Data
Buku Kumpulan Puisi
Judul
: Suara, Kumpulan Sadjak 1950 - 1955
Penulis
: Toto Sudarto Bachtiar
Penerbit
: Balai Pustaka, Jakarta
Cetakan
: 1962
Tebal
: 48 Halaman (43 puisi)
Hurup
teks : Varityper
Hurup
halaman djudul : Times R
Teknik
tjetak isi dan kulit : Fotolithografie
Mesin
tjetak : Davidson DUAL-LITH Offset
Gambar
kulit : Baharudin
Beberapa
pilihan sadjak Toto Sudarto Bachtiar dalam Suara
(Puisi-puisi
ini sengaja dipertahankan dalam ejaan lama, beberapa catatan: tj untuk c, dj
untuk j, j untuk y, di/ke + kata tempat = dirangkai atau disambung)
Ibukota
Sendja
Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan telandjang mandi
Disungai kesajangan, o, kota kekasih
Klakson oto dan lontjeng trem saing-menjaingi
Udara menekan berat diatas djalan pandjang berkelokan
Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam sendja
Mengurai dan lajung-lajung membara dilangit barat daja
O, kota kekasih
Tekankan aku pada pusat hatimu
Ditengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu
Aku seperti mimpi, bulan putih dilautan awan belia
Sumber-sumber jang murni terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas
Menunggu waktu mengangkut maut
Aku tiada tahu apa-apa, di luar jang sederhana
Njanjian-njanjian kesenduan jang bertjanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar dipintu dinihari
Serta dikeabadian mimpi-mimpi manusia
Klakson dan lontjeng bunji bergiliran
Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli jang kembali
Dan perempuan mendaki tepi sungai kesajangan
Serta anak-anak berenangan tertawa tak berdosa
Dibawah bajangan samar istana kedjang
Lajung-lajung sendja melambung hilang
Dalam hitam malam mendjulur tergesa
Sumber-sumber murni menetap terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Serta sendjata dan tangan menahan napas lepas bebas
O, kota kekasih setelah sendja
Kota kediamanku, kota kerinduanku
1951
Riwajat
Tiang
agung tersambar halilintar
patah
ditengah-tengah
kapitan
pingsan diatas peta benua
penuh
pahatan darah
Kelasi
tjuma tarik tali dan pukul tifa
bernjanji:
Cherchez la femme, cherchez la femme
Kapal
masih djauh dari daratan
Kelumit
pahit mengganti gema jang hilang
Sedjak
seputaran hidup kapitan membasuh darah
dan
pelabuhan telandjang dihaluan
Gema
jang hilang mulai pulang
Kelasi
tjuma tarik tali dan pukul tifa
terus
bernjanji ditimang angin:
Cherchez
la femme, cherchez la femme
Kapitan
memahatkan darah
dipintu
pelabuhan pertama dan mendoa:
Cherchez
la personnalite, cherchez la personnalite
1952
Pada
Sangkala
Akan
selalu terdengar keluh pandjang terhadapmu
Gangguan
jang selalu membatas arwah kami
Akan
selalu terdengar kutuk hina terhadapmu
Karena
bersekutu dengan jang kami bentji
Mana
ada sempat, bitjara dengan diri sendiri
Kapan
akan terdengar suara djiwa, suara sanubari
Kepunjaanku,
kepunjaan mereka bersama
Kami
sesak karena djangkauan tanganmu
Bila
kita terdjebak olehmu
Kami
tak sempat memilih kata pisah sebaik-baiknja
Begitu
terang djalan jang menudju keruntuhan
Begitu
kelam dunia jang kami hadapi
Kau
tak tahu bagaimana merasakan
Tingkat
demi tingkat diatas tangga
Talu-bertalu
paku jang menembus tubuh
Apa
arti darah dan gairah hidup
Seandainja
kamu tak ada didunia kami
Kamipun
tak tahu dimensi keempat dan djalan
Tapi
akan selalu terdengar olehmu
Keluh
pandjang dan kutuk jang paling hina
1955
Pernjataan
kepada
C.A.
Aku
makin mendjauh
Dari
tempatmu berkata kesekian kali
Laut-laut
makin terbuka
Dibawah
langit remadja biru pengap melanda
Apakah
tjinta tinggal tjinta, kujup
Tanpa
kehendak biar sajup?
Berkata
tentang diri sendiri
Berkatja
dan kembali berlari?
Balai
malam jang gugup
Mendjadi
saksi kita berdua
Terhadap
makna dan kata-kata
Jang
hidup dalam hidup keras berdegup
1955
Kakilangit
Jang
sampai dimalam bisu
Desah
jang mendjadi kalimat terachir
Untuk
tekebur dan menolak kedjang lupa
O,
kekasih biarpun jang dimana
Dari
putus asa sampai lapar putus asa
Kugamit
suaraku sendiri
Sampai
tak ada jang mendengar
Kemudian.
Sampai menemukan sebuah nama:
Jang
memantulkan katja: Terlintas bajang-bajang
Sendiri
diatas runtuhan
Keruntuhan
adalah djedjak tjinta! Tunggu!
1953
Tentang
Kemerdekaan
Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua suara
Djanganlah takut kepadanja
Kemerdekaan ialah tanah air penjair dan pengembara
Djanganlah takut kepadanja
Kemerdekaan ialah tjinta salih jang mesra
Bawalah daku kepadanja
1953
Pekarangan
Tjinta.
Engkau jang sudah sekali datang masuklah
Menjatu
diri dengan irama tanpa tepi
Laut
jang selalu mengalir, malam tiada berachir
Tjumbu
hidup nafas kotaku jang kekal
Dimana
angin sangsai tak menghambat tjeritera
Berupa
bisik tjintaku masa depan
Serta
perempuan-perempuan tahu mengapa
Berharap
larut dahaga pada malam-malam sengsara
Dimana
pula dalam arti dosa dirumah derai airmata
Redup
bulatan djedjakku, redup keruntuhan bajang tjintaku
Menahan
dendam melulur sepandjang hari
Dalam
nafas kotaku yang kekal selalu!
1953
Suara
Kapan
ada sesuatu, ialah kamarku didalam
Suara
penutup paling djauh telah membawa bunji
Sedang
kubuat lagi djelaga diri semesta
Dilorong-lorong
kelam kotaku Djakarta
Nafsu
ialah bandingan suara dan djelaga
O,
perempuan-perempuan jang tak tahu bahasa
Arti
agung jang mendukung dukana!
O,
tingkap tertutup sebelum membuka!
Sekali
ini tak ingin lagi kutjari diriku
Kapan
lagi hudjan sepi dan bisu
Hingga
kapanpun, bila masih ada pertjaja
Pertjajalah
pada hubungan jang lama
1953
Pahlawan
tak Dikenal
Sepuluh
tahun jang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sajang
Sebuah lubang peluru bundar didadanja
Senjum bekunja mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannja memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sajang
Wadjah sunji setengah tengadah
Menangkap sepi padang sendja
Dunia tambah beku ditengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hudjanpun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnja
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi jang nampak, wadjah-wadjahnja sendiri jang tak dikenalnja
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sajang
Sebuah peluru bundar didadanja
Senjum bekunja mau berkata: aku sangat muda
Tetapi bukan tidur, sajang
Sebuah lubang peluru bundar didadanja
Senjum bekunja mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannja memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sajang
Wadjah sunji setengah tengadah
Menangkap sepi padang sendja
Dunia tambah beku ditengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hudjanpun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnja
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi jang nampak, wadjah-wadjahnja sendiri jang tak dikenalnja
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sajang
Sebuah peluru bundar didadanja
Senjum bekunja mau berkata: aku sangat muda
1953
Keterangan
H.B.
Jassin. Dimana berachirnja mata seorang penjair?
Kau
sudah lama sekali tahu, kuburan dia
Hanjalah
nisan kata-katanja selama ini
Tentang
mimpi, tentang dunia sebelum kau tidur
Terkadang
kalau dia mau
Tulisannja
hanja nasib djari jang lemah
Terkadang
dia merasa aneh
Kalau
anak bisa merasa kehilangan sesuatu
Seperti
aku, dimana kata tak tjukup buat berkata
Tertelungkup
dibawah bakaran lampu seharian bernjala
Terkadang
djemu terus melihat matahari
Pesiar,
tanpa kawan berkedjaran
Tanpa
merasa tahu tentang apa
Dia
menjeret langkahnja
Sampai
dimana dia akan tiba
Tapi
dengan djari kakinja ditulisnja sebuah sadjak
1955
Dunia
Sebelum Tidur
Kenangan
mati bagi jang mati
Hormat
bagi jang hidup setiakan derita
Ulurkan
tanganmu
Sangkutkan
sepatu pada kaki berdebu
Dan
mimpilah merenung djendela terbuka
Nun
adalah dunia dosa, duniaku sajang
Aku
berpihak padamu
Kau
ingin dengar
Suara
angin menghembus kamar
Udjung
ketenteraman samar-samar
Dada
bertemu dada
Kami
bersandar kepadanya
Betapa
terkenang, betapa tenang
Bintik
hitam dalam dunia jang gelisah
Kenangan
hidup hanja bagi jang hidup
Bingkis
tjahja
Dalam
musim jang segera matang
Menghalau
degup rongga berudara sedih
Djari-djari
penanggalan
Telah
lama
Terlalu
lama mengandung topan
1954
Focus
untuk
Sitor Situmorang
Kalau
djarum kematian menusuk detak hati
Aku
akan mendjadi asing sendiri
Sangat
berarti djeritan jang menolak berpisah
Bisik
jang mendera dan mentjinta gerak djantung hari
Ah,
akan tertinggal maknaku pada waktu
Bersama
ketjintaanku
Lintasan
hidup jang kena tjahaja
Gerak
jang mewarnai manusia
Hati
akan tinggal ubun hati
Kemerahan
jang mau menandingi matahari
Panas
bulan Djanuari
Punya
tanja dan kasih sendiri
Karena
djarum yang menikam, detak hati djadi membisu
Terpaksa
kuasingkan matahari dan ada jang kuberi salam
Djalinan
bisik dan kesan jang berkata sendiri
Lintasan
hidup jang kena tjahaja
Gerak
jang mewarnai manusia
1953
Tentang Toto
Sudarto Bachtiar
(Tak ada biodata
pengarang di buku tersebut). Toto Sudarto
Bachtiar lahir di Palimanan (Cirebon), 12 Oktober 1929. Pendidikan al, MULO dan
SMA di Bandung, kemudian Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. Pada
waktu pecah perang kemerdekaan, ia bergabung dalam Tentara Pelajar Korps
Pengawal Divisi Siliwangi di Tasikmalaya, dan pada waktu terjadi Clash ke-1 ia
bergabung dengan Polisi Tentara Detasemen 132 Batalyon 13 di Cirebon. Pernah
menjadi redaktur majalah Angkasa (milik AURI) sewaktu masih mahasiswa,
juga menjadi redaktur majalah Menara di Jakarta, sebelum tahun 1964
turut mendirikan majalah Sunda di Bandung. Sajak-sajaknya mulai
bermunculan tahun 1950-an, kebanyakan setelah tahun 1953. Sebagaian dikumpulkan
dalam Suara (Kumpulan sajak 1950 - 1955), yang mengantarkan penyair ini
memperoleh hadiah sastra nasional dari BMKN. Selain menulis sajak, juga
menerjemahkan cerpen, menulis esai kebudayaan, sastra dan politik.
Catatan Lain
Saya tak pernah
menduga akan menemukan kumpulan puisi ini, masih menggunakan ejaan lama pula.
Saya menemukannya di tumpukan buku di atas meja tamu, di ruang tamu rumah
Hajri. Hajri sendiri tak pernah melihat buku ini, juga tak merasa pernah
memilikinya. Saya pun meminjamnya. Kemungkinan besarnya, kata Hajri, ini buku
Sandi (maksudnya Sandi Firly). Ketika Sandi akan hijrah ke Bandung (promosi
jabatan ke Radar Bandung?), ia sempat menitipkan sejumlah bukunya ke Hajri. Di
antara tumpukan buku itu, saya juga melihat kumpulan puisi Isyarat karya Kuntowijoyo.
halaman pertama Suara |
Aku prnh py buku ini tpi hilang
BalasHapusKlo kmu py tolong post teks yg judul y malam laut .makasih