Data buku kumpulan puisi
Judul : Selepas
Kata, Sepilihan Puisi 1976 - 2003
Penulis :
Soni Farid Maulana
Cetakan : I, Maret
2004
Penerbit : Pustaka
Latifah, Bandung
Tebal : 60 halaman (43 judul puisi)
ISBN : 979-98258-0-6
Penyunting : Yus R.
Ismail
Gambar cover : Drawing
Diyanto
Design cover : Yusman
Beberapa pilihan puisi Soni Farid Maulana dalam Selepas Kata
Semacam
Surat
untuk
Sutardji Calzoum Bachri
jika itu yang kau
maksud: memang
aku punya hubungan
baik dengan ikan
di kolam; -- juga
dengan warna ungu
teratai dalam lukisan
Monet.
tapi kucing yang
mengeong
dalam aortamu: --
rindu daging paling mawar
rindu susu paling
zaitun,
yang harum lezatnya
semerbak sudah
dari arah al-kautsar. Tapi, seberapa sungguh
kegelapan bisa
dihalau: -- jika gerhana
membayang di hati?
Seberapa alif mekar
di alir darah; -- jika
setiap tasbih diucap,
yang berdebur di otak
hanya ombak syahwat?
dji, tangki airmata selalu bedah di situ
2002
Ciwulan
aku mendengar suara
ricik air sungai yang ngalir
di antara batu-batu
dan batang pohonan
yang rubuh ke ciwulan
aku mendengar suara
itu mengusik jiwaku
bagai alun tembang
cianjuran
yang disuarakan
nenekku di gelap malam
1979
Daun
siapa yang tak hanyut
oleh guguran daun:
ketika angin
mempermainkannya di
udara terbuka
ketika lembar demi
lembar cahaya matahari
menyentuh miring
dengan amat lembutnya
siapa yang tak hanyut
oleh guguran daun
ketika maut begitu
perkasa
mencabut usia hingga
akarnya, ketika matahari
menarik tirai senja,
ketika keheningan
menyungkup batu-batu
di dada. Siapa
yang tak hanyut oleh
guguran daun: ketika
lobang kuburan ditutup
perlahan, ketika
doa-doa dipanjatkan
dengan suara tersekat
ketika kutahu pasti
kau tak di sampingku
1980
Suara
Terompet Akhir Tahun
di ujung malam
sedingin
es dalam kulkas;
apa yang kau harap
dari suara
terompet akhir tahun?
fajar yang menyingsing
tanpa bunyi kayu
dilahap api,
tanpa tubuh yang
hangus
seperti sisa bakaran
kardus?
kita berharap
semisal tak ada kurap
di daging waktu
yang esok hari kita
kunyah
dalam pesta kehidupan
yang renyah?
tapi apa artinya
berharap
dan tidak berharap,
bila langit muram
terus membayang
seperti pengalaman
yang kelam:
o, bunyi kayu yang
hangus
dan tulang kepala yang
meletus
dalam kobaran api di
bulan Mei
yang ngeri di ini
negeri?
di ujung malam
sedingin
es dalam kulkas;
apa yang kau harap
dari ujung bunyi
terompet
akhir tahun?
1998
Selepas
Kata
untuk
Kautsar M. Attar
perempuan itu
terbaring di ruang bersalin
bayang-bayang sang
ajal berkelebat dalam
biji matanya;
memperkenalkan diriku
pada warna darah dan
tanah. Dan kau yang
dilahirkan sore itu,
tangismu keras,
air matamu adalah arus
sungai yang deras
menyeret kesadaranku
ke palung derita
seorang ibu, yang sisa
amis darah
persalinannya; masih
melekat di tubuhku,
yang kini rapuh
dikikis waktu, digali detik
jam yang terus melaju
ke dunia tak dikenal,
di luar hiruk-pikuk
kehidupan kota besar;
ada yang menjauh dari
surau dari kilau
telaga kautsar yang Dia berikan
2003
Lanskap
aku mendengar
nyanyian angin pagi
di tangkai pohonan
aku melihat cahaya
sunyi matahari
berkilau lembut dalam
bening embun pagi
yang bergayutan di
punggung rumputan
aku mendengar salam
itu,
salamNya, dilantunkan
kokok ayam jantan
negeri langit
1976
Tembang
Kau yang hidup dalam
ingatanku
adalah tembang yang
tak pernah selesai
dilantunkan angin
sepanjang waktu
Kau yang memberi arah
dalam hidupku
adalah petikan kecapi,
alun suling,
lagu yang tak pernah
sirna di kalbuku.
1977
Tentang
Ular
di kamar ini, di
antara bayang-bayang kelambu
aku cari wangi tubuhmu.
Desis ular dari bayang-bayang
masa silam – kembali
menggema dalam ingatanku,
lalu firmanNya yang
menggetarkan itu.
1994
Narasi
di Bawah Hujan
hujan, curahkan
berkahmu yang hijau
pada lembah hatiku.
puaskan dahaga
tumbuhan,
hingga jiwaku terasa
segar membajak kehidupan.
di pinggir jendela aku
ingat benar tahun lalu
aku masih kanak,
bersenda gurau, bernyanyi riang,
memutar-mutar payung
hitam di bawah curahmu;
yang berkilauan bagai
perak disentuh matahari.
o, hujan. Puaskan
dahaga jiwaku
agar hidupku menyeruak
bagai tumbuhan
menjemput Cahaya Maha
Cahaya
1984-1989
Anggur
dan Daging Bakar
untuk
Ian Campbell
sampai di pinggir
jalan
di bawah rintik hujan,
dalam derai angin
sore hari; sekar
kenangan ligar lagi
dalam dirinya yang
sunyi;
di Rotterdam
dalam hujan salju
yang kali pertama ia
lihat
dengan penuh rasa
takjub
anggur dan daging
bakar
“bisa menghangatkan
badan,”
katanya. Tapi ia tak
menjamin
bisa meloloskan
nyawamu,
dari sergapan maut
musim dingin
yang melata bagai ular
mencari korban
2003
Demikian
Camus Berkata
pemberontakan itu,
demikian
Albert Camus berkata, memberi nilai
pada hidup1
yang kau punya
kubelai-belai mesra,
nyatanya hidup juga.
hihihi, mari kita
masuki
wilayah malam
dengan seluruh api
pemberontakan
yang menyala di dada.
o, airmata yang
bergulir di cekung rasa
katakan padaku –
masihkah kita bermukim
di negeri mimpi? Siang
tadi kabar duka
sampai padaku, Tasik
yang rusuh
dihanguskan api. Batu
mengucap
batu. Darah melayah di
gigir hari,
di gigir waktu apa
yang rubuh
sehabis api
pemberontakan
kita kobarkan hingga
ke langit jauh?
hanya sunyi bertilam
sunyi
di luar jendela. Lalu
daun gugur
dan risik hujan
kembali
bicara
1996
1 Sepatah kata bersayap Albert Camus dalam buku
Mythe de Sisyphe
Catatan
dalam Hujan
aku serahkan seluruh
jiwaku padaMu
karena menolak adaMu
berdasarkan pikiran
adalah kesia-siaan
belaka.
keimanan adalah
kerinduan yang bengal
yang berulang jatuh
memanjat langit rohani
hingga malam berlalu
dalam tahmid dan takbir
hingga kokok ayam
mengerek cahaya fajar
di kalbuku. Hujan yang
turun menghapus
jejak kemarau di
dahan-dahan pohonan
sungguh indah
warnanya. Irama suaranya
yang menggetarkan ini
sukma; adalah
salawat bagi segala
jiwa yang berlayar
ke muara Cahaya Maha
Cahaya
semata Cahaya Maha
Cahaya
1991
Tentang Soni Farid Maulana
Soni Farid Maulana, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 19 Februari 1962.
SD, SMP, SMA di tempuh di kota kelahiran. Tahun 1985 menyelesaikan kuliah di
Bandung di jurusan Teater, Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), sekarang Sekolah
Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Bekerja sebagai jurnalis di HU Pikiran
Rakyat Bandung. Aktif menulis sejak tahun 1976. Antologi puisinya Variasi Parijs van Java (Kiblat Buku
Utama, 2004), Secangkir Teh
(Grasindo, 2005), Sehampar Kabut
(Ultimus, 2006), Angsana (Ultimus,
2007), Opera Malam (Kiblat Buku
Utama, 2008), Pemetik Bintang (kiblat
Buku Utama, 2008). Juga menulis puisi berbahasa sunda, terkumpul dalam Kalakay Mega (Geger Sunten, 2007) dan
telah memasuki cetakan ke 3. kumpulan cerpennya Orang Malam (Q-Press, 2005). Kumpulan esai Menulis Puisi Satu Sisi (Pustaka Latifah, 2004), Selintas Pintas Puisi Indonesia
(Grafindo, Jilid 1 2004, Jilid 2 2007).
Catatan
Lain
Buku Selepas
Kata oleh Soni Farid Maulana ini terdiri dari dua
bagian, yaitu Pasir dan Tiram (1984-2003, 22 puisi) dan Akar
Kata (1976-1983, 21 puisi). Di cover
belakang ada 3 suara, yaitu Dr. Berthold
Damshauser, Prof. Drs. Jakob Sumardjo,
dan Agus R. Sarjono. Kata Prof. Drs. Jakob Sumardjo: “Sebagai
penyair yang telah melahirkan banyak buku puisi, Soni Farid Maulana boleh
dikatakan seorang penyair lirik. Ia mendekati objeknya dari dalam diri subjek
puisinya. Ada semacam peristiwa percakapan-dalaman
dalam banyak puisi-puisinya. Aku lirik puisi-puisi Soni amat bervariasi, mulai
dari pengemis, si korban, suami, istri, tokoh wayang, bahkan cacing. Dan dengan
sendirinya ada Soni himself di
dalamnya.”
Agus R. Sajono menulis:
“Jika dibuat perbedaan tajam gaya Subagio Satrowardojo,, yaitu “bakat alam”
bersus “intelektualisme”, maka kepenyairan Soni hidup dari bakat alam penyairnya dan bukan dari intelektualismenya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar