Data buku kumpulan puisi
Judul : Perempuan
Walikota
Penulis :
Suryatati A. Manan
Cetakan : I, Oktober
2008
Penerbit : Yayasan
Panggung Melayu, Depok.
Tebal : xvii
+ 129 halaman (66 judul puisi)
ISBN : 978-979-16062-9-5
Supervisi : Asrizal
Nur
Desain kulit luar :
Sufi Firdaus
Sponsor tunggal :
Desmond Goh
Kata Pengantar :
Hamsad Rangkuti
Beberapa pilihan puisi Suryatati
A.
Manan dalam Perempuan Walikota
Melayu
Melayu ibarat laut
Selalu terbuka selalu menerima
Siapa saja yang ingin bersama
Melayu ibarat bumi
Selalu memberi selalu mengayomi
Terhadap mereka yang terzalimi
Melayu ibarat langit
Selalu menjunjung tinggi budi pekerti
Selalu menjaga marwah
Melayu selalu amanah
Melayu selalu ramah
Melayu selalu mengalah
Melayu suka berteman tak suka mencari lawan
Tapi pantang dicabar padah jadinya
Karena melayu tak banyak krenah apa adanya tak
suka meminta minta
Melayu selalu malu
Tak pernah mau menonjol-nonjolkan diri
Selalu rendah hati
Tak mau seperti kata pepatah “hidung tak
mancung pipi tersorong-sorong”
Melayu selalu sopan
Walaupun muka sudah ditampar kawan masih bisa
membalas dengan pantun:
Ada buah dan kura-kura ninja
Mengapa dibuang di tempat sampah
Apa salah dan dosa saya
Sehingga tuan sangatlah marah
Melayu bukan perajuk
Hanya tak kuasa hendak bertengkar
Takut terucap kata-kata kasar
Lebih baik berkata:
“biarlah wai, inikan masa dia masa kita belum
tentu pula”
Melayu ke mana-mana selalu membawa untung
Tak pernah rugi
Walaupun air sudah sampai di ujung hidung,
masih bisa berkata:
“UNTUNG TAK MATI”
Sei
Ladi, 14 Sept 2008, 09.00 wib
Hajat Terkabul
Pa, sudah kutunaikan hajatmu hari ini,
Engkau sudah lama berhajat
Ingin mengawinkan anak-anak kita
Di rumah sendiri di sei ladi
Bukan di gedung mewah atau hotel berbintang
Engkau ingin sekali menyaksikan
Perayaan pernikahan itu
Saat kita berbincang-bincang berdua
Tapi sayang, engkau tak dapat menunaikannya
Panggilan itu begitu cepat tak bisa dielak
Tapi aku tak pernah lupa akan hajatmu itu
Setelah 1 tahun 5 bulan 18 hari kepergianmu
Hajat itu terkabul juga adanya
Ribuan orang datang memberi restu dan doa
Kepada anak lelaki kita
Luar biasa, antusias tamu undangan yang datang
Dari petinggi negeri sampai masyarakat yang
jauh di pelosok negeri
Dari orang dewasa dan remaja sampai anak-anak
bahkan bayi yang masih
dalam gendongan ikut bersama
Belum lagi handai tolan sanak saudara, kaum
kerabat baik yang jauh
maupun yang dekat, dan yang tak kalah perannya
para staf setia
yang rela berkorban waktu dan tenaga untuk ikut
menyukseskan acara
Jika engkau dapat menyaksikan ini
Aku tahu, engkau pasti terharu dan senang
sekali
Anakmu yang sederhana justru mendapat helatan
istimewa
Anakmu yang satu ini
Memang tak pernah meminta yang istimewa
Dia tak ingin menyusahkan kita
Dia ingin biasa-biasa saja
Sederhana, sederhana dan sederhana sekali
Ketika aku ingin membelikan sebuah kopor
Untuk dibawa nikah ke batam
Dia bilang “tak apelah ma, pakai tas ini saja”
Tas yang dia maksud sebuah tas ransel
Yang dia bawa ke mana-mana
Kadang-kadang aku terharu menangis di dalam
hati
Melihat kesederhanaan anak lelaki kita ini
Di balik itu aku juga bangga akan
sifat-sifatnya itu
Mudah-mudahan sifat semula jadi ini
Tetap bertahan sampai kapanpun
Di tengah badai kebendaan
Yang mengepung kita semua
sei
ladi, 25 Juni 2007, 05.40 Wib selesai
mulai
23 Juni 2007
Latah
Begini salah begitu salah
Ini tak betul itu tak betul
Ini tak kena itu tak kena
Satu menuding semua menuding
Satu menyalahkan semua menyalahkan
Satu memuji semua memuji
Satu mencaci semua mencaci
Inilah kondisi terkini di negeri mimpi
Negeri kaya gundah gelana
Siang terpekik malam terpukau
Di sini menjerit di sana mengigau
Jalan berdebu, sungai kelabu
Di mana-mana ribut melulu
Yang dicari selalu kesalahan orang
Kesalahan sendiri tak pernah terpikir
Apalagi pemerintah, selalu disalah
Berbuat salah tak berbuatpun salah
Jadilah pemerintah seperti tak berguna
Seperti tak bertenaga
Seperti macan ompong
Seperti ulat kepompong
Tak berdaya melindungi negara
Dari serangan, hujatan, tuduhan, cercaan dan
seribu satu
umpatan
Serangan suara beraneka nada
Semua bisa direkayasa
Yang baik bisa menjadi buruk
Yang buruk bisa menjadi baik
Yang putih bisa menjadi hitam
Yang hitam bisa menjadi putih
Yang besar bisa menjadi kecil
Yang kecil bisa menjadi besar
Yang tinggi bisa menjadi pendek
Yang pendek bisa menjadi tinggi
Terkecuali otong lenon dan udin semekot
Terbalik-balik, seperti membalik martabak india
Alias prata, dihempas ke sana, dihempas ke sini
Mengembang ke kanan dan ke kiri
Alangkah enak dimakan di pagi hari
Bersama kopi panas enak sekali
Inilah hidup hari ini
sei
ladi, 24 Oktober 2007 jam 06.35 wib
Corat Coret
Corat coret baju bersorak gembira
Histeris menangis
Stress berat, pingsan, kejang-kejang
Bahkan mengamuk berang
Potret remaja sekarang
Ketika UAN diumumkan
Yang lulus senang bukan kepalang
Yang gagal semangat hidup seakan terbang
Tragis memang
Sekolah 3 tahun hanya ditentukan dalam 3 hari
Dengan 3 mata pelajaran
Siapa yang tak akan gugup
Siapa yang tak akan berdebar-debar
Siapa yang tak akan tegang
Menunggu hasil pengumuman ujian nasional itu
Orang tua mana yang tak cemas
Melihat anaknya lemas
Orang tua mana yang tak sedih
Melihat anaknya menangis
Orang tua mana yang tak galau
Melihat anaknya terpekik terpukau
Guru mana yang tak berusaha
Sekolah mana yang tak ingin punya nama
Agar tingkat kelulusan meningkat
Agar nama sekolah terangkat
Akhirnya berbagai cara ditempuh
Benteng kejujuran pun menjadi rapuh
Anak-anak dibuat belajar dalam tekanan yang
tinggi
Jiwanya menjadi labil, kelulusan harus diambil
Tak peduli dengan cara yang bathil
Inilah hakiki pendidikan
Yang dibangun di negeri ini
Bukan membangun jiwa yang utama
Tapi membangun raga yang kasat mata saja
Tidak menghayati makna terdalam
Dari lagu Indonesia Raya
BANGUNLAH JIWANYA
BANGUNLAH BADANNYA
UNTUK INDONESIA RAYA
sei
ladi, 22 Juni 2007
Akal-akalan
Tanah airku begitu luas
Tanah airku begitu panas
Tanah airku begitu mengenas
Yang kuat menindas yang lemah
Yang lemah menyumpah yang kuat
Yang menengah mengambil jalan tengah
Ke atas seolah membela yang lemah
Ke bawah malah memanas-manasi rakyat bawah
Yang kuat tak sadar-sadar
Yang lemah makin terkapar
Yang menengah slalu berpura-pura
Ke atas dan ke bawah
Nyatanya yang menengah hidup mewah
sei
ladi, 12 Juli 2007, 08.00 wib
Batu
Pertama
Batu pertama selalu
mengundang berita
Tanda dimulai
pekerjaan yang hebat
Semua mata tertuju ke
sana
Semua berita selalu
memuja-muja
Seolah semuanya dapat
selesai
dalam sekejap mata
Heboh,
Batu pertama di
kampungku sedang marak
Ada batu pertama ‘tuk
istana raja
Ada batu pertama ‘tuk
rumah sakit jiwa
Ada pula batu pertama
‘tuk kampus mahasiswa
Yang belum kedengaran:
Batu pertama ‘tuk
rumah keluarga miskin
Batu pertama ‘tuk
taman bermain anak-anak
Batu pertama ‘tuk
alaun-alun kota
Semoga tidak terlupa
sei
ladi, 3 Juli 2008, 20.26 wib
Negeriku
Sayang Negeriku Malang
Dulu negeriku terkenal
Negeri nyiur melambai
Negeri elok
Kaya sumber daya
Tanahnya subur
Pantainya indah
Gunungnya megah
Di atas minyak di
bawah minyak
Hutan tropis
berlapis-lapis
Ikan berenang bergerak
riang
Masyarakatnya ramah
Senyumnya cerah
Sekarang
Negeriku sakit parah
Terlalu banyak beban
Terlalu banyak hutang
Terlalu banyak dikuras
dan diperas
Tangan-tangan jahil
yang ganas
Tak ada lagi keramahan
dan senyuman yang ikhlas
Yang tinggal hanya
kesemuan, kepalsuan dan
Kepura-puraan yang
ditutup dengan warna-warnai pelangi
Yang berdaki
sei
ladi, 3 Juli 2008, 23.20 wib
Wartawan
2008
Wartawan profesi yang
sakti
Bisa membuat orang
kecil menjadi besar
Orang besar menjadi
kecil
Yang tak dikenal
menjadi terkenal
Yang top bisa menjadi
redup
Wartawan profesi luar biasa
Bisa memanaskan
Bisa mendinginkan suasana
Bisa membuat orang tersanjung
Bisa juga membuat orang tersandung
Bisa membunuh tanpa melukai
Hanya dengan dengan kata-kata sakti
Bisa membuat pejabat
Tak bisa makan berhari-hari
Wartawan profesi yang
hebat
Membuat pejabat bisa
sekarat
Dari eselon II bisa
menjadi terdakwa
Dari kota terkotor
bisa jadi terbersih
Bisa membat Adipura
terlepas dari kota
Makanya jangan sombong
Dengan wartawan
Wartawan profesi yang
tahan uji
Mengejar berita dari
malam sampai pagi
Walaupan banyak yang
mencaci maki
Tapi wartawan sejati
tetap punya harga diri
sei
ladi, 2 Agustus 2008, Sabtu, 08.30 wib
Habis
Manis Sepah Dibuang
Hidup ini singkat
Kenapa harus diisi
dengan menghujat
Hidup ini indah
Kenapa harus diisi
dengan fitnah dan keluh kesah
Hidup ini nikmat
Kenapa harus diisi
dengan dendam kesumat
Hidup bung Karno
Hidup pak Harto
Hidup pak Habibi
Hidup embak Mega
Hidup pak SBY
Inilah
presiden-presiden RI
Sejak merdeka sampai
hari ini
Semuanya punya andil
Dalam membentuk negeri dan bangsa ini
Masing-masing punya peran
Sesuai dengan zamannya
Sebagai warga negara
Kita harus menghormatinya
Terlepas dari segala
Kekurangan dan kelemahan
Tak ada manusia yang
sempurna
Setiap pemimpin harus
dihormati
Bukan dicaci maki
dengan sesuka hati
Perlakukanlah pemimpin
Seperti di negeri
melayu
Pemimpin didahulukan
selangkah
Pemimpin ditinggikan
seranting
Raja adil raja
disembah
Raja zalim raja
disanggah
Kalau ada yang bengkok
Luruskanlah secara elok
Kalau ada yang tak patut
Kembalikan pada yang patut
Kalau ada yang tak
kena
Usahakan menjadi
sempurna
Tidak seperti sekarang
Rasa hormat kepada
yang lebih tua sudah berkurang
Pemimpin bangsa = orangtua dalam keluarga
Siapa melawan orangtua
Durhaka namanya
Balaknya langsung diterima di dunia
Inilah yang terjadi di
negeri ini
Tak ada rasa hormat
kepada orang yang lebih tua
Kepada pemimpin, di
waktu berkuasa saja
Hormat itu diberikan
Setelah itu tak
dipandang, habis manis sepah dibuang
INILAH CONTOH YANG TAK
PATUT
DICONTOH
sei
ladi, 11 Juni 2007, 22.30 wib
Dia
Sedang di Atas Angin
Dia sedang di atas
angin
Macam-macam angin ada
di tangannya
Ada angin barat yang bersayap
Ada angin timur yang mendengkur
Ada angin selatan yang menghanyutkan
Ada angin utara yang menggelora
Setiap saat dapat
mengejar kita
Dengan angkara murka
dan gegap gempita
Membuat kita dan
keluarga porak-poranda
Tenggelam dalam neraka
dunia
Yang tak jelas
Mana yang benar, mana yang salah
Mana yang hitam, mana yang putih
Mana yang baik, mana yang buruk
Mana yang terselip, mana yang tersalip
Mana yang untung, mana yang buntung
Sakitnya menggapai
laut yang tak bertepi
Hanyut tanpa harapan
Kecuali datangnya
kebesaran ILLAHI
sei
ladi mulai 01.15 dinihari, 20 april 2007
selesai
dalam perjalanan ke kantor, 07.40 wib tgl 20 april 2007
Stafku
Stafku, stafku
ada yang bekerja
setengah hati
ada yang bekerja
semaunya sendiri
ada yang tak suka apel
pagi
ada yang pagi-pagi
sudah di kedai kopi
ada yang takut diminta
mewakili
Stafku, stafku
bila aku ada, banyak
yang setor muka
bila aku keluar kota,
ada yang tak masuk kerja
Stafku, stafku
ada yang merasa pintar
sekali
ada yang merasa paling
berkuasa
ada yang tak peduli
etika kerja
ada yang tak merasa
sebagai abk
Stafku, stafku
Berbagai tunjangan
sudah diterima
mengapa masih malas
bekerja
berbagai toleransi
selalu diberi
mengapa masih tak tahu
diri
stafku, stafku
mengapa kesadaran
melayani masyarakat
masih jauh di bawah
standar
mengapa kepekaan
terhadap derita warga
masih jauh tertinggal
selalu menunggu
perintah
jarang turun ke bawah
mengapa HP selalu
berbunyi:
“nomor yang anda tuju
sedang sibuk
atau berada di luar
jangkauan
cobalah beberapa saat
lagi”
Stafku, stafku
apakah kalian tidak
tahu
atau pura-pura tidak
tahu
atau takut ‘tuk
memberitahu
pasangan hidup selalu
bergaya
“ala ratu balqis”
di tengah bangsa yang
dilanda krisis
di saat warga bangsa
memperingati
detik-detik
proklamasi, justru istri-istri
beramai-ramai keluar
negeri
tanpa rasa nyeri
Stafku, stafku
begitukah ungkapan rasa syukur atas
nikmat yang Tuhan “berikan”?
Segera berbenah diri
sebelum malaikat mutasi
memindahkan posisi dari
pejabat negeri ke staf ahli
Stafku, stafku
ada yang suka main api
ada pula yang tak
punya nyali
ada yang setia sampai
mati
tak banyak yang
bekerja dari malam sampai pagi
sedikit yang bekerja
tak menghitung jari
Stafku, stafku
ada yang hobby
berangkat keluar negeri
walau hanya sakit gigi
ada yang hobby
berangkat keluar kota
walaupun belum seizin
walikota
ada yang berwajah
lugu, wajah tak berdosa
kelakuan ruar biasa
ada yang bermuka
palsu, di depan membisu
di belakang menggerutu
Stafku, stafku
dari eselon IV sampai eselon II
dari tugas staf sampai tugas pelaksana
semuanya pandai bermain
Eselon II pandai
bermain sandiwara
ada yang suka membadut
ada yang suka tari
perut
ada yang suka ke laut
Eselon III pandai
bermain mata
sekejap matanya
tertutup
sekejap matanya
terbuka
alias kejam celek lah
wai
Eselon IV pandai
bermain petak umpat
kapan bersembunyi
kapan berlari
kapan-kapan kita harus
bersembunyi
kapan-kapan kita harus
berlari
jangan sampai ketahuan
bu wali
Yang tanpa eselon
pandai bermain balon
kapan meniup
kapan ditiup
Tapi,
masih ada yang siap siaga
kapan saja diperintah
tak pernah menyanggah
masih ada yang peduli
masih ada yang memahami
bagaimana menggapai
visi dan misi Negeri
sei
ladi 23/8/2008, 00.15 wib.
Cik
Puan
Encik-encik, tuan-tuan
dan puan-puan
Puan selalu disebut
paling belakang
Tak jarang terlupakan
Bahkan sering
ditinggalkan
Sebetulnya segunung
harapan
Berada di pundak cik
puan
Cik puan melambangkan
kelembutan, kesopanan dan
kedamaian
Cik puan panggilan
yang menyejukkan
Menggambarkan
perempuan melayu yang bertamadhun
Perempuan melayu yang
ucapan-ucapannya selalu santun
Yang tingkah lakunya
selalu terjaga
Yang pakaiannya selalu
sopan berbaju kurung atau kebaya
Yang senyumnya tulus
menawan
Yang malu tersipu-sipu
Yang patuh pada suami
Yang sayang kepada
anak-anak
Yang hormat kepada
orangtua
Yang taat kepada agama
Yang perkasa membela
keluarga
Yang bekerja tanpa
beban
Yang sanggup berkorban
tanpa bayaran
Sungguh,
Perempuan melayu
anggun dan mulia
Laksana engkau puteri
raja Hamidah
Pemegang regalia yang
amanah dan bermarwah
Cam mane cik puan yang
ada di zaman ini
Apakah sudah mewarisi
sosok engkau puteri?
Silahkan mengamati
sendiri.
sie ladi,
6 mei 2007, 13.40 wib
disempurnakan
9 mei 2007, 06.10 wib
10 November 2004
10 November 2004
Dari istana negara ke pulau Penyengat
Membawa keppres dan plakat
Pengangkatan Raja Ali Haji
Sebagai pahlawan nasional
Upacara penyambutan di halaman masjid sultan
Unsur muspida, pimpinan dewan, tetamu terhormat
Dan masyarakat sudah berada di tempat
Acara dibuka protokol
Dengan elu-eluan tanda suka cita
Dan selamat datang kembali
Pada rombongan petinggi negeri
Dilanjutkan dengan sambutan
Dari ahli waris yang tinggal di penyengat
Seorang tokoh muda yang tampan
Memberi sambutan dengan nada yang kelam dan
kusam
Hadirin terperangah
Suasana sukacita berubah menjadi merah
Mendengarkan kata-kata yang tak pantas
Diucapkan dari seorang keturunan bangsawan
Terhadap seorang perempuan petinggi negeri
Yang telah memperjuangkan gelar
Pahlawan nasional Raja Ali Haji
Memang, beliau tidak berjuang sendiri
Beliau juga mengakui
Perjuangan ini melalu tahap demi tahap
Tiap-tiap tahap ada pemeran utama
Keberhasilan ini adalah perjuangan bersama
Tak perlu menepuk dada
Akulah yang paling berjasa
Tak perlu harus bertengkar
Tak perlu harus mengeluarkan kata-kata kasar
Gara-gara tak dibawa ke tengah pasar
Bukan kehendak petinggi negeri
Aturan menteri mengisyaratkan
Penerima harus ahli waris bergaris lurus
Memang diakui
Munculnya di penghujung kerja
Terkesan menembak di atas kuda
Tak salah bunda mengandung
Nasib badan memang beruntung
Menerima penghargaan Presiden secara langsung
Di istana negara berfoto bersama
Di sana senang di sini berang
Apadaya hendak dikata
Bukan sengaja tidak membawa yang ada
Tapi aturan yang menjadi kendala
Mohon semua berlapang dada
Tak ada gading yang tak retak
Tak ada manusia yang sempurna
Kita semua harus berbangga
Satu lagi putra terbaik
Dari kawasan negeri melayu
Diakui sebagai pahlawan nasional di bidang
bahasa
Yang paling utama memasyarakatkan buah karyanya
Yang tersebar di seantero dunia
Menjadi pedoman
Menjadi pegangan
Menjadi rujukan
Dalam menjalani kehidupan
sie
ladi 9 mei 2007, 07.05 wib
Tentang Suryatati
Bernama lengkap Dra. Hj. Suryatati A. Manan, lahir di Tanjungpinang, 14
April 1953. Lulusan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP). Memulai karir kepegawaian
di jabatan struktural sebagai Kasubbag Perundang-undangan Setda Kabupaten
Kepulauan Riau (1978-1983) hingga puncaknya meenjadi walikota Tanjungpinang
pilihan DPRD (2003-2008) dan walikota pemilihan rakyat langsung (2008-2013).
Turut mendeklarasikan kotanya sebagai Kota Gurindam Negeri Pantun. Pernah baca
sajak tunggal di Taman Ismail Marzuki pada 2007.
Catatan
Lain
Saya tak pernah menangis ketika membaca puisi, tapi ketika membaca puisi
“Hajat Terkabul” saya menitikkan airmata. Biasanya saat baca novel saja saya
bisa menangis. Tangisan pertama saya saat baca karya sastra dimulai dengan novel
Hamka, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, saat saya masih SMP. Kemudian “Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijk”, masih dari Hamka, dalam waktu yang tak berselang lama dari
pembacaan pertama, mungkin SMA. Waktu mahasiswa, saya menitikkan airmata di
satu bagian saat membaca Supernova, Dewi Lestari. Ah, lupakan sejenak peristiwa
sentimentil ini. Yang jelas di sampul belakang buku ada endorsemen dari DR.
Ing. H. Fauzi Bowo, Taufik Ismail, Maman S. Mahayana, dan Tommy F. Awuy.
Salam Kenal M. Nahdiansyah Abdi :)
BalasHapussalam kenal balik...
Hapusceritanya bagus banget dan ispiratif kang
BalasHapusIya, setiap orang punya sisi menakjudkan..
Hapus