Data Buku Kumpulan Puisi
Judul : Ke Pintu
Penulis : Atasi Amin
Cetakan : I, November 2004
Penerbit : Prive bekerjasama dengan Pustaka Latifah,
Bandung.
Tebal : xxii + 96 halaman (70 puisi)
ISBN : 978-979-98259-2-6
Editor : Yus R. Ismail
Setting isi : Yusman
Desain sampul : Bramantyo
Kulit muka dan drawing : Diyanto
Prolog : Prof. Jakob Sumardjo
Epilog : Ahda Imran
Beberapa pilihan puisi Atasi Amin dalam ke
Pintu
Panggilan
Tiba tiba
Atasan memanggil anak buahnya
Dan tiba tiba
Yang Di Atas memanggil kita
Siap?
2001
Anjing 1
di hari hari sibuk
aku lihat kau
di pasar anjing
anjing anjing dipilih
anjing anjing diadu
anjing anjing disuap
si buldog anjingnya si Jhon
si herder anjingnya si Shagi
si blacky anjingnya si Mia
lalu kau,
anjing siapa?
1998
Kota
Seruni, Mawar, Melati
tumbuh subur di pusat kota
sewaktu bapakmu muda
Seruni, Mawar, Melati
Susanti, mereka ke mana
sejak kota berganti wajah
semua telah berubah
kecuali nasehat bapak
kepada anak-anaknya
: jangan ke kota
2001
International Monetary Fund
Ironis, IMF
Sekali tepuk
Krisis moneter
1998
Kantong
Banyak ruang
Banyak AC
Banyak uang
Banyak ACC
1998
Sajak Daripada
Dari pada nonton
Omong kosong politik
Dari pada nonton
Demo para provokator
Dari pada nonton
Hukum jungkir balik
Dari pada nonton
Gonjang ganjing moneter
Dari pada ....
Dari pada .....
Mending nonton mimpi,
Mimpi sendiri lebih realistis
Dan hidup!
Nilai Nilai
adalah seorang wanita paruh baya
memandang angka angka pada timbangan
membilang kalori yang ia makan
adalah seorang tuan majikan
memandang angka angka pembukuan
membilang rugi dan untung
adalah seorang pesakitan
memandang angka angka kalender
membilang hari demi hari
adalah seorang siswa pelajar
memandang angka angka ujian
membilang soal jawab
adakah angka angka yang berpikir
tentang manusia yang tak berpikir,
nilai kemanusiaan
Layang
- Ar
Biru untuk langit
Hijau untuk rumput
Kemboja bagimu
Bagai bulan menjelma sabit
Darahi tubuh mudamu
Beruntun menaburi bumi
Selagi wangi mengembang
Tak disangka layu, kemboja
Menutur tidur panjangmu
Sementara anak anak
Mengejar layang layang
: kekalahan itu
13 Mei 2000
Suara Suara Kecil
di mana suaramu
hanya pemimpi bermimpi
tentang padang yang jauh
bunga bunga diam
nunggu hujan
sedang api lilin
masih pada pendirian
mana suaramu
hanya suara suara kecil
dan aku harus lebih dekat
dari luka
yang tak kunjung sembuh
2004
Mistis
biru laut
kelam
matahari
tenggelam
mistis
bulan sabit
di atas perahu
mistis
1998
Ke Pintu
Ke pintu
mestinya kita pulang
setelah pertengkaran sengit
sebab paham
Ke pintu
malah kau makin menjauh
2002
Musim Haji
ketika memasuki masjidil Haramain
jutaan manusia menciptakan gerakan
satu arah, sebalik jarum jam kelilingi Ka'bah
untuk satu hal: Kau adalah Maha
aku coba pahami ke belakang, waktu
yang menggeliat membawa cerita lain:
aku masuk ke kedalaman-Mu, bayangan kita
dalam doa doa, airmata dan getaran
semua akan berpulang pada Yang Maha
dan hati selalu berbisik lembut
Tuhan, kita cuma ada dalam rasa
1999
Kekasih
datanglah kepadaku, kekasih
biarkan buih belai rambut
dan bukit tempat aku menepi
membilang debur ombak
nyanyian laut yang menang
antara karang dan buritan
berharap datang dari sumber
dan hidup dalam cahaya
sabar camar yang jaga
di sepanjang pantai
penyair memunguti senja
bermil mil perjalanan air mata
akankah jadi cerita roman
tertuang indah oleh bibir yang basah
ataukah rasa salah
datanglah kekakasih
temukan
2001
Menunggang Senja
1
karena akhirnya pergi
harapan mengetahui lagi
yang hilang
limpahan percakapan
jarak berbatas oleh satu
kekasih yang tersisa
2
dengan cerlang jiwa dibaringkan
merupa buah berisi misteri
pengaruh saat saat masyuk
mengenang gurun
yang puitis itu
mengalir luas
merambah bukit satu
3
di antaranya adalah jiwa
ketenangan, kebebasan
dambaan yang benar
berburu di masa hidup
dekati sumber
4
meski berada di simpang jalan
ini tak akan berlangsung lama
sebab saat kemudian tak diduga
berlalu dengan menunggang senja
5
pandangan yang tersembunyi
antara langit dan bumi
melalui pori pori
tentang diri
selama ini dicari cari
ternyata ada sendiri
6
manusia, sangat mendalam
banding sungai yang sangat besar
tak terhingga sebagai batin
menyingkap yang benar
jalan bukit yang paling tinggi
tentang dalamnya akar
karena manusia
lebih dalam
akal dan pikirannya
7
kebenaran mengalir kecil
dikenal sebagai kumpulan
yang kembali ke muara
melukiskan arah pulang
di masa berpisah
8
kekasih masuk
bulan keluar
diam diam
sama dengan rindu
kembali datang
memutus malam
9
benci menyesali banyak mau,
gembira bertemu saat akan berpisah
sebagai masalah
jarak perjalanan
10
hari ke hari jelang
kekasih mendekat
saat paling mendalam
besaran cinta
menjauh di badan
11
selama kami diam
lalui dataran luas
yang mula hilang
kini kembali mengenal
sebagai zikir
bergabung pada upacara ini
12
kami dipandang pada pucuk
melalui pengembangan ajar
pengembaraan daun terakhir
memilih peran ranting
bulan penuh menarik masa
13
sejak rindu yang luar biasa ini
mencoba dalami sumber
lebih jauh lagi
salahkan api dunia
2004
Tentang Atasi Amin
Atasi Amin lahir di Bandung 21 Juni 1966. Menulis puisi
sejak sekolah dasar, dipublikasikan antara lain di Pikiran Rakyat, Media
Indonesia, Jurnal Renung. Juga terdapat dalam antologi Laut Merah
(2000) dan Muktamar (2003)
Catatan Lain
Buku ini saya beli saat ada bazar buku di depan
Perpustakaan Banjarbaru, Desember 2013 lalu. Harganya kalau tak salah Rp.
10.000,- . Kalau dihitung di daftar isi, maka ada 69 judul puisi, namun jika
dicermati lagi, maka ada 70 puisi. Ada satu puisi yang tak berjudul di halaman
61 yang terlewatkan oleh daftar isi.
Dalam
pengantar kumpulan ini, yang ditulis oleh Prof. Jakob Sumardjo, kita akan
memperoleh informasi bahwa penyair ini adalah anak pelukis terkenal Jeihan
(baca halaman xvii). Kata Prof: "Pada awalnya nampak pengaruh bapaknya
dalam puisi-puisinya, yakni gaya Mbeling. Kesukaan gerakan ini adalah
penggunaan ironi dan parodi yang menggigit kecerdasannya..."
Di
bagian penutup, ada tulisan Ahda Imran. Dikatakan, puisi Atasi Amin menemukan
kekuatannya ketika mengeksplorasi peristiwa-peristiwa keseharian,
pengalaman-pengalaman kecil yang dekat. Di situ puisinya menjadi lepas.
Berkebalikan dengan itu, ketika sajaknya berbicara dalam tema sosial-politik.
Dalam bahasa Ahda, terasa ada pemaksaan pada kata untuk melayani hasrat-hasrat
tematik yang dibebankan padanya. Kata dianggap hadir sebagai objek yang
diperintah, kendaraan untuk sampai pada gagasan, bukan sebagai subjek otonom
dengan dunianya sendiri. Ahda menduga, persoalannya terletak pada relasi antara
pengalaman dan wilayah biografis. Dengan kata lain, wilayah biografisnya tidak
di situ namun ada hasrat untuk merepresentasikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar