Kamis, 05 Mei 2016

Dimas Arika Mihardja: DEKAP AKU, KEKASIH




Data buku kumpulan puisi

Judul : Dekap Aku, Kekasih
Penulis : Dimas Arika Mihardja
Cetakan : I, Januari 2014
Penerbit : Bengkel Publisher, Jambi.
Tebal : vii + 107 halaman (100 puisi)
Desain cover, lay out : Haris Fadhillah
Penerjemah ke bahasa Inggris : Noor Aisya (Singapore)
Pembaca ulang terjemahan : Dr. Sugeng Purwanto
Sumber e-book : www.issuu.com

Dekap Aku, Kekasih terdiri dari 2 bagian, bagian pertama memuat 50 puisi berikut terjemahannya ke Bahasa Inggris (total 100 puisi), bagian kedua memuat puisi-puisi persembahan oleh penyair lain (13 puisi).

Beberapa pilihan puisi Dimas Arika Mihardja dalam Dekap Aku, Kekasih

MUNAJAT SAYAP

sayap yang memikat tumbuhlah
di tubuhku

lewat kepaknya ingin kunikmati sayatan
dan pahatan isyarat langit

sayap, bawalah aku mengangkasa
mengagumi singgasananya

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


SAJAK PERAHU

perahu perahan jiwaku melaju menujumu, kekasih
berselancar di kedalaman debar kerinduan

kecipak air membasuh jiwa resah
basah pula harap nan lindap

pada tiang layar angin gemetar
engkau kian samar dan aku serupa camar
yang menggelepar

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010



SERENADA CINTA
: spesial untukmu dan untuk-mu

senja tibatiba berkabut, kusebut namamu
dalam hening ranting kering. jemari waktu menuding
dikening. sajadah menghitam basah
dibasuh resah yang buncah. tapi aku mengerti
engkau menguji betapa warna sebuah hati

malam tiba mencengkam. engkau selalu memisteri
dalam isyarat kelam kelambu tidur-jagaku. angin risik
dan aku bergegas menangkap isyarat
dan bisik lembutnya. aku menangkap
dan menangkup dingin air. membasuh resah
di kedalaman sembah

pagi mendadak datang lagi. aku baru saja duduk
diaduk kecamuk. seperti nyamuk, aku pun terbang
menuju pulang untuk menemuimu. engkau telah siap
dan berucap: hisaplah aku sepenuh dekap

waktu berganti wahyu. engkau taburkan aneka tanda
di hamparan semesta. aku merayap memunguti tanda-tanda
kebesaranmu. pada jejak yang sesak oleh isak
kutemukan diriku terus menggapai puncak
cintamu!

Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010


WAJAH IBU

pepohon rindang daun adalah engkau, ibu
tak lelah mengairi dan mengalirkan embun di musim kemarau
engkaulah, wajah yang bukan sekedar wajah
semata tengadah pada bulan merah jambu
sebisa pasrah pada buaian rindu

telaga warna adalah wajahmu, ibu
merenda kenangan menyulam riak
dan ombak kasih sayang. engkau ngalir
dalam nadi menjadi energi mewarnai pelangi

dangau persinggahan adalah juga wajahmu, ibu
sebuah tikar kesabaran tergelar
di altar persembahan

ibu ialah laut biru
di luas hatiku

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


PANORAMA SENJA
(buat sahabat batinku)

alam diamdiam menyediakan kearifan
sebelum matahari merendah, warna pelangi menari
mewarnai sanubari. angin mengendap
mengusap daundaun jati

bukit terkadang tersaput kabut
jalan pendakian terjal dan berbatu
sungai tak lelah menggericikkan bulir air
menuju ke muara atau ke laut
tempat segala cinta bertaut

saat matahari merendah
kabut bersujud di atas tanah basah
embun meneteskan kilaunya pada musim pancaroba
mendesahkan risalah dan berjuta kisah

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


DI DADA, WAKTU

di dada, waktu tumbuh menyemak
dan jejak sajak lupa kau simak. ia
meriwayatkan semesta, merekam
aneka kejadian.

di dada, waktu terus berbiak
pohon hayat mendedahkan aneka isyarat
ayatayat menyayat
atau keluh yang pekat

di dada, waktu terus berlalu
jemari tanganku tak lelah menangkap kelebatmu
mengabadikannya di kedalaman mimpimimpi indahmu

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


ISTRIKU

istriku, nurani
tak pernah bisa tidur
ia berjaga di kasur di dapur di sumur
sepanjang umur

istriku, nurani
suka memasak kenangan
merebus kehangatan
menanak hati

istriku, nurani
hadir di muka kelir
sampai cerita berakhir

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


MEMBACA WAJAH CINTA

kueja segala wajah kata sifat lewat tabiat
kueja segala wajah kata benda lewat berhala
kueja segala wajah kata kerja lewat karya

sajadah menghitam basah
gairah resah membuncah

kukenali wajah isyarat
pada ayatayat

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


MENYUNTING WAKTU

kau bertanya, untuk apa kalian menungguku?
aku akan hadir dan mengalir
menyihir mereka yang terlena
aku ada bersama saat orangorang merasa tersayat
kemudian melayat langit dengan ratap tangis gerimis
meratap dengan doa penuh damba
melaratkan harap dan cemas yang netes sepanjang ruang

aku akan datang melenggang
menyapu sesiapa yang ragu
menggilas sesiapa yang malas
tapi jangan cemas, aku juga mengantarkanmu meraih emas
aku datang hanya untuk kembali pulang
sekali melenggang dan bergoyang

demi masa
orangorang bertandang
dan berkubang
atau sekadar berkabung
meratapi atau mensyukuri kelebatku!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


JANUARI 2010

kalender bertanggalan
tiap detik menitiklah darah kepedihan

waktu melesat
menyayat pohonpohon hayat

grafiti dan kaligrafi
mengabadikan puisi

orangorang lahir
mengalir di kedalaman pemaknaan

sampan dan perahu melaju di hati
mengusung keranda duka

jalan penuh pendakian dan tikungan
di puncak tanjakan januari terkapar
sendirian

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi Akhir Januari 2010


WAJAH PUISI, HARI INI
: buat pemahat makna

kata bergegas menjalin frasa
merenda makna
berkelindan dengan keindahan

ia lahir dari rahim kehidupan
tumbuh dalam asuhan kasih sayang
kadang ia melambaikan isyarat gerak, warna, dan angka
atau menggoda suasana

ia berkelana masuk ke dalam hutan dan lembah
merambah jalan pendakian dan tikungantikungan
dan kadang tersesat atau terkesiap
membaca jejak sajak yang penuh sesak

sebuah sajak tergeletak
tak perlu isak
beri aku satu yang paling tuak!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


KALIGRAFI, HARI INI

seluas hati, hari ini aku tenggelamkan diri
di kedalaman kaligrafi. memahat huruf menjadi kata
sepenuh hayat. aku ingin merasakan kehanyutan
dalam buaian ayatayat. ratap yang menyayat
sepenuh pikat

kupahat hurufhuruf, kulukis tasawuf pada dinding hati
yang selalu merinding. aku hanyalah debu pada figura
yang kaupajang di dinding waktu. sebagai debu
aku ingin membasuh luka ditusuk sembilu
sembilanpuluhsembilan namamu

kaligrafi selalu memisteri. engkau berlari
setiap kali ingin kumengerti. engkau selalu hadir
mengusik tidur-jagaku pada malammalam padam lampu
bagaimana bisa aku membaca isyarat yang kau pahat
pada kelebat bayangmu?

Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010


DEKAP AKU KEKASIHKU

dekap aku dan jangan lepaskan
hirukpikuk jalanan menjajakan daging dalam deru nafas
terengah. aku tak mau daging yang hanya akan membusuk
dan uap baunya sampai ke api pembakaran

dekap aku dan jangan lepaskan
cericit binatang malam dan angin jahanam hanya menikam
kemaluan. aku tak mau malu yang terus memburu
tiap waktu. aku tak mau hanya menjajakan cumbu rayu
mengajak masuk di dalam semaksemak waktu

dekaplah aku dan jangan lepaskan
di pusat kota, di penat kata aku ingin rebah
mendesahkan namamu. merenda makna ada
dan tiada tanpa ada yang menggoda
dekaplah aku sepenuh dekap
dan jangan lepaskan pelukan sehangat genggam

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


MANISKU
(Faradina & Ula)

kucing dalam darah mengeong dengan resah
menjilatjilat bibir malam. ia ingin membuka rahasia
cinta dengan berjuta doa.

kucing dalam aortaku berontak. lasak. lari
menabrak dan masuk ke dalam gelap. mataku berkilau
serupa cahaya lampu yang berkelip
dalam dadamu.

seperti katakata ia melata, merayap, berkelebat
jalin-menjalin menjadi frasa
untai-menguntai menjadi wacana
terangkai jadi permata yang kukalungkan pada lehermu:
kekasih!

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


DI PUNGGUNG BUKIT

duduk di atas undakan peradaban
bukitbukit tersaput kabut
hanya punggungmu bergaris
meriwayatkan gerimis

panorama alam benda direnda jadi wacana
dipuja oleh siapa saja
kecuali pejalan sunyi, sendiri
menganyam puisi dan membacanya di batas kata
yang menggigilkan makna

di punggung bukit kurakit kesaksian
sepenuh erang
kesakitan

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


CINTA, SELAMANYA

cinta, selamanya
hanya bisa disebut
dibalut kabut

cinta, selamanya
berbunga nirwana
tapi juga bertangkai neraka

cinta, selamanya
seperti udara memberi nafas
gelora yang mengombak di dada

cinta, selamanya
hanya memberi dan tak meminta
sesiapa yang memberi akan menikmati
sesiapa yang hanya mendamba akan menderita

cinta, selamanya
terasa menyiksa
lukanya seluas samudera
nikmatinya menembus angkasa

cinta, selamanya
tak pernah bertanya
tak pernah tersesat di rimba gelap

cinta, selamanya
menyelam di kedalaman rasa
cinta

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


METAMORFOSIS

kubawa buku, tapi bukan wahyu
wajah waktu terlukis sebagai grafiti
pada dinding imaji

serupa burung, aku merenung
orangorang terkurung sarung, terbelit jarit
menjeritkan nganga luka

kau berjanji dan bernyanyi, seperti iklan televisi
penuh gerak dan gelak
tapi tak berpihak. sesiapa merasa diinjakinjak
perih kehidupan makin tampak
menggelegak di dada, luka

“dada, selamat tinggal” ujarmu berlalu
meniti kabelkabel yang ruwet
membahasakan peradaban

kubaca buku, nganga luka itu
juga tetesan darah, meriwayatkan genangan kenangan
gunung kecemasan
gaung kekecewaan

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010


Tentang Dimas Arika Miharja
Dimas Arika Mihardja (DAM) adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Jogjakarta 3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan dis­ertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003). Sajak-sajaknya terangkum dalam an­tologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Pui­si Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Ber­detak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri dan Telanai Printing Graft, 2003). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, puisi, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa Koran, antologi bersama dan jurnal-jurnal ilmiah. Dan sejak 2010, bertepatan dengan milad penyair ke-50, DAM rutin menerbitkan serangkaian buku puisi terkait milad, yaitu Beranda Senja (Antologi puisi Indonesia Mutakhir, 2010), milad ke-51: Senja di Batas Kata (Antologi Puisi Karya Penyair Nusantara Raya, 2011), milad ke-52: Je­jak Sajak (Penyair Indonesia Mutakhir, 2012), milad ke-53: Sketsa, Sajak Dimas Arika Mihardja (2013), Milad ke-54: Nikah Kata-kata (bersama penyair Singapore Rohani Din, 2013), dan milad ke-55: buku ini.


Catatan Lain
Satu yang menjadi penanda dari puisi-puisi Dimas Arika Mihardja dalam buku ini adalah tulisan di bawah puisi: “Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi” yang diikuti dengan tahun penciptaan. Hehe.
Tapi kukira itu tak penting untuk dibicarakan. Yang jelas, penyair menulis prolog untuk kumpulan ini, yang dalam satu paragrafnya berujar: “DEKAP AKU, KEKASIH memiliki acuan hubungan horizontal sesama ma­nusia dan hubungan vertikal dengan Allah yang Maha Pengasih. Kasih dan sayang hakikatnya kebutuhan fundamental bagi manusia. Manusia berharap mendapatkan kasih dan sayang, baik dari sesama manusia, maupun dengan Allah, maka dengan penuh haru dan harap saya berse­ru ‘Dekap Aku, Kekasih”.
Oya, di bagian puisi persembahan, ada dua puisi karya penyair asal banua ikut terpajang di sana, yaitu Ali Syamsuddin Arsi (Bila Saja Aku Lebih Dahulu Cinta) dan Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara (Tembuni Batanghari).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar