yang khas di dalamnya – puisi-puisi Tina tak akan menemukan kekuatan sebagaimana seharusnya puisi ditulis, baik dalam bentuk, gagasan, sentimen dan irama, yang dalam keutuhannya oleh Chairil Anwar disebut sebagai “sebuah dunia.”
            Apa yang ada di sampul belakang itu, ternyata kutipan dari sebuah tulisan yang mengantar buku ini. Tutur Faisal di satu bagian: “Salah satu ciri khas puisi-puisi Tina adalah kemampuannya memberi kedalaman pada hal-hal praktis: percintaan, kelahiran seorang bayi, memandang foto anak, cuti kerja, memperhatikan sebuah kotak, melihat ikan mas di akuarium.” Kedalaman yang dialami tersebut, papar Faisal, berujung pada pengalaman spiritual. Namun spiritualitas puisi-puisi Tina dikatakan, bukan sebuah penggambaran metafisis yang magis, melainkan lebih sebagai renungan hal-hal yang praktis, bahkan empiris. Faisal juga mencatat, ada beberapa puisi yang terasa janggal untuk didengarkan, kurang luwes dan tepat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar