Data buku kumpulan puisi
Judul : Cinta
Tak Mungkin
Penulis :
Tina Safari
Editor : Fahmi Faqih
Cetakan : I, Juli
2013
Penerbit : Revka
Petra Media, Surabaya.
Tebal : xii
+ 32 halaman (24 judul puisi)
ISBN : 978-602-79822-3-9
Gambar sampul / isi:
Tina Safari
Perancang sampul /
penata letak : Alek Subairi
Pengantar : Faisal
Kamandobat
Catatan: Tina Safari,
penyair kelahiran Swedia ini, menulis tidak dalam bahasa ibunya, melainkan langsung
ke dalam bahasa Indonesia.
Beberapa pilihan puisi Tina
Safari dalam Cinta tak Mungkin
Sifat
Tuhan Tersenyum pada Kami
Hutan adalah temanku
Pohon-pohon memiliki
banyak teman
Yang pertama kutemui
di jalan adalah serangga.
Berbicara dengan jamur
dan lumut.
Aku pergi.
Air di mana-mana.
Kami mendapati kaki
kami basah.
Seorang teman mengirim
sms.
Menanyakan apa yang
kami lakukan.
Kami tertawa.
Sebenarnya kita tidak
bicara.
Kami melihat serangga.
Aku katakan pada
temanku:
Kita berdoa dan
berpikir tentang Tuhan.
Sifat Tuhan tersenyum
pada kami.
Agustus
2012
Marah
Lagi
Marah lagi
Aku marah seperti
anjing rabies
Tetangga bilang:
Kenapa tak melukis
rumahmu?
Kenapa aku tak melukis
rumahku??!!
Aku tinggal di sini
Kenapa aku tak melukis
sesuatu dengan darah?
Seluruh dunia berdarah
Karenanya aku tak
punya lukisan
Tidak punya lukisan
tentang rumahku
Marah
Berdarah
Ramadhan
2012
Makan
di Lukisan
Jika aku bisa makan di
lukisan
Aku akan melakukannya
Jika aku bisa tidur di
lukisan
Aku akan melakukannya
Dua dimensi
Satu bunga di
rambutnya
Perdamaian
14
September 2012
Cinta
tak Mungkin I
Sayangku. Cinta tak
mungkin.
Kita malam dan siang,
tidak akan bertemu.
Cinta kita luar biasa,
dalam arti di luar
kebiasaan.
Aku ikut agama Hindu
lewat kami,
Aku bisa nonton agama
lain,
lewat kebijaksanaanmu.
Aku bercinta dengan caraku
sendiri, lewat kami
Aku bisa coba gaya
yang lain,
lewat kehangatan
hatimu
Aku suka hari yang
biasa, lewat kamu.
Batasanku bisa digeser
sedikit,
lewat pikiran
terbukamu.
Cinta kita gila,
dihukum nasib
yang ada di tanganNya.
Senyum manis, hati
yang menangis,
hidup berarti.
Jembatan
Swedia-Denmark, September 2003
Cuti
Aku ambil cuti
kemarin.
Pergi saja tanpa ada
yang menemani.
Enak-bebas.
Selamat tinggal
pikiran,
selamat tinggal
tubuhku.
Jiwa bersenang-senang
di pantai,
bicara dengan Tuhan.
Tidak ada satu kata,
penuh dengan rasa.
Selamat tinggal hidup
di dunia
yang penuh kepalsuan
dan tidak
bertanggungjawab
selamat datang mimpi
yang sebenarnya.
Ya Allah! Jangan
bangunkan,
aku ingin begini
terus.
Banyak warna mimpiku,
beban pikiran tak
dibawa.
Jam berapa?
Sudah jam setengah
tujuh,
harus bangun dong.
Tak jadi,
waktu untuk kembali ke
sorga sudah ada,
ternyata ini mimpi
terakhir
yang dari dulu
ditunggu,
terima kasih!
semua bebanku sudah
diambil.
Cutiku lama, abadi.
Hari kerja tak
kembali.
Ya Allah! Jam berapa?
Tak tahu?
O, jam karet.
Waktu abadi.
Betapa indah temanku
yang baru.
Sajak tak harus
ditulis lagi,
karena lingkunganku
sudah indah,
kata-kata tak dipakai
untuk bergaul.
Ini hidup
sesungguhnya,
orang berada saja,
baik,
berdoa terus dan
tersenyum.
Dunia kasar sudah
ditinggal
dengan teman lama,
pikiran,
tubuh, jam berapa.
Siapa yang ambil cuti
besok?
Selamat datang.
Orang asing akan jadi
teman,
tak ada kata
kebudayaan lagi,
atau agama.
Kita sudah sama-sama
termasuk
Orang yang berkata.
Hallerup…kataku, ditinggal
di kereta macet kemarin
30
Januari 2004
Tersenyum
Aku melihat gambar
seorang wanita cantik …
Seorang wanita begitu
hidup,
seorang wanita dengan
tangan lembut
Seorang wanita dengan
senyum dan pinggang mesum
Seorang wanita dengan
mata begitu dalam
dan hijau seperti
lantai hutan
Wanita yang tangannya
membelai rambutku
dan dengan lembut
mencium bibirku
Wanita yang kadang
melankoli kadang periang
Wanita yang kucinta
sebagai alasan
berdegupnya jantungku
8
Agustus 2012
Surabaya
Setiap kota punya lagu
sendiri
Bunyi berisik dan
ramai;
Ampel, Kya-kya,
Daerah penuh asap dupa
dan sejarah.
Kita mau menjauhi –
tidak bisa,
kita mau mendekati –
tidak bisa.
Kota penuh suasana
lama.
Kota punya kebiasaan
sendiri.
Terima kasih, bisa
keliling dunia.
Cari apa?
Cari suasana masa
kanak-kanak
yang ada di diriku.
Baru saja tengok
mimpiku,
baru saja pulang yang
benar.
Setiap kota punya lagu
sendiri.
Halus buat telinga,
damai untuk hati.
Jiwaku penuh suasana
lama,
dan hati gembira.
September
2003
Terima
Kasih atas Jawabannya
Tidak ada penyair yang
dimasukkan penjara sekarang
Terima kasih atas
jawaban Bapak Menteri,
nanti saya sampaikan
kepada teman-teman di penjara
Malmo,
Desember 2003
Setengah
Tiang
Naik kereata api jalur
yang salah
Aku akan ganti jalur?
Tidak!
Ikut rel yang lurus
dari stasiun ke
stasiun di Nordhavn
Cepat dilewati,
bendera diturunkan
setengah tiang
SIAPA yang putuskan ke
rumah jompo
akan punya tiang
bendera?
Betapa indah untuk
penghuni
melihat bendera yang
ditiup angin,
tetapi setengah tiang?
Teruskan naik kereta
jalur yang salah
Saya TIDAK akan pernah
punya tiang bendera
20
Oktober 2003
Bonsai
Aku pohon bonsai
Indah untuk dilihat
Setiap kali aku
membuat sesuatu yang baru
Dengan cepat dan aman,
dipotong
Parut bekas luka
Indah bersama usia
Sakit
17
Februari 2013
Tentang Tina Safari
Tina Safari, lahir di Lund, Swedia, 8 Juni
1967. Menyelesaikan S-1 Sastra dan Sejarah Indonesia di Universitas Lund,
Swedia 1998, kemudian pergi ke Indonesia, masuk Fakultas Sastra UGM,
Yogyakarta, hanya dua semester. Ia kemudian ke Utar Prades, India Utara dan
tinggal di Ashram Hindu untuk mendalami Sastra Sanskrit. Terakhir ia berkerja
sebagai pengurus pemakaman, sembari tetap menulis dan melukis.
Catatan
Lain
Di sampul belakang buku, Faisal Kamandobat memberi catatan. Katanya: Perjalanan hidup yang didorong oleh rasa
cinta akan sesama manusia, melampaui perbedaan-perbedaannya, telah mengantarkan
Tina sampai di Indonesia, bergulat dengan bahasa, sastra, sejarah, budayanya.
Sebagai hadiahnya, Tina dikarunia kesempatan dan kemampuan untuk menulis puisi
dalam bahasa Indonesia dengan cukup baik. Sebuah pekerjaan yang tidak mudah,
menulis puisi dalam bahasa yang bukan bahasa ibunya. Tanpa persentuhan dengan
bahasa Indonesia secara mendalam – maksudnya lebih dari sekedar fungsi
instrumental bahasa sebagai alat komunikasi namun sebagai sebuah formula dengan
pandangan dunia yang khas di dalamnya – puisi-puisi Tina tak akan menemukan
kekuatan sebagaimana seharusnya puisi ditulis, baik dalam bentuk, gagasan,
sentimen dan irama, yang dalam keutuhannya oleh Chairil Anwar disebut sebagai
“sebuah dunia.”
Apa yang ada di sampul
belakang itu, ternyata kutipan dari sebuah tulisan yang mengantar buku ini.
Tutur Faisal di satu bagian: “Salah satu
ciri khas puisi-puisi Tina adalah kemampuannya memberi kedalaman pada hal-hal
praktis: percintaan, kelahiran seorang bayi, memandang foto anak, cuti kerja,
memperhatikan sebuah kotak, melihat ikan mas di akuarium.” Kedalaman yang
dialami tersebut, papar Faisal, berujung pada pengalaman spiritual. Namun
spiritualitas puisi-puisi Tina dikatakan, bukan sebuah penggambaran metafisis
yang magis, melainkan lebih sebagai renungan hal-hal yang praktis, bahkan
empiris. Faisal juga mencatat, ada beberapa puisi yang terasa janggal untuk
didengarkan, kurang luwes dan tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar