Data buku kumpulan puisi
Judul : Picnic
Penulis : Karno
Kartadibrata
Cetakan : I, Muharram 1430 H/Januari 2009
Penerbit : PT Kiblat Buku Utama, Bandung.
Bekerjasama dengan
Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PP-SS)
Tebal : 42 halaman (27 puisi)
Nomor : 289/KBU-U/2008
Gambar kulit muka : The Language of Birds karya Feeroozeh
Golmohammadi
Beberapa pilihan puisi Karno Kartadibrata dalam
Picnic
Corat-Coret
di Tembok Kusam
“kau akan mati
di hutan sendirian
ditemani suara burung
di kejauhan”
2007
Lagu
Sesal
saudaraku yang
sekarang tinggal nisan
kita semua tutup usia
hanya berbekal
penasaran
angin membisu
surat tidak berbalas
2003
Picnic
I
Kau duduk di ruang
bawah
gerabah lantai jerami
“Ke mana kita pergi,”
tanyaku
kau tak menjawab
di luar angin menderu
sebentar kapal
terantuk-antuk
perjalanan jauh ke
negeri asing
pulau-pulau terlewati
kebun agave
nenas
kelapa sawit
kadang-kadang pinang
buruh kebun berlarian
melambai-lambai
giginya putih
wajahnya coklat
terbakar matahari
kau ingat Louis de Camoes
Vasco da Gama
keruntuhan Peru?
tiba-tiba kau berdiri
tanganmu memberi
isyarat
masuk ke ruang dalam
menuruni tangga ke
bawah
gelap dan samar
Di sana kau duduk
tergelar tikar daun rumbia
tasbih dan kendi
buku tulis terbuka
apa yang kaubaca
Bhagawad Gita?
Gandhi?
Khrisnamurti?
Ibnu Arabi?
kau tidak menjawab
II
aku tertidur di
geladak
bulan terhalang awan
pikiran melayang
Odyssey
Purnama Alam?
kita meniti tangga
seribu kali lebih
tajam dari pedang
sekali jatuh
kembali ke dunia hewan
tapi dari mana
ketangguhan
agar bisa terus melaju
tidak terganggu
keraguan
yakin setiap langkah
memang benar?
III
aku terbangun
hanya sepi
laut tenang tidak
berombak
awan hitam di langit
sedikit mabuk
hampir muntah
aku melihat ke
sekeliling
kau tidak ada
senyap hanya riak-riak
“pamustunganana ngahurun balung
salila neangan wetan kulon deui kulon deui…”*)
2003
*) baris-baris danding Penghulu
H. Hasan Mustapa
Aku
Berjalan Mengikuti Suara Hati dari Lorong ke Lorong
Sampai di Jl. Bosscha
masuk ke gang-gang
Teringat gadis paling
manis dulu Neng Enong
Ah, di manakah dia
sekarang?
Jl. Panaitan penuh
teduh pohon
Dan Jl. Balonggede
malam
Sesak hatiku terhimpit
suara mereka yang tidak berdaya
Anak muda jual gitar
butuh ongkos malam tahun baru
Ah, di manakah dia
teman keponakanku tidur tanpa
memakai baju dan pagi hari
menghilang?
Di manakah dia anak
muda yang paling cemerlang dan
paling diharapkan keluarga
sekarang?
Apakah kerja di
pelabuhan dan puntang panting dari
pelabuhan ke bandara
Dari Batam ke Serawak?
Dari Pontianak ke Palembang?
Embun di daun bunga
bakung habis hujan
Di manakah siswa-siswa
yang penuh mimpi
Di manakah mereka jiwa
muda penuh harapan
Menantang bahaya di
jurang kehidupan?
Dan kemarin ketika aku
keluar dari toko buku di Jl. Braga
Terlihat seorang gadis
membaca buku kumpulan puisi
berwarna ungu
Cahaya putih menyembur
billboard lux Bella Shafira
2007
Surat
(dari aquarius untuk sagitarius)
bagaimana keadaanmu di
New York?
mungkin sore ini
kau baru mandi
pakai daster merah
muda
kau menggeraikan rambutmu
melihat dari kaca jendela
cahaya melimpah dari
kubah Times Squares
bagaimana kuliahmu di
Santa Cruz
menyelesaikan
disertasimu tentang Khrisnamurti
syukurlah
bila kau baik saja
aku seperti biasa
murung
mabuk dan jemu
meski di tengah
kelimpahan cahaya matahari
liburan kemarin
aku menyusur laut
Sangir Talaud
di Menado menunggumu
di kebun vanili
terus ke Maluku
dan mengeringkan badan
waktu sore di
Cisurupan, Garut
terus ke Cilauteureun
Pameungpeuk
jadi, bagaimana
keadaanmu
ibumu yang sakit di
Michigan, apa sudah sembuh?
hidupku belum pasti
apa terus hidup menyendiri atau
suatu ketika
menikah…
(balasan dari sagitarius untuk aquarius)
“aquarius yang malang
aku sudah kenal
watakmu
kau tetap kanak-kanak
mengejar kunang-kungan
kesukaanmu pindah dari
satu tempat ke tempat lain
membaca buku belum
tamat yang satu pindah ke buku lain
begitu pula kau cepat
memuja
siapa yang percaya
pada sifatmu suka berubah
tapi aku suka pada
keterusteranganmu
tidak apa suatu ketika
kau akan tenang
di depan tungku
perapian
ketika halaman-halaman
naskah satu-satu kau bakar
tidak apa suatu ketika
kau tidur di kursi merasa
tidur di geladak kapal
berlayar ke tepi kutub
tenanglah dan tetaplah
pada kesukaanmu itu
sekuat dirimu teruslah
hidup menyendiri
akhirnya kau akan
bosan juga sampai akhirnya
memilih…”
2004
Ibu
di Kursi Beroda
Ibu di kursi beroda
dari jendela datangnya
ketika sore sendiri
menulis di meja kayu
jati
Berjatuhan
cahaya-cahaya
dari kerudung, kain
dan selopnya
“Kau tetap melihat jam
sampai ukuran-ukuran
yang dalam
sampai ke
dentang-dentang?
Masihkah kau membaca
mengusap huruf-huruf
di saat tidur
kau tetap mendengar
suara laut?”
Bandung,
1971
Siang
Hari Kapan Kau Datang
siang hari betapa jemu
orang belanja di mall
dan aku
seperti biasa
tak acuh atas semua
– bergegas
naik turun lift
menenteng tas
dasi berseliweran
di meja restoran
pisau mengerkah udang
lobster dan kerang
pelan melangkah ke
ruang pakaian
kain satin
korduroy
brukat
nafsu
memanggil-manggil dari dalam
pikiranku pucat
memandang kosong ke
depan
bayi kembali ke janin
tersentak
ketawa pelayanan
cekikikan
tas
topi tergeletak
ah, kapan kau datang
biar hanya sebentar
berlarian dari tengah
hujan
“apa kabar?”
2005
Rakaat
Sembahyang Tengah Malam
Rakaat sembahyang
tengah malam
kubawa dalam pelukan
Ah, apa yang dapat
dicapai dengan tangan
ketika berlari-larian
apa yang dapat dikejar
apa yang dapat
sekarang?
Dari tengah kota telah
ubanan
tahang-tahang air di
pinggir jalan
seorang tua datang
– dengan wajah putus
asa –
bawa linggis menggali
lubang
“Kami besok semua
binasa
rumah sakit itu
ranjang dan ranjang”
Dan daun gugur
dibawa angin
dari pulau ke pulau
“Masih adakah
harapanmu pada benih
terkubur jauh di bawah
palung
bayi memejam di
kegelapan kandang
cahaya jatuh dari daun
ke daun bakung?
Tahu kau, besok kota
akan binasa
datang angin dan
banjir?”
Sudah dibawa burung
kematian ada di lidah
darah di
tahang-tahang.
Rakaat sembahyang
tengah malam
gemetar dalam pelukan.
Bandung,1970
Kepada
Marry Mangunsong
Gadis cemerlang!
Sore ini aku akan
datang jam lima
sekarang jam 15.00,
16.30 dan hampir jam 17.00
Sudahlah betulkan
ikatan rambutmu
mari lewat kebun bunga
poppy
lewat jembatan kayu
pegang, pegang
dalam keributan
tawamu.
Singgah di
gedung-gedung tua
duduk di teras
batu-bata merah
lewat halaman
berkerikil
sambil tertawa-tawa
kecil
Berenang? Kau bertanya
Ya, bawa scooter-mu
ke pemandian. Di sana
dengan bunga
bougenville dan air
membersit di gunung-gunung kecil
menyelam hingga lupa
kalungmu, gelangmu,
cincinmu.
Lupakan juntaian kaki
dan kantuk datang di
siang hari
biar tertinggal
termos, remah-remah roti
saputangan, bungkus
gula-gula, jejak-jejak kaki.
1973
Hongkong
Kelam di luar restoran
terdengar suling
dan aliran sungai
bisikan dalam tongkang
Gadis yang malang!
mengayuh di tengah
hujan
ikut arus
terbawa malam
Nanti impian akan tiba
juga
kelipan bintang
menaburi restoran.
Alangkah lama! Katamu
yang menggigil kedinginan
Ya, alangkah lama …
1978
Tenggelam
Tidakkah hatimu runtuh
mengalir sungai di
tengah kota
jembatan tenggelam
setengahnya
dan toko rubuh
dan bank rubuh.
Bata demi bata
tenggelam
dan paling akhir jam.
Diangkat setelah
terbenam
masih bernafas
masih berdendang:
di manakah orang yang
suka lalu lalang itu?
Datanglah
Kegelapan
Akhirnya hanya kau
yang setia
datang menghibur
derita
perjalanan panjang
abad demi abad
duduklah,
kita cerita
kalah dan kematian
sebelum malam
makin pekat
dan mendekat
2005
Tentang Karno Kartadibrata
Karno Kartadibrata lahir di Garut, 10 Februari 1945. Menyelesaikan kuliah
di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, jurusan Bahasa Daerah (SUnda) di IKIP
Bandung (sekarang UPI). Bekerja sebagai wartawan sejak 1965 di koran Harapan Rakyat. Terakhir bkerja sebagai
redaktur di majalah Mangle. Kumpulan
sajaknya: Lipstick (1981), Parfum (1997) dan Dunungan Geura Jol Sumping (bahasa Sunda).
Catatan
Lain
Tak ada pengantar di buku ini, hanya ucapan terima
kasih kepada Jacob Sumardjo, Pesu Aftaruddin, Teddy Kharsadi, Rum Aly, Hasrul
Muhtar dan Purwoto Handoko karena memberitahu bahkan mendokumentasikan
puisi-puisi penyair dari berbagai media seperti di Majalah Horison, Basis, dll.
Ucapan terima kasih hanya 1 (satu) paragraf. Biografi penyair ada di sampul
belakang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar