Data
Buku Kumpulan Puisi
Judul
: Pohon tanpa Hutan
Penulis :
H.E. Benyamine
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin
Cetakan : I, 2014
Tebal : x + 136 halaman (118 puisi)
Editor : Hajriansyah
Desain sampul & layout : Ibnu Teguh W
Foto sampul : Asnadia Nasrun Thaher
Cetakan : I, 2014
Tebal : x + 136 halaman (118 puisi)
Editor : Hajriansyah
Desain sampul & layout : Ibnu Teguh W
Foto sampul : Asnadia Nasrun Thaher
Pohon tanpa Hutan terdiri atas 5 bagian, yaitu Dikepung Kehilangan Harapan (15 puisi), Bulan Seribu Bulan (31 puisi), Kekasih (24 puisi), Perjalanan (33 puisi), dan Hutan, Hujan dan Bencana (15 puisi)
Beberapa pilihan puisi H.E. Benyamine dalam Pohon tanpa Hutan
Rindu
yang Kumau
Rindu
yang kumau tak berujung
hingga
waktu menyerah bersamaku
Sejak
kau tanam dirimu di hatiku
teramat
bebas kerinduan menjadi
Banjarbaru,
19 Agustus 2011
Anugerah
Warna
Warna ungkap penampakan berbeda
hanya melukis saat cahaya ada
selebihnya kita adalah buta
hanya keyakinan menuntun jiwa
menuju adanya yang Maha Terang
hanya melukis saat cahaya ada
selebihnya kita adalah buta
hanya keyakinan menuntun jiwa
menuju adanya yang Maha Terang
Dalam gelap hilang yang berbeda
dimana kita hanya satu yang terikat
sama dalam harapan
rasakan anugerah perbedaan
membiarkan yang lain memilih warnanya
dimana kita hanya satu yang terikat
sama dalam harapan
rasakan anugerah perbedaan
membiarkan yang lain memilih warnanya
Banjarbaru, 9 Maret 2009
Gambut
Air berdaulat dalam kubangan
Menggenang membangun hutan
Keragaman yang memikat
Menyerap dan menyimpan karbon
Menggenang membangun hutan
Keragaman yang memikat
Menyerap dan menyimpan karbon
Kerapuhan yang penuh warna
Hancur untuk tidak kembali
Hancur untuk tidak kembali
Banjarbaru, 1 Mei 2003
Nantikan
Kasih Sayang
Tunggu tanggalnya
akan
kucurahkan habis
segala rasa yang bertumpuk
kasih sayang yang membukit
segala rasa yang bertumpuk
kasih sayang yang membukit
Biarlah bara rindu mendebu
bertebaran
menyambut angin
teguh nanti saatnya tiba
jamuan cinta yang seragam
teguh nanti saatnya tiba
jamuan cinta yang seragam
Ingatlah tanggalnya!
karena
aku ada hanya saat itu
dengan beban kasih sayang tertahan
saat lainnya sibuk membudak
dengan beban kasih sayang tertahan
saat lainnya sibuk membudak
Banjarbaru, 9 Februari 2009
Menulislah Saat Kau Ada
Jangan
membaca puisi cinta, saat engkau menulis rasa gumpalan cinta
rindu
menggunung
Jangan
bertanya kepada penyair cinta, saat engkau sedang menulis betapa
ingin hatimu mendengar semerbak wangi kabar
Jangan
berhenti berharap cinta, saat engkau sudah menulis ungkapan jiwa
merindu
membiru menabrak seribu halangan
Jangan
tunjukkan ketegaran meramu senyum, saat engkau mulai menulis
kerapuhan
diri dalam kebimbangan gejolak batin merayu sahdu
Jangan
mengeluh atas dirimu, saat engkau mau menulis kepaduan diri
biarpun
berlinang membasah betapa kuat dorongan memendam rindu
Jangan
malu senandungkan puisi cinta, saat engkau menulis rangkaian
kata
yang terbatas.
Jangan
serius menatap matahari, saat engkau telah menulis bertahta
matahari
dalam diri.
Jangan
bosan merangkai makna penantian, saat engkau baru menulis
tunggak
keberanian menjemput rindu
Jangan
tidak menulis, saat kekasih merindu lautan tinta menulis sekuntum
bunga
bercahaya kata.
Menulislah,
saat kau ada.
Banjarbaru, 25 Desember 2008
Banjir
Banjar
Seribu sungai sudah ditelan seribu
lupa
Bayangan seribu sungai masih melintasi malam yang pekat
Senandung aliran masih terdengar di akhir malam
Bayangan yang bersenandung tentang seribu kelupaan
Bayangan seribu sungai masih melintasi malam yang pekat
Senandung aliran masih terdengar di akhir malam
Bayangan yang bersenandung tentang seribu kelupaan
Banjir ratakan permukaan
Buangan mengikuti arus
Berarak dalam barisan aliran
Berpadu menatap muara
Buangan mengikuti arus
Berarak dalam barisan aliran
Berpadu menatap muara
Seribu sungai menggandeng hikayat
Senandung banjir bandang membayang
Hikayat aliran yang menyempit
Hilang tertimbun sampah
Senandung banjir bandang membayang
Hikayat aliran yang menyempit
Hilang tertimbun sampah
Seribu sungai menjadi telaga maut
Pekat menghitam gelapkan mata
Menyisakan seribu ratapan
Mengalir ditelan waktu
Pekat menghitam gelapkan mata
Menyisakan seribu ratapan
Mengalir ditelan waktu
Banjarbaru, 29 Desember 2007
Pohon
Tanpa Hutan
Kebuasan masih meraja rela
Hukum rimba yang masih ada
Yang lemah yang kalah
Ketidakberdayaan menjiwai pasrah
Hukum rimba yang masih ada
Yang lemah yang kalah
Ketidakberdayaan menjiwai pasrah
Hutan belantara yang mana tersisa
Hingga manusia menjadi serigala bagi sesama
Yang kecil yang tersingkir
Kemiskinan mengelilingi yang kikir
Hingga manusia menjadi serigala bagi sesama
Yang kecil yang tersingkir
Kemiskinan mengelilingi yang kikir
Hutan hanyalah kenangan
Pohon tumbuh tanpa hutan
Yang miskin yang bersabar
Kebiadaban tetap subur
Pohon tumbuh tanpa hutan
Yang miskin yang bersabar
Kebiadaban tetap subur
Bencana berencana
Melahap semua
Yang dhuafa yang berqurban
Kebodohan yang memisahkan pohon dari hutan
Melahap semua
Yang dhuafa yang berqurban
Kebodohan yang memisahkan pohon dari hutan
Banjarbaru, 12 Februari 2003
Sungai
Minta Mati
Aliran tersumbat berdarah darah
Mengalir terseret aniaya
Hilir meranggas hulu luka bernanah
Menjalar tanpa arah menarik yang tak berdaya
Mengalir terseret aniaya
Hilir meranggas hulu luka bernanah
Menjalar tanpa arah menarik yang tak berdaya
Oh! Mimpi buruk sungai sekarat
hampir tenggelam
Bangunlah! Sungai berdarah-darah memohon mati
Tak tahan mendendam memikul kelam
Minta mati! Hingga terkubur tak berarti
Bangunlah! Sungai berdarah-darah memohon mati
Tak tahan mendendam memikul kelam
Minta mati! Hingga terkubur tak berarti
Banjarbaru, 10 januari 2009
Tabir Mana yang Kau Singkap
Ketika malam memilih sendiri
tabir mana yang kau singkap
sedang mentari teramat setia menanti
sembunyi hingga gelap menemukannya.
Langit terbelah bagai lintasan Musa
Lalu cahaya menembus jiwa-jiwa yang tenang
sedang kau sibuk mencari hatimu
terpana menggenggam suluh yang padam.
Banjarbaru, 18 Agustus 2011
Malam
Berbisik Ajak Terjaga
Terasa mendekat masa penantian
mengembara
tangan ku erat memegang bilangan
tersisa
biar kerinduan hapus jarak dan ruang;
membanjiri hati
keharuan sunyi kehilangan tempat
sembunyi
Malam berbisik ajak terjaga
susuri detak kebahagiaan yang
menjalar
mengalir kidung merasuk aliran darah
degupkan dada
keharuan sunyi tertahan menjemput
fajar
Kerinduan menyatu darah
tangan ku kuat menggandeng bilangan
tersisa
biar perpisahan di depan mata; siap
berlabuh
kembangkan layar bersama
pengembaraan ku di dunia
Banjarbaru, 3 September 2010
Lubang
Tambang
Lubang-lubang raksasa menantang langit
Sembunyikan duka samarkan rasa takut
Hilang sudah keragaman dan kerabat dekat
Dibabat gelombang gemerlap khianat
Lubang hitam terbengkalai
Bergelimpangan dengan perut terburai
Sadis tergambar pembunuhan berantai
Meradang ditusuk bertubi-tubi
Bergelimpangan dengan perut terburai
Sadis tergambar pembunuhan berantai
Meradang ditusuk bertubi-tubi
Berkubang air mata saat hujan
menyapa
Menganga kaku, “Mengapa tidak kau ratakan saja!”
Hanya gemuruh mesin hisap jeritan luka
Kenikmatan laknat melahap bangkai sesama saudara
Menganga kaku, “Mengapa tidak kau ratakan saja!”
Hanya gemuruh mesin hisap jeritan luka
Kenikmatan laknat melahap bangkai sesama saudara
Banjarbaru, 26 Februari 2009
Hutan Rumah Bersama
Masih terbayang hijau terhampar
teduh menyapa
luasan yang berdesir mencumbu angin segala penjuru
menyentuh imajinasi kehidupan bermakna
rumah bersama terbentang luas menyatu
luasan yang berdesir mencumbu angin segala penjuru
menyentuh imajinasi kehidupan bermakna
rumah bersama terbentang luas menyatu
Masih ada hijau terlihat di sana
terkepung hamparan meranggas menahan pilu
betapa keserakahan melahap semua
hingga bencana bermuka seribu
terkepung hamparan meranggas menahan pilu
betapa keserakahan melahap semua
hingga bencana bermuka seribu
Masih ada sisa hijau bertahan penuh
daya upaya
meluruh daun kering menjamu kemarau
terancam nestapa kebakaran yang membara
terus menciut jagal setia menunggu
meluruh daun kering menjamu kemarau
terancam nestapa kebakaran yang membara
terus menciut jagal setia menunggu
Masih segar teringat banjir memberi
duka
yang hidup tertimbun tanah terbujur kaku
juga kering rekahkan tanah menahan luka
yang hidup tercekak tatkala air begitu saja berlalu
yang hidup tertimbun tanah terbujur kaku
juga kering rekahkan tanah menahan luka
yang hidup tercekak tatkala air begitu saja berlalu
Masih nampak hamparan kritis merata
angkara baru menghisap sambil bergurau
tekanan bertubi-tubi semaikan bibit lupa
hingga hijau tersisa menjerit parau
angkara baru menghisap sambil bergurau
tekanan bertubi-tubi semaikan bibit lupa
hingga hijau tersisa menjerit parau
Masih rutin mimpi buruk hadir bercanda
kebakaran kemarau berpesta tinggalkan abu
betapa kabut asap gantikan udara
sungguh teraniaya hutan hanya terangkut kayu
kebakaran kemarau berpesta tinggalkan abu
betapa kabut asap gantikan udara
sungguh teraniaya hutan hanya terangkut kayu
Masih ada tunas hijau kuatkan asa
biar merangkak tertatih hadirkan pucuk hijau
tak hiraukan kerusakan yang terus mendera
melawan keserakahan semangat menanam terpacu
biar merangkak tertatih hadirkan pucuk hijau
tak hiraukan kerusakan yang terus mendera
melawan keserakahan semangat menanam terpacu
Masih ada harapan terhampar hutan
belantara
betapa masih banyak orang yang hirau
rumah bersama tautkan hati satukan jiwa
ada jalan selain keserakahan teguh menghalau galau
betapa masih banyak orang yang hirau
rumah bersama tautkan hati satukan jiwa
ada jalan selain keserakahan teguh menghalau galau
Masih terbayang pandangan teduh
saat buka mata
hijau menari elok terbelai bayu
tiada kebanjiran menggauli musim hujan sehangat asmara
tiada kekeringan menghantar kemarau
hijau menari elok terbelai bayu
tiada kebanjiran menggauli musim hujan sehangat asmara
tiada kekeringan menghantar kemarau
Banjarbaru, 4 Agustus 2009
Nikmat
Melimpah
Mata hati tertusuk ilalang
Terbawa hasrat memeluk bintang
Yah! Mengutuk nasib berulang ulang
Saat malang jadi penghalang
Terbawa hasrat memeluk bintang
Yah! Mengutuk nasib berulang ulang
Saat malang jadi penghalang
Selera hidup lahap dunia tak
kenyang-kenyang
Lupa diri mabuk kepayang
Nikmat melimpah dirampas muntah-muntah tiada kepalang
Dustakan! Saat rasa syukur menghilang
Lupa diri mabuk kepayang
Nikmat melimpah dirampas muntah-muntah tiada kepalang
Dustakan! Saat rasa syukur menghilang
Banjarbaru, 13 Januari 2009
Saat
Ku Terbangun yang Hanya Sesaat
Saat ku terbangun, ku bercumbu
mimpi
mata merasa indahnya pelangi
pemandangan
telinga mencium kabar telaga
kerinduan
hidung mendengar aroma wangi
kekasih
mulut melihat nikmatnya pertemuan
bahagia
Saat ku tertidur, rahasia atas
diriku
masihkah duduk, berbaring, dan
berdiriku mengingatMu?
kutanyakan itu; saat ku
terbangun yang hanya sesaat
Banjarbaru, 1 September 2010
Kau
Memasuki Jantungku
belantara mengasihiku, bebas
kau temukan aku
bagai pepohonan telah
terbakar
langsung debarkan jantung
mengiringi ketiadaan hadirmu
tak ada tempat sembunyi
kau berdetak dalam sunyi
juga hiruk
sungguh dekat, begitu lekat
selalu saja, kau hadir
impian
tiada jarak sisakan sekat
lintasan waktu hapus
kenangan
sungguh lekat, begitu hati
pekat
matamu pencarianku pada
pelangi
lorong mistis pacu gemuruh
jiwa
daya angkuhku serupa perupa
hilang visi
jantungmu, adakah gelisah?
badai mana mampu ganggu
jantungku
tak beraturan berdegup
kau memasuki jantungku
belantara mengasihiku, kau
bebas
sungguh damai, begitu dekat
tanganmu menggenggam yakin
tumbuh wangi harapan
mengalir menyusuri rindu
mendekap tak berhenti
Banjarbaru, 27 Januari
2014
Wabah
Lapar Dahaga
Hiduplah hidup yang hidup menghidupi lumbung
lambung
setiap saat memekikkan perih lalu meringkih
lantang lapar dahaga mengumandangkan merdeka
menggoda perut merebut kekuasaan
merunduklah kepala-kepala buat senang perut
perut sebarkan wabah menjilat lapar dahaga.
Hidup perut hiduplah hidup
mulut-mulut kekuasaan tertukar perut
menganga saja
hingga punah kata penuh
Lapar dahaga pandangan hidup perut, dan
koruptor pilihan profesi favorit
dalam lindungan kekuasaan perut
Banjarbaru, 15 Agustus 2011
Rindu Ramadhan
Hamparan kerinduan bergelora
Persembahan hanya kepada pemilik
hidup
Yang memberi seribu jalan menuju
taqwa
Kerinduan tanpa perlu dihormati
makhluk
Merasakan tanpa membebankan orang
lain
Dahaga dan lapar hanya sementara
Bulan seribu bulan yang pasti
Tanpa menuntut semua puasa
Hanya kerinduan yang menuntun
Bulan seribu bulan berkah dalam
setahun
Meleburkan rasa paling taqwa dalam
diri
Hanya pemilik hidup punya
perhitungan
Dahaga dan lapar coba ringankan
beban
Pedagang makanan bukan godaan
Tempat hiburan tiada rusak
perhitungan
Bulan seribu bulan nikmat yang
merindukannya
Merasakan dalam kendali diri
Menunda yang halal karena rindu
Banjarbaru, 25 September 2007
Kamulah Kesepian Itu
Hujan badai tak menahan kerinduan
bergemuruh menyapa hingga langit
ketujuh
tatkala hati tersentuh angan
kesepian menyelinap lupakan waktu
meluruh
Tak terasakan ada kesepian
manakala rasa rindu masih terjaga
jika kesepian ada membayangi
perjalanan
maka kamu lah kesepian itu dalam
dada
Tak usah bayangkan bagai pengisi
kesepian
tak ada penjaga kesepian indahkan
taman hati
andai kesepian ada membara jemput
impian
maka kamu lah kesepian itu mengada
dalam diri
Kamu lah kesepian diriku
menghisap gunung-gunung membalik
lembah-lembah
hentikan hujan badai kegelisahan
kalbu
kesepian bagai pelangi ditinggal
hujan yang sungguh indah
Banjarbaru, 27 Februari 2010
Engkau Sangat Dekat
: SS
Ya Allah, tidak pernah kucari
Engkau, karena aku yakin Engkau mengawasiku;
yakin itu bumi Mu; langit itu juga,
begitu juga samudera, burung-burung yang membelai angin meraba daun, mereka
yang berhatap langit terhimpit ruang, juga mereka yang tertimbun harta, dan tak
terkecuali kekasihku juga diriku ini.
Aku tahu Engkau sangat dekat;
hingga aku tidak bisa mencintai
Engkau, karena bila aku rasakan itu terasa mencintai diriku sendiri, lalu aku
menyombongkan diri. Aku melupa. Tampil menyempurna genggam kebenaran,
menjilat-jilat luka bernanah, tampak neraka dari mulutku menghambur; baru saja
aku mengutuk pelacur yang melintas dihadapanku, menjahanamkan mereka yang
kuanggap sesat, mengkafirkan mereka yang kuanggap musuh agama, mengadili mereka
yang meyakini jalan pilihannya menuju kebenaran yang kuanggap di jalan gelap
dan berliku.
Aku mendengar dan yakin bahwa
Engkau sangat dekat;
terperanjat baca status facebook
(SS), “Ya Allah aku berlari kian kemari mengejar sekedar asa yang semuanya
milikMu…Duhai Rabbku yang Maha Tinggi, ternyata kau ada di sini…bersemayam di
bilik hatiku, berkuasa di jiwaku”. Jika Engkau bersemayam di bilik hatinya,
lalu siapa yang bersemayam di bilik hatiku? Menguasai jiwaku!
Tahukah aku siapa yang bersemayam
di bilik hati sang pelacur yang kukutuk itu; meskipun aku dengar cerita yang
memberi minum anjing, siapakah yang bersemayam di bilik hati mereka yang aku
nyatakan sesat, siapakah yang bersemayam di bilik hati-hati pencari kebenaran
yang tidak sama dengan keyakinanku. Hanya Engkau yang tahu! Lalu mengapa aku
mengutuk semua itu? Membuat diriku tidak bisa berlaku adil, kemudian bersuara
atas nama-Mu.
Aku yakin Engkau sangat dekat,
menguasai jiwaku;
jagalah diriku agar tidak terbenam
dalam kesombongan dan melupakan adanya diriku sebagai hamba-Mu, juga mengingat
sifat kefanaan diriku yang selalu membutuhkan petunjuk-Mu, meski telah Engkau
ajarkan tanda-tanda dan nama-nama.
Banjarbaru, 27 April 2010
Tentang
H.E. Benyamine
Bang Ben, begitu ia sering dipanggil,
saya kira termasuk orang yang pelit membagi biodata :D. Salah satu pegiat
sastra di Minggu Raya, Banjarbaru ini, memberi data yang sepatah-sepatah di
blog maupun di akun facebooknya. Biodata berikut diambil dari berbagai sumber,
tapi terbanyak dari salah seorang pegiat sastra Kandangan, Akhmad Husaini, dalam tulisannya di Kompasiana. HE
Benyamine kelahiran Martapura, 9 Oktober
…., pernah sekolah di SMPN 1 Rantau, Kab. Tapin dan SMAN 1 Rantau, Kab. Tapin.
Mempunyai seorang isteri bernama Swary Utami Dewi. Dikaruniai tiga orang anak
yakni Alif Yusuf Vicaussie, Meutia Swarna Maharani, Rama Arsya Atsil Buan.
Pendidikannya S1 Teknik Elektro UKI Jakarta. S2 Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
Tinggal di Banjarbaru.
Yap,
menjelang akhir, saya ingat ada clue yang memungkinkan saya mengintip
biodatanya. Ya, Akta Notaris Yayasan Kamar Sastra Nusantara. Saya masih ingat
di situ saya bisa tahu nama asli bang Micky Hidayat yang ternyata bernama KTP
May Hidayat. Saya masih ingat, dulu Sastrawan Banua Haji Iberamsyah Barbary
yang bela-belain datang ke Sambang Lihum untuk ngasih akta notaris itu. Dan inilah
hasilnya: H.E. Benyamine, memiliki nama panjang Hamdan Eko Benyamine, lahir di Martapura, 9 Oktober 1967. Tinggal
di Kelurahan Guntung Paikat, Banjarbaru Selatan.
Catatan Lain
Minggu Raya, sebuah wilayah tegak lurus
balaikota Banjarbaru, hanya terpisah oleh lapangan Murjani, adalah sebuah
tempat wisata kuliner, yang terkenal sejak dulu-dulu. Sempat tergusur agak ke
dalam, menjauhi jalan utama, meloncat satu kapling, itu yang saya ingat selaku
warga Banjarbaru. Saat ini, di tengah-tengah Minggu Raya ada dibikin panggung
sederhana dan ada warung (semacam warung seniman) di mana beberapa seniman
kerap berkumpul. Entah merencanakan sesuatu, berdebat, atau hanya mengobrol
santai. Kini tiap bulan, ada kegiatan “memuliakan” puisi yang dinamakan Poetry Action, tempatnya ya di Minggu
Raya itu. Biasanya waktu yang dipilih hari Jum’at malam. Nah, salah satu
penggiatnya adalah orang yang sering dipanggil kawan-kawannya sebagai Bang Ben
itu. Kini sekumpulan “orang aneh” itu pun suka mengisengi mereka yang berwisata
kuliner di Minggu Raya untuk membaca puisi. Tak peduli siapapun dia. Tentu
mereka menyediakan bahan (buku puisi dan semacamnya). Bermodal rayuan gombal,
mereka pun membujuk orang-orang yang tak tahu apa-apa itu untuk membaca puisi,
tak peduli pembacaannya bagus atau pas-pasan, pede atau grogi, meyakinkan atau
berkeringat dingin. Mereka membuat pin bertulisan “Aku telah membaca puisi di
Minggu Raya”, memfoto pembaca puisi yang naas itu lalu mempostingnya di
facebook, di grup Masyarakat Sastra Kalimantan Selatan.
Berikut postingan awal tentang H.E. Benyamine sebelum bukunya terbit:
Berikut postingan awal tentang H.E. Benyamine sebelum bukunya terbit:
sumber foto: Facebook, Yudhist Wira |
Judul
: Menulislah Saat Kau Ada (sementara itu dulu, nunggu bukunya terbit. hehe..)
Penulis:
H.E. Benyamine
Sumber
puisi: http://borneojarjua2008.wordpress.com/category/puisi/
Jumlah
puisi: 84 judul puisi (belum termasuk satu puisi di laman “Kata Tertulis”)
Kategori
puisi: 65 postingan (Sebenarnya 71 postingan, antara Postingan 3 dan 4, ada
postingan tak tercatat 6 buah)
Mulai
postingan 17, 1 postingan = 1 puisi
Postingan
32 = Postingan 28, Judul puisi pun sama: Saat Ku Terbangun Yang Hanya Sesaat
Rentang penulisan puisi: 11
Februari 2003 sd 27 Januari 2014
Beberapa pilihan puisi H.E. Benyamine dalam blog Borneojarjua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar