Rabu, 12 Agustus 2020

Sultan Musa: MENDJAMU LANGIT REKAH

 

 

Data Buku Kumpulan Puisi

 

Judul: Mendjamu Langit Rekah

Penulis: Sultan Musa

Penerbit: Tidar Media, Magelang.

Cetakan: I, 2020

Tebal: 50 halaman (19 puisi)

ISBN: 978-623-7203-46-9

 

Sepilihan puisi Sultan Musa dalam Mendjamu Langit Rekah

 
Damai  yang  Hilang
 
Langit kelabu seakan merindu
Detak jantung berpacu candu
Irama beradu lugu
Hembusan angin berliku
 
Dalam derasnya aliran darah
Terpikir jiwa indah
Sirnakan raga terpaku merana
Sejenak tanpa tara
 
Dalam lamunan tak semanis madu
Relung jiwa berbilang semu
Menghilang betapa kelamnya dahulu
Melapang sesak sembilu
 
Mengenang lama yang tak berkesudahan
Berlarut pada diri perlahan
Tersimpan luka pada cabaran
Nyeri tersaji di atas tataran
 
#2019
  
Diserang Masa Lalu
 
Membentang di bawah
Memaknai sesuatu bayangan
Walau kelak akan retak
Menerawang iba menghampiriku
 
Berteduh di masa lalu
Bisa menjadi nestapa
Bisa menjadi bahagia
Menjelma meski dalam diam
 
Maka jangan kau kutuk masa lalu
Meski pengharapan tak berkesudahan
Meski dalam benak pelik
Menyentuh untuk disemogakan
 
Entah di mana dingin ini bernaung
Jurang kekelaman menabur empati
Terulur tangan selarut lirih
Walau langit sepi berparas senja
 
#2019
 
 
Ditandang Kenangan
 
Berlari kencang namun, tidak lesu
Berjalan ulang namun, tidak lelah
Itu sebuah kenangan...
 
Membujuk tidak mungkin, menjadi mungkin
Mereguk jauh, menjadi dekat
Kembali itu, gundah kenangan
 
Melangkah mungkin, menjadi tidak mungkin
Memantaskan dekat, menjadi  jauh
Karena itu, silau kenangan
 
Pada cangkang waktu
Kenangan hadir, bercinta sunyi
Kenangan hilang, bercinta sepi
 
#2020
 
 
Aku Seorang: Rindu
 
Siapa dirimu
Menyingkap kekuatan
 
Siapa dirimu
Menyimpan kemuliaan
 
Pada imaji
Dirimu menari!
 
#2019
 
 
Memoar Keharibaan
 
Ingin ku gapai tinggi gunung
Sembari memeluk erat dengan kecupan
Sebagai penawar sakit terhias di antara hidup
Dan selimut langit siap dibentangkan
 
Kudaki di antara hujan
Memaksa rindu berujar
Namun tak berjiwa
Tapi hanya jumpa gugusan awan
 
Gunung ini menggenggam tangan dingin
Meski mengawang-awang tanpa balasan
Tak memaksa untuk bergejolak
Tak memaksa untuk dipertemukan
 
Dan kini masih hadir di ruang tengkorak
Saling melengkapi
Saling mempercayai
Saling menjaga
Saling mengingatkan
Saling bahu membahu
 
Pada gunung kulihat mentari memantaskan diri
Mengalah pada awan hadirkan jingga
Seakan menggiring cakrawala
Ikuti saja hari berirama
 
Bukankah menakjubkan jika bersama
Menghantar pada  ranjang  raya 
Dengan doa-doa  resah
Menghaturkan segenap harapan
 
#2019
 
 
Kisah Singkat Tak Kerap Lengkap
 
Sebuah kisah
Menepis diri akan anggapan
Masih saja terlena oleh angkuh
Dalam rasa yang tak tersampaikan
 
Sebuah kisah
Menengadah akan asa yang kian memudar
Padahal dunia ini penuh fana
Menipu dalam sekejap
 
Sebuah kisah
Mengiyam rasa tanpa peduli
Walau kadang menyesali takdir seraya memaki
Akan harapan yang terbuang
 
Sebuah kisah
Pahitnya sebuah keheningan
Seperti fajar yang tak pernah lama
Padahal sama saja tak berdaya
 
Sebuah kisah
Jikalau mentari bisa mendengar
Pasti kan berceloteh
Seperti senja tak pernah lama
 
#2019
 
 
Menjadi Layak Oleh-Nya
 
Melalui jalan kurapal doa
Meski gelap gulita
Lantas kaki tetap mendorongku
Menuju segera bingkas meledak
 
Jalan ini seperti sauh yang telah di angkat
Menyuguhkan   ringkuk  kelaparan
Sembari jaring berkawan
Meski jenuh merasuki
 
Tetaplah teguh pada jalan ini
Menerobos penghalang cahaya
Menerpaku...
Menghampiriku...
Pada ayunan langkah perlahan
Kubawa turut serta
Merindumu...
Menantimu...
 
Pada jalan ini terlelap
Paras elok bisikkan aksara
Secercah purnama menari
Dalam alunan sunyi
 
Aksara tersusun rapi
Walau perlahan mengusik
Jalan ini memeluk pikiran
Dengan degup hening mencumbui
 
#2020
 
 
Pergolakan Keruh Kodrati
 
Sesampainya dia pandang
Tertulis petuah purnama kala
Berbisik sepatah nasehat
Coretan di ujung pena
 
Sebingkai alpa pada desiran sanubari
Dari reranting lirih mengingatkan
Menepi sejenak memeluk jarak
Dari kemarau ranum sunyi terjauh
 
Menghitung setiap kesempatan
Dengan sampiran jendela kenangan
Terlekas waktu mengingatkan
Semuanya berakhir disini
 
Seluruh perkataan setiap ujung
Melampaui sebagai dusta
Serta rapuh kian menganga
Yang letih pada kekar celah
 
Mengaji pada segala yang diam
Mengabadikan kerap damai
Menjemput tenteram dari suratan takdir
Seluruh kata lebih berarti
 
#2019
 
 
Gemintang Lembaran
 
Kertas terbuka
Lembaran berabad silam
Sebuah kata mengabadikan
Damai begitu ampuh
 
Setengah lembar robek
Terjaga gagah lipatan kitab
Ujungnya temaram sebuah makna
Sulur menyulur mengusir nasib
 
Sebagian ternyata lembar kosong
Berkutat tentang kodrat
Tapi akhir lembar
Ada indahnya berterima kasih
 
Halaman berharap diindera sepasang netra
Hanya sekedar untuk diingat
Tak begitu ambigu
Bahkan belum saja dimulai
 
Pungutlah sisa bait tertapa
Dari ampas kisah yang tak kerap usai
Bergelayut dalam pengap ruang
Untuk disadur: tidak lebih
 
#2020
 
 
Romansa Bisikan
 
Kelukur menjauh ikat janji
Bernaung dimana pun seperti merpati
Sikap  dalam  batas  tak  peduli
Terkoyak melepaskan sendi-sendi
 
Rasa sedih membuncah
Rasa dosa melelah
Angan kosong wujudkan keberanian
Raksa jiwa hadirkan keyakinan
 
Perihal suasana yang tenang
Panduan liku yang lapang
Lebih dalam...
Lebih nyala....
 
#2020
 
 

Tentang Sultan Musa

Sultan Musa berasal dari Samarinda Kalimantan Timur. sebagian karya tulisnya di himpun dalam beberapa antologi puisi maupun cerpen bertaraf Nasional maupun Internasional, seperti “Balikpapan Kota Tercinta Kumpulan Cerita Pendek” Jaringan Seniman Independen Indonesia 2008, “Hantu Sungai Wain” Kumpulan Puisi dan Cerpen Jaringan Seniman Independen Indonesia 2009, “Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia“ Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur Juli 2011, “Ketika Senja Mulai Redup Kumpulan Puisi” Kaifa Publisihing Bandung 2016, Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2017 “The First Drop The Rain” Wahana Resolusi Jogyakarta, 2017. Pada Juli 2018 puisinya lolos kurasi Antologi Puisi Penyair Dunia “Wangian Kembang: Antologi Puisi Sempena Konvesyen Penyair Dunia – KONPEN 2018” yang digagas Persatuan Penyair Malaysia dan diikuti sebanyak 11 Negara. Antologi Puisi “Dari Balik Batu-Batu Candi” Kelompok Pemerhati Budaya & Museum Indonesia (KPBMI) Jakarta 2019. Antologi Puisi “Jazirah 2 Segara Sakti Rantau Bertuah” Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2019. Antologi Puisi “Saat Berjumpa Di Kertas” Garis Khatulistiwa, Makassar 2019. Antologi Puisi "5:00" Ellunar Publisher, Bandung 2020. Antologi Puisi “Pringsewu, Kita Rumpun Di Tepi Way Tebu” Lampung, 2020. Antologi Puisi “Potret Kehidupan” 2020. Antologi Puisi Spiritualitas “Semesta Jiwa” Rumah Semesta Bali 2020. Antologi Puisi “Negeri Serumpun” Khas Sempena Pertemuan Dunia Melayu 2020 GAPENA & MBMKB. Antologi Puisi “Perempuan–perempuan Kencana – Serpihan Puisi Tentang Perempuan Istimewa “ Lingkar Studi Sastra Setrawulan 2020. Antologi Hari Puisi Dunia 2020 “Berbisik Pada Dunia” Yayasan Hari Puisi, Jakarta 2020. Serta tercatat pula di buku “Apa & Siapa Penyair Indonesia – Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Merupakan 10 Penulis Terbaik versi Negeri Kertas Awards Indonesia 2020 & Penyair Pilihan dalam even Antologi Puisi Bersama 2020 “Perempuan Istimewa” – Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA) 2020. Karya-karyanya dimuat di berbagai media massa serta laman daring online. Buku karya tunggalnya telah terbit di antaranya “Candramawa” 2017, “Petrikor” 2019 dan karya terbaru saat ini berjudul “Sedjiwa Membuncah” 2020. Untuk berkomunikasi dapat melalui email : seesultan@yahoo.com.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Puisi yang begitu dalam maknanya - ditunggu karya-karya selanjutnya
    (https://tulisandenpasar.blogspot.com)

    BalasHapus