Jumat, 04 Oktober 2013

H. A. Dimyatie Risma: MERPATI-MERPATIKU


 Data buku kumpulan puisi

Judul : Merpati-merpatiku
Penulis : H. A. Dimyatie Risma
Cetakan : I, 2006
Penerbit : Dewan Kesenian Daerah Barito Kuala, Marabahan.
Tebal : 37 halaman (27 judul puisi)
Desain sampul : Montekarlo, S.Pd.
Dicetak oleh : Sinar Serasi, Marabahan.

Beberapa pilihan puisi H. A. Dimyatie Risma dalam Merpati-merpatiku

Tari Ring-ring

secuil cerita menadah kisah
tarian ring-ring kita persembah
menyadap aroma
maambul asap dupa mewangi
gelisah, pedih menyandang giring-giring di kaki
dayang mulai menari menghentak kaki, menggelek
pinggang.
diwarnai liuk-liuk memukau raja di singgasana
gendang disentak gong berlobang mendengung
sumbang.
gambus terus dipetik berbunyi sumbang
permaisuri terbatuk-batuk,
raja mengantuk,
menyadap dupa tarian ring-ring
aroma wangi selintas lenyap,
bunyi mereguk,
bunyi nguk-nguk
banjir sasurak,
tari ring-ring tambah nyaring,
pintu terkuak dunia berputar melilit,
lihat dan lihat
mentari tersungkur, bersimpuh di kaki langit
sayup-sayup terdengar,
Allah hu Akbar, Allah hu Akbar
Tuhan Maha Besar

Marabahan, Panting Linting



Di Ujung Mataku

Bila panas jatuh di tangkai hari
Kau turun di ujung mataku dengan
seulas senyummu
Bila malam tiba
Kau bawa rembulan di tangan dan bisikkan lagu
Nafasmu membawa aku tertidur lena, bermimpi indah
Aku rapatkan perahuku di titianmu
Walam malam berganti pagi
Aku bangun dan merajut benang-benang mimpi

Marabahan, 20 November 1992


Segenggam Kabut

Tembang mengalun di atas perahu
Gemercik air mengusik kumpai
Gosong berselimut lumut
bagaikan pualam pijar menganga, datang melumat,

mengoyak dada berbulu
menggenggam kabut mengusik pandang
menempel sebuah rindu
akan keberanian yang selalu datang
menyumbat dada

Kabut akan kami usir dari pasir
Semilir angin akan menggoyang dahan jabuk
Manik-manik putih akan lepas satu satu
Walau kami kini meramu sepi,
di pantai linting

23 November 1993


Kapal Kertas

Kapal-kapal kertas berwarna putih dan biru
berlayar di laut lepas, di sela karang berjajar;
menggenggam arah menuju titik.
Angin datang menyibak pelangi di rembang senja,
Kapal kapal kertas terbang ditusuk angin
Kapal kapal kertas tak bersayap
berhaluan lancip berlipat membelah laut
Ia melaju di atas laut di sela karang,
Ia dihempas angin mengusik senja
Burung-burung laut pasang selendang saling
mengejar,
Ikan-ikan laut datang mengasah tombak berbulu dan
mengganas gila merobek kertas.
Kapal kapal kertas tenggelam dihempas karang
di ujung laut.

Marabahan, 1994


Napas Napas Kuda

Di gerbang tua itu,
seorang lelaki berdiri mengisap cerutu bergetah gambir
napasnya satu-satu, bagai kuda mengerjang angin, merantai kabut
Lelaki itu tersandar di malam pualam,
memandang bintik bintik hitam menyeruak di bungkah batu
napas lelaki itu, seiring tangis kuda berpacu laju,
meringkik, Menahan kaki tersandung di lobang bersulam.
Kuda berlari mengejar, menyelinap di ruas jalan berwajah bopeng
Kuda kuda menggelitik, meringkik ditikam jalan leleh menghitam
Disinar gemerlap malam, menepis senja.
Cerutu bergetah gambit meramu asap berpasir,
Disulap, selipnya malam, meleleh warna hitam,
seiring iweh kuda mahantis, haus, ingin mereguk kelapa muda.

Marabahan, 22111994
Iweh (bhs Bakumpai) = air liur
Mahantis = titik/bertitikan


Merenda Rindu

Kala senja datang merentang
Ia rajut benang kasih,
Dayangpun turun memintal sutera
Merenda rindu,
meramu mimpi

Marabahan, 060298


Berpacu

Mengalun bisik
Antar napas napas sendu
Memburu waktu mengejar debu
Terhempas ombak melanda pantai

Lusuh hati terkait duri
napas saling berpacu laju
tiada kata selembut beledu
terdampar di tebing terhempas rekah

Tiada jalan seiring tiada simpang bertaut
terus berpacu biar butir butir debu menerjang
mari bertemu
dengan hati berselimut salju

1976


Kembang-kembang Air

Kembang-kembang air rekah berbuih
menyusup melingkar memeluk getarnya air
Kembang-kembang air berayun berdempet,
meniti bingkai ombak,
Kembang-kembang air putih seputih kapas,
terhampar berayun meningkah gelombang
hanyut larut ke laut
Angin menderu menggoncang laut
Kembang-kembang air tergores cabik, pecah,
meluncur gagah, bagaikan anak panah Arjuna
di kurusetra
Laut bagai sisik dilahap angin
angin menggulung menepis laut,
Laut memuntahkan angin
angin memules wajah laut,
Laut tenang,
Laut pasang,
Kembang-kembang air warnai laut diriak angin.

Marabahan, 1976


Merpati-merpatiku

Merpati-merpatiku berbulu kaki,
merentang sayap menyapu awan
Merpati-merpatiku terbang melukah angin
terhempas, terjajar di batu pilar
Merpati-merpatiku rentangkan sayap
meniti titian beruas batu,
ber-air sebening marjan
Merpati-merpatiku mengaca wajah bergaun tipis
purnama senyum berlapis sutera
bintang gemintang mengintai tertawa manis
Merpati-merpatiku melipat sayap menggenggam kuku
terbang menyapu badai, menjenguk sarang
Merpati-merpatiku mematuk-matuk di cermin retak
mencari wajah seindah diri

Marabahan, 1994


Ketika Kapal Itu

Ketika kapal itu berlabuh di titian senja
angin panas yang lelah, menyibak pelampung kaca
Ketika kapal itu bertambat
di atas titian, tergolek tali temali berpintal
Ketika kapal itu menyauk sauh
kemilau rembulan hanya tinggal sepotong
dan
angin kering letih, melingkar menyusut kemudi
Ketika kapal itu mengangkat jangkar
kemarau pun merobek sepi, bercampur lumpur,
Ketika kapal itu bertolak di kaki malam,
asap hitam menjulur lidah, menjilat warna
Ketika kapal itu bagai titik di laut
dan
meluncur laju
di atas titian marmar
burung kecil menyisir jerami kering
sambil mengusik ulat, memuai bulu,
memandang lazuardi bercampur debu

Perantauan, 15041996


Panglima Wangkang

Kisah nini datu
wayah dahulu …
gasan anak, cucu,
sambil mengulum timbaku

Nang bangaran
Panglima Wangkang itu,
urangnya paramahan,
tahan timpasan,
lumpuh sardadu walanda,
datang sapuluh
sapuluh lumat
Datang salawi
salawi kana parang, mati tatumpang

Walanda pusang
minta panarang
kataguhan Wangkang dikisahakan
gasan mamatiakan
tembak lawan paluru amas,
paluru amas, singgah di mata hagi,
Wangkang mati.

Wangkang pajuang dikanal,
sampai wayah dimini,
tabantai manjadi tulang.

1997
Makam Panglima Wangkang ada di Kampung Tangah, Marabahan.



Tentang H. A. Dimyatie Risma
H. A. Dimyatie Risma lahir di Marabahan, Kab. Barito Kuala, pada 20 Agustus 1941. Aktif di kepengurusan DKD Batola sebagai bendahara sejak 1972. Pernah menjadi ketua Dewan Kesenian Daerah Batola tahun 1997-2005, aktif sebagai vokalis orkes Melati tahun 1958, pimpinan OM (Orkes Melayu) Gema Irama (1965) dan OM Senandung Irama (1967), pembina orkes Keroncong dan menciptakan lagu-lagu Qasidah. Juga menjadi aktor, sutradara dan menulis naskah drama. Di bidang tarian, membuat tari “Membangai Iwak” tahun 1980, tari “Patri Delapan” tahun 1983, dan “Jingah Tarabang” bersama R. Rangga. .


Catatan Lain
Buku koleksi penyair Y.S. Agus Suseno ini di bagian belakangnya ada 4 komentar tokoh pencinta seni, dua di antaranya saya tampilkan di sini: “Konsistensi dan kecintaannya terhadap seni direfleksikannya dalam antologi ini, adalah satu teladan bagi generasi muda.” (Syarkian Noor Hadie). “Resonansi pikiran dan perasaan yang disampaikan sesuai kadar estetika sang penyair tergambar pada baris-baris puisinya.” (Rizhanuddin Rangga). Buku ini, halaman-halamannya tidak dicetak bolak-balik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar