Judul : Merpati-merpatiku
Penulis : H. A. Dimyatie Risma
Cetakan : I, 2006
Penerbit : Dewan Kesenian Daerah Barito Kuala,
Marabahan.
Tebal : 37 halaman (27 judul puisi)
Desain
sampul : Montekarlo, S.Pd.
Dicetak
oleh : Sinar Serasi, Marabahan.
Beberapa pilihan puisi
H. A. Dimyatie Risma dalam Merpati-merpatiku
Tari
Ring-ring
secuil
cerita menadah kisah
tarian
ring-ring kita persembah
menyadap
aroma
maambul
asap dupa mewangi
gelisah,
pedih menyandang giring-giring di kaki
dayang
mulai menari menghentak kaki, menggelek
pinggang.
diwarnai
liuk-liuk memukau raja di singgasana
gendang
disentak gong berlobang mendengung
sumbang.
gambus
terus dipetik berbunyi sumbang
permaisuri
terbatuk-batuk,
raja
mengantuk,
menyadap
dupa tarian ring-ring
aroma wangi
selintas lenyap,
bunyi
mereguk,
bunyi
nguk-nguk
banjir
sasurak,
tari
ring-ring tambah nyaring,
pintu
terkuak dunia berputar melilit,
lihat dan
lihat
mentari
tersungkur, bersimpuh di kaki langit
sayup-sayup
terdengar,
Allah hu
Akbar, Allah hu Akbar
Tuhan Maha
Besar
Marabahan,
Panting Linting
Di
Ujung Mataku
Bila panas
jatuh di tangkai hari
Kau turun
di ujung mataku dengan
seulas
senyummu
Bila malam
tiba
Kau bawa
rembulan di tangan dan bisikkan lagu
Nafasmu
membawa aku tertidur lena, bermimpi indah
Aku
rapatkan perahuku di titianmu
Walam malam
berganti pagi
Aku bangun
dan merajut benang-benang mimpi
Marabahan,
20 November 1992
Segenggam
Kabut
Tembang
mengalun di atas perahu
Gemercik
air mengusik kumpai
Gosong
berselimut lumut
bagaikan
pualam pijar menganga, datang melumat,
mengoyak
dada berbulu
menggenggam
kabut mengusik pandang
menempel
sebuah rindu
akan
keberanian yang selalu datang
menyumbat
dada
Kabut akan
kami usir dari pasir
Semilir
angin akan menggoyang dahan jabuk
Manik-manik
putih akan lepas satu satu
Walau kami
kini meramu sepi,
di pantai
linting
23
November 1993
Kapal
Kertas
Kapal-kapal
kertas berwarna putih dan biru
berlayar di
laut lepas, di sela karang berjajar;
menggenggam
arah menuju titik.
Angin datang
menyibak pelangi di rembang senja,
Kapal kapal
kertas terbang ditusuk angin
Kapal kapal
kertas tak bersayap
berhaluan
lancip berlipat membelah laut
Ia melaju
di atas laut di sela karang,
Ia dihempas
angin mengusik senja
Burung-burung
laut pasang selendang saling
mengejar,
Ikan-ikan
laut datang mengasah tombak berbulu dan
mengganas
gila merobek kertas.
Kapal kapal
kertas tenggelam dihempas karang
di ujung
laut.
Marabahan,
1994
Napas
Napas Kuda
Di gerbang
tua itu,
seorang lelaki
berdiri mengisap cerutu bergetah gambir
napasnya satu-satu,
bagai kuda mengerjang angin, merantai kabut
Lelaki itu
tersandar di malam pualam,
memandang
bintik bintik hitam menyeruak di bungkah batu
napas
lelaki itu, seiring tangis kuda berpacu laju,
meringkik,
Menahan kaki tersandung di lobang bersulam.
Kuda
berlari mengejar, menyelinap di ruas jalan berwajah bopeng
Kuda kuda
menggelitik, meringkik ditikam jalan leleh menghitam
Disinar
gemerlap malam, menepis senja.
Cerutu
bergetah gambit meramu asap berpasir,
Disulap,
selipnya malam, meleleh warna hitam,
seiring
iweh kuda mahantis, haus, ingin mereguk kelapa muda.
Marabahan,
22111994
Iweh
(bhs Bakumpai) = air liur
Mahantis
= titik/bertitikan
Merenda
Rindu
Kala senja
datang merentang
Ia rajut
benang kasih,
Dayangpun
turun memintal sutera
Merenda
rindu,
meramu
mimpi
Marabahan,
060298
Berpacu
Mengalun
bisik
Antar napas
napas sendu
Memburu
waktu mengejar debu
Terhempas
ombak melanda pantai
Lusuh hati
terkait duri
napas
saling berpacu laju
tiada kata
selembut beledu
terdampar di
tebing terhempas rekah
Tiada jalan
seiring tiada simpang bertaut
terus
berpacu biar butir butir debu menerjang
mari
bertemu
dengan hati
berselimut salju
1976
Kembang-kembang
Air
Kembang-kembang
air rekah berbuih
menyusup
melingkar memeluk getarnya air
Kembang-kembang
air berayun berdempet,
meniti
bingkai ombak,
Kembang-kembang
air putih seputih kapas,
terhampar
berayun meningkah gelombang
hanyut
larut ke laut
Angin
menderu menggoncang laut
Kembang-kembang
air tergores cabik, pecah,
meluncur
gagah, bagaikan anak panah Arjuna
di
kurusetra
Laut bagai
sisik dilahap angin
angin
menggulung menepis laut,
Laut
memuntahkan angin
angin
memules wajah laut,
Laut
tenang,
Laut
pasang,
Kembang-kembang
air warnai laut diriak angin.
Marabahan,
1976
Merpati-merpatiku
Merpati-merpatiku
berbulu kaki,
merentang sayap
menyapu awan
Merpati-merpatiku
terbang melukah angin
terhempas,
terjajar di batu pilar
Merpati-merpatiku
rentangkan sayap
meniti titian
beruas batu,
ber-air
sebening marjan
Merpati-merpatiku
mengaca wajah bergaun tipis
purnama senyum
berlapis sutera
bintang gemintang
mengintai tertawa manis
Merpati-merpatiku
melipat sayap menggenggam kuku
terbang menyapu
badai, menjenguk sarang
Merpati-merpatiku
mematuk-matuk di cermin retak
mencari wajah
seindah diri
Marabahan,
1994
Ketika
Kapal Itu
Ketika
kapal itu berlabuh di titian senja
angin panas
yang lelah, menyibak pelampung kaca
Ketika
kapal itu bertambat
di atas
titian, tergolek tali temali berpintal
Ketika
kapal itu menyauk sauh
kemilau
rembulan hanya tinggal sepotong
dan
angin
kering letih, melingkar menyusut kemudi
Ketika
kapal itu mengangkat jangkar
kemarau pun
merobek sepi, bercampur lumpur,
Ketika
kapal itu bertolak di kaki malam,
asap hitam
menjulur lidah, menjilat warna
Ketika
kapal itu bagai titik di laut
dan
meluncur
laju
di atas
titian marmar
burung
kecil menyisir jerami kering
sambil
mengusik ulat, memuai bulu,
memandang
lazuardi bercampur debu
Perantauan,
15041996
Panglima
Wangkang
Kisah nini datu
wayah dahulu …
gasan anak, cucu,
sambil mengulum timbaku
Nang bangaran
Panglima Wangkang itu,
urangnya paramahan,
tahan timpasan,
lumpuh sardadu walanda,
datang sapuluh
sapuluh lumat
Datang salawi
salawi kana parang, mati tatumpang
Walanda pusang
minta panarang
kataguhan Wangkang dikisahakan
gasan mamatiakan
tembak lawan paluru amas,
paluru amas, singgah di mata hagi,
Wangkang mati.
Wangkang pajuang dikanal,
sampai wayah dimini,
tabantai manjadi tulang.
1997
Makam
Panglima Wangkang ada di Kampung Tangah, Marabahan.
Tentang H. A. Dimyatie Risma
H. A. Dimyatie Risma lahir di Marabahan, Kab.
Barito Kuala, pada 20 Agustus 1941. Aktif di kepengurusan DKD Batola sebagai
bendahara sejak 1972. Pernah menjadi ketua Dewan Kesenian Daerah Batola tahun
1997-2005, aktif sebagai vokalis orkes Melati tahun 1958, pimpinan OM (Orkes
Melayu) Gema Irama (1965) dan OM Senandung Irama (1967), pembina orkes
Keroncong dan menciptakan lagu-lagu Qasidah. Juga menjadi aktor, sutradara dan
menulis naskah drama. Di bidang tarian, membuat tari “Membangai Iwak” tahun
1980, tari “Patri Delapan” tahun 1983, dan “Jingah Tarabang” bersama R. Rangga.
.
Catatan Lain
Buku koleksi penyair Y.S. Agus Suseno ini di
bagian belakangnya ada 4 komentar tokoh pencinta seni, dua di antaranya saya
tampilkan di sini: “Konsistensi dan kecintaannya
terhadap seni direfleksikannya dalam antologi ini, adalah satu teladan bagi
generasi muda.” (Syarkian Noor Hadie). “Resonansi
pikiran dan perasaan yang disampaikan sesuai kadar estetika sang penyair
tergambar pada baris-baris puisinya.” (Rizhanuddin Rangga). Buku ini,
halaman-halamannya tidak dicetak bolak-balik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar