Data buku kumpulan puisi
Judul
: Dekap Aku, Kekasih
Penulis : Dimas
Arika Mihardja
Cetakan
: I, Januari 2014
Penerbit
: Bengkel Publisher, Jambi.
Tebal
: vii + 107 halaman (100 puisi)
Desain
cover, lay out : Haris Fadhillah
Penerjemah
ke bahasa Inggris : Noor Aisya (Singapore)
Pembaca
ulang terjemahan : Dr. Sugeng Purwanto
Dekap
Aku, Kekasih terdiri dari 2
bagian, bagian pertama memuat 50 puisi berikut terjemahannya ke Bahasa Inggris
(total 100 puisi), bagian kedua memuat puisi-puisi persembahan oleh penyair
lain (13 puisi).
Beberapa pilihan puisi Dimas Arika Mihardja dalam Dekap
Aku, Kekasih
MUNAJAT SAYAP
sayap yang
memikat tumbuhlah
di tubuhku
lewat kepaknya
ingin kunikmati sayatan
dan pahatan
isyarat langit
sayap, bawalah
aku mengangkasa
mengagumi
singgasananya
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SAJAK PERAHU
perahu perahan
jiwaku melaju menujumu, kekasih
berselancar di
kedalaman debar kerinduan
kecipak air
membasuh jiwa resah
basah pula harap
nan lindap
pada tiang layar
angin gemetar
engkau kian
samar dan aku serupa camar
yang menggelepar
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
SERENADA CINTA
: spesial untukmu dan untuk-mu
senja tibatiba
berkabut, kusebut namamu
dalam hening
ranting kering. jemari waktu menuding
dikening.
sajadah menghitam basah
dibasuh resah
yang buncah. tapi aku mengerti
engkau menguji
betapa warna sebuah hati
malam tiba
mencengkam. engkau selalu memisteri
dalam isyarat
kelam kelambu tidur-jagaku. angin risik
dan aku bergegas
menangkap isyarat
dan bisik
lembutnya. aku menangkap
dan menangkup
dingin air. membasuh resah
di kedalaman
sembah
pagi mendadak
datang lagi. aku baru saja duduk
diaduk kecamuk.
seperti nyamuk, aku pun terbang
menuju pulang
untuk menemuimu. engkau telah siap
dan berucap:
hisaplah aku sepenuh dekap
waktu berganti
wahyu. engkau taburkan aneka tanda
di hamparan
semesta. aku merayap memunguti tanda-tanda
kebesaranmu.
pada jejak yang sesak oleh isak
kutemukan diriku
terus menggapai puncak
cintamu!
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
WAJAH IBU
pepohon rindang
daun adalah engkau, ibu
tak lelah
mengairi dan mengalirkan embun di musim kemarau
engkaulah, wajah
yang bukan sekedar wajah
semata tengadah
pada bulan merah jambu
sebisa pasrah
pada buaian rindu
telaga warna
adalah wajahmu, ibu
merenda kenangan
menyulam riak
dan ombak kasih
sayang. engkau ngalir
dalam nadi menjadi
energi mewarnai pelangi
dangau
persinggahan adalah juga wajahmu, ibu
sebuah tikar
kesabaran tergelar
di altar
persembahan
ibu ialah laut
biru
di luas hatiku
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
PANORAMA SENJA
(buat sahabat batinku)
alam diamdiam
menyediakan kearifan
sebelum matahari
merendah, warna pelangi menari
mewarnai
sanubari. angin mengendap
mengusap
daundaun jati
bukit terkadang
tersaput kabut
jalan pendakian
terjal dan berbatu
sungai tak lelah
menggericikkan bulir air
menuju ke muara
atau ke laut
tempat segala
cinta bertaut
saat matahari
merendah
kabut bersujud
di atas tanah basah
embun meneteskan
kilaunya pada musim pancaroba
mendesahkan
risalah dan berjuta kisah
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
DI DADA, WAKTU
di dada, waktu
tumbuh menyemak
dan jejak sajak
lupa kau simak. ia
meriwayatkan
semesta, merekam
aneka kejadian.
di dada, waktu
terus berbiak
pohon hayat
mendedahkan aneka isyarat
ayatayat
menyayat
atau keluh yang
pekat
di dada, waktu
terus berlalu
jemari tanganku
tak lelah menangkap kelebatmu
mengabadikannya
di kedalaman mimpimimpi indahmu
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
ISTRIKU
istriku, nurani
tak pernah bisa
tidur
ia berjaga di
kasur di dapur di sumur
sepanjang umur
istriku, nurani
suka memasak
kenangan
merebus
kehangatan
menanak hati
istriku, nurani
hadir di muka
kelir
sampai cerita
berakhir
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MEMBACA WAJAH CINTA
kueja segala
wajah kata sifat lewat tabiat
kueja segala
wajah kata benda lewat berhala
kueja segala
wajah kata kerja lewat karya
sajadah
menghitam basah
gairah resah
membuncah
kukenali wajah
isyarat
pada ayatayat
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MENYUNTING WAKTU
kau bertanya,
untuk apa kalian menungguku?
aku akan hadir
dan mengalir
menyihir mereka
yang terlena
aku ada bersama
saat orangorang merasa tersayat
kemudian melayat
langit dengan ratap tangis gerimis
meratap dengan
doa penuh damba
melaratkan harap
dan cemas yang netes sepanjang ruang
aku akan datang melenggang
menyapu sesiapa
yang ragu
menggilas
sesiapa yang malas
tapi jangan
cemas, aku juga mengantarkanmu meraih emas
aku datang hanya
untuk kembali pulang
sekali
melenggang dan bergoyang
demi masa
orangorang
bertandang
dan berkubang
atau sekadar berkabung
meratapi atau
mensyukuri kelebatku!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
JANUARI 2010
kalender
bertanggalan
tiap detik
menitiklah darah kepedihan
waktu melesat
menyayat
pohonpohon hayat
grafiti dan
kaligrafi
mengabadikan
puisi
orangorang lahir
mengalir di
kedalaman pemaknaan
sampan dan
perahu melaju di hati
mengusung
keranda duka
jalan penuh
pendakian dan tikungan
di puncak
tanjakan januari terkapar
sendirian
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi Akhir Januari 2010
WAJAH PUISI, HARI INI
: buat pemahat makna
kata bergegas
menjalin frasa
merenda makna
berkelindan
dengan keindahan
ia lahir dari
rahim kehidupan
tumbuh dalam
asuhan kasih sayang
kadang ia
melambaikan isyarat gerak, warna, dan angka
atau menggoda
suasana
ia berkelana
masuk ke dalam hutan dan lembah
merambah jalan
pendakian dan tikungantikungan
dan kadang
tersesat atau terkesiap
membaca jejak
sajak yang penuh sesak
sebuah sajak
tergeletak
tak perlu isak
beri aku satu
yang paling tuak!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
KALIGRAFI, HARI INI
seluas hati,
hari ini aku tenggelamkan diri
di kedalaman
kaligrafi. memahat huruf menjadi kata
sepenuh hayat.
aku ingin merasakan kehanyutan
dalam buaian
ayatayat. ratap yang menyayat
sepenuh pikat
kupahat hurufhuruf,
kulukis tasawuf pada dinding hati
yang selalu
merinding. aku hanyalah debu pada figura
yang kaupajang
di dinding waktu. sebagai debu
aku ingin
membasuh luka ditusuk sembilu
sembilanpuluhsembilan
namamu
kaligrafi selalu
memisteri. engkau berlari
setiap kali
ingin kumengerti. engkau selalu hadir
mengusik
tidur-jagaku pada malammalam padam lampu
bagaimana bisa
aku membaca isyarat yang kau pahat
pada kelebat
bayangmu?
Bengkel Puisi Swadaya mandiri, Jambi 2010
DEKAP AKU KEKASIHKU
dekap aku dan
jangan lepaskan
hirukpikuk
jalanan menjajakan daging dalam deru nafas
terengah. aku
tak mau daging yang hanya akan membusuk
dan uap baunya
sampai ke api pembakaran
dekap aku dan
jangan lepaskan
cericit binatang
malam dan angin jahanam hanya menikam
kemaluan. aku
tak mau malu yang terus memburu
tiap waktu. aku
tak mau hanya menjajakan cumbu rayu
mengajak masuk
di dalam semaksemak waktu
dekaplah aku dan
jangan lepaskan
di pusat kota,
di penat kata aku ingin rebah
mendesahkan
namamu. merenda makna ada
dan tiada tanpa
ada yang menggoda
dekaplah aku
sepenuh dekap
dan jangan
lepaskan pelukan sehangat genggam
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
MANISKU
(Faradina & Ula)
kucing dalam
darah mengeong dengan resah
menjilatjilat
bibir malam. ia ingin membuka rahasia
cinta dengan
berjuta doa.
kucing dalam
aortaku berontak. lasak. lari
menabrak dan
masuk ke dalam gelap. mataku berkilau
serupa cahaya
lampu yang berkelip
dalam dadamu.
seperti katakata
ia melata, merayap, berkelebat
jalin-menjalin
menjadi frasa
untai-menguntai
menjadi wacana
terangkai jadi
permata yang kukalungkan pada lehermu:
kekasih!
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
DI PUNGGUNG BUKIT
duduk di atas
undakan peradaban
bukitbukit
tersaput kabut
hanya punggungmu
bergaris
meriwayatkan
gerimis
panorama alam
benda direnda jadi wacana
dipuja oleh
siapa saja
kecuali pejalan
sunyi, sendiri
menganyam puisi
dan membacanya di batas kata
yang
menggigilkan makna
di punggung
bukit kurakit kesaksian
sepenuh erang
kesakitan
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi 2010
CINTA, SELAMANYA
cinta, selamanya
hanya bisa
disebut
dibalut kabut
cinta, selamanya
berbunga nirwana
tapi juga
bertangkai neraka
cinta, selamanya
seperti udara
memberi nafas
gelora yang
mengombak di dada
cinta, selamanya
hanya memberi
dan tak meminta
sesiapa yang
memberi akan menikmati
sesiapa yang
hanya mendamba akan menderita
cinta, selamanya
terasa menyiksa
lukanya seluas
samudera
nikmatinya
menembus angkasa
cinta, selamanya
tak pernah
bertanya
tak pernah tersesat
di rimba gelap
cinta, selamanya
menyelam di
kedalaman rasa
cinta
Bengkel Puisi
Swadaya Mandiri, Jambi 2010
METAMORFOSIS
kubawa buku,
tapi bukan wahyu
wajah waktu
terlukis sebagai grafiti
pada dinding
imaji
serupa burung,
aku merenung
orangorang
terkurung sarung, terbelit jarit
menjeritkan
nganga luka
kau berjanji dan
bernyanyi, seperti iklan televisi
penuh gerak dan
gelak
tapi tak
berpihak. sesiapa merasa diinjakinjak
perih kehidupan
makin tampak
menggelegak di
dada, luka
“dada, selamat
tinggal” ujarmu berlalu
meniti
kabelkabel yang ruwet
membahasakan
peradaban
kubaca buku,
nganga luka itu
juga tetesan
darah, meriwayatkan genangan kenangan
gunung kecemasan
gaung kekecewaan
Bengkel Puisi
Swadaya Mandiri, Jambi 2010
Tentang Dimas
Arika Miharja
Dimas Arika Mihardja (DAM) adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Jogjakarta
3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa,
Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas
Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana
Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003).
Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati
(Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya
Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret
Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan
Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri dan Telanai Printing Graft,
2003). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian
Jambi Independent (2002). Cerpen, puisi, esai, dan kritik sastra yang ia tulis
tersebar di berbagai media massa Koran, antologi bersama dan jurnal-jurnal
ilmiah. Dan sejak 2010, bertepatan dengan milad penyair ke-50, DAM rutin
menerbitkan serangkaian buku puisi terkait milad, yaitu Beranda Senja
(Antologi puisi Indonesia Mutakhir, 2010), milad ke-51: Senja di Batas Kata
(Antologi Puisi Karya Penyair Nusantara Raya, 2011), milad ke-52: Jejak
Sajak (Penyair Indonesia Mutakhir, 2012), milad ke-53: Sketsa, Sajak
Dimas Arika Mihardja (2013), Milad ke-54: Nikah Kata-kata (bersama
penyair Singapore Rohani Din, 2013), dan milad ke-55: buku ini.
Catatan Lain
Satu yang menjadi penanda dari puisi-puisi Dimas Arika
Mihardja dalam buku ini adalah tulisan di bawah puisi: “Bengkel Puisi Swadaya
Mandiri, Jambi” yang diikuti dengan tahun penciptaan. Hehe.
Tapi kukira itu tak penting untuk dibicarakan. Yang
jelas, penyair menulis prolog untuk kumpulan ini, yang dalam satu paragrafnya
berujar: “DEKAP AKU, KEKASIH memiliki acuan hubungan horizontal sesama manusia
dan hubungan vertikal dengan Allah yang Maha Pengasih. Kasih dan sayang
hakikatnya kebutuhan fundamental bagi manusia. Manusia berharap mendapatkan
kasih dan sayang, baik dari sesama manusia, maupun dengan Allah, maka dengan
penuh haru dan harap saya berseru ‘Dekap Aku, Kekasih”.
Oya, di bagian puisi persembahan, ada dua puisi karya
penyair asal banua ikut terpajang di sana, yaitu Ali Syamsuddin Arsi (Bila Saja
Aku Lebih Dahulu Cinta) dan Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara (Tembuni
Batanghari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar