Prof. Dr. Faruk HT (kanan) saat menjadi pembicara dalam acara bedah buku di Taman Budaya, Banjarmasin, 13 Maret 2007 |
Data buku kumpulan puisi
Judul : (Sedang Dipikirkan)
Penulis : Faruk HT
Penerbit : -
Cetakan : -
Tebal : -
Sumber : Facebook (Faruk
Tripoli)
Beberapa pilihan puisi Faruk HT
Martabat Dua
kembalilah ke alam
ketika lingkar pohon
kita hitung dengan pelukan
dan panjang kita ukur dengan bayang
tak ada presisi
angka masih keramat
ranting tak dapat dipotong sama panjang
selalu ada yang terasa berbeda di dalam
seperti kita
yang sekarang duduk di bangku yang sama
menemukan jawaban yang sama
atas pertanyaan di papan sana
bahwa 2 + 3 = 5
seperti kita
yang sekarang menunggu usia yang sama
untuk mendapat hak yang sama
sebuah kartu tanda warga negara
yang boleh memberi suara
tentang siapa presiden kita
seperti kau dan aku
yang menunggu dentang lonceng yang sama
tanda waktu istirahat telah tiba
dengan suara perut yang berbeda
bagi yang tadi pagi sarapan atau tidak
seperti mereka
yang juga membawa bekal berbeda
untuk menentukan berapa harga pasaran
suara kita
kembalilah ke alam
kembalilah ke dalam
kembalilah dengarkan suara yang berbisik di sana
maka kita tak akan pernah sama
seperti bekal yang dari rumah kita bawa
dan harga keringat orang tua
yang tadi pagi memasaknya
juga pilihan sikap ibu dan bapak
untuk tetap merasa bahagia
meski kita makan
di alas yang tak sama
kembalilah ke alam
ketika lingkar pohon
kita hitung dengan pelukan
dan panjang kita ukur dengan bayang
tak ada presisi
angka masih keramat
ranting tak dapat dipotong sama panjang
selalu ada yang terasa berbeda di dalam
seperti kita
yang sekarang duduk di bangku yang sama
menemukan jawaban yang sama
atas pertanyaan di papan sana
bahwa 2 + 3 = 5
seperti kita
yang sekarang menunggu usia yang sama
untuk mendapat hak yang sama
sebuah kartu tanda warga negara
yang boleh memberi suara
tentang siapa presiden kita
seperti kau dan aku
yang menunggu dentang lonceng yang sama
tanda waktu istirahat telah tiba
dengan suara perut yang berbeda
bagi yang tadi pagi sarapan atau tidak
seperti mereka
yang juga membawa bekal berbeda
untuk menentukan berapa harga pasaran
suara kita
kembalilah ke alam
kembalilah ke dalam
kembalilah dengarkan suara yang berbisik di sana
maka kita tak akan pernah sama
seperti bekal yang dari rumah kita bawa
dan harga keringat orang tua
yang tadi pagi memasaknya
juga pilihan sikap ibu dan bapak
untuk tetap merasa bahagia
meski kita makan
di alas yang tak sama
(Posting, 7 Mei 2014)
Bila Waktu Melintas
kita berjalan
di genangan harapan
yang tumpah di lantai
hingga tak ada ruang
untuk langkah yang aman
kita berjalan
dengan rasa was-was
dalam genggam
lalu diam
kita berjalan dalam diam
membiarkan waktu melintas
di balik kaca jendela
dari kendaraan yang habis
bahan bakar
kita diam
sampai waktu
mengubur kita
dalam timbun debu
kita berjalan
di genangan harapan
yang tumpah di lantai
hingga tak ada ruang
untuk langkah yang aman
kita berjalan
dengan rasa was-was
dalam genggam
lalu diam
kita berjalan dalam diam
membiarkan waktu melintas
di balik kaca jendela
dari kendaraan yang habis
bahan bakar
kita diam
sampai waktu
mengubur kita
dalam timbun debu
(Posting: 6 Mei 2014)
Kelopak Luka
selalu ada yang mengelupas
dalam sentuhan cuaca
seperti luka yang mengering
menjadi kelopak bunga
dan melayang terbawa angin
tak penting akan jatuh di mana
karena pesonanya membekas
di mata. berkelip seperti harap
bergetar seperti hidup. berkaca
tapi bukan air mata yang membelah
pipi jadi duka
selalu ada yang mengelupas
dalam sentuhan cuaca
seperti luka yang mengering
menjadi kelopak bunga
dan melayang terbawa angin
tak penting akan jatuh di mana
karena pesonanya membekas
di mata. berkelip seperti harap
bergetar seperti hidup. berkaca
tapi bukan air mata yang membelah
pipi jadi duka
(Posting, 6 Mei 2014)
Ketika Sang Raja Tiada
untuk sebuah tahta
tuan sudah mengabdi pada setan
yang memberi cahaya pada negeri
membuat semua lupa pada dusta
bahkan tuan sendiri
merasa sebagai sang maharaja
hingga lalai menghatur sembah
dan menyuguhkan tumbal
bahkan mulai main mata
dengan tuhan
yang ternyata juga setan
menurunkan dua anak haram
yang berebut warisan
siap mengikut jejak tuan
memuja yang satu
menista yang lain
untuk sebuah tahta
tuan sudah mengabdi pada setan
yang memberi cahaya pada negeri
membuat semua lupa pada dusta
bahkan tuan sendiri
merasa sebagai sang maharaja
hingga lalai menghatur sembah
dan menyuguhkan tumbal
bahkan mulai main mata
dengan tuhan
yang ternyata juga setan
menurunkan dua anak haram
yang berebut warisan
siap mengikut jejak tuan
memuja yang satu
menista yang lain
(Posting: 6 Mei 2014)
Dua Sihir dengan Dupa yang Sama
senyummu menjelma neraka
ketika kutuk itu dilontarkan
saat itulah semuanya telanjang
pakaian dan perhiasan sirna
tinggal tetes darah dari taringmu
yang tiba-tiba muncul di belakang
senyum itu
kau bukan lagi seorang bapak bijaksana
dengan kesabaran yang tak bertara
pemancing ulung yang selalu dapat bertahan
oleh sentuhan angin dingin yang tajam
karena semua ternyata hanya maya, hanya maya
segala cahaya, pakaian aneka warna
gedung yang tinggi menjulang
mobil mewah dan pesawat terbang
hanya efek dari sihir
yang tercipta dari asap
daging rakyat yang kau bakar
dengan api yang menyala
di atas tumpukan hutang
begitulah
selalu ada celah tempat kebenaran sembunyi
yang menampakkan muka justru ketika kau lupa diri
ketika kau tak lagi bisa terjaga pada janji
yang memisahkan halusnya rias panggung
dengan seringai perih asam lambung
tuntutan jarak pandang dari penonton
dengan bisikan anak dan istri
tapi tidaklah percuma
kau pernah jadi tokoh perkasa
dengan gerilya merebut kembali kota
dari genggaman seradu sekutu dan nica
lalu kau coba menutup taringmu dengan ayat-ayat doa
tapi kau lupa, tuhan sama gaibnya dengan setan
apalagi mereka datang dari tempat yang sama
sedang kau yang dulu akrab dengan tuyul dan buto ijo
hanya bisa melihat bedanya. padahal ular penyihir dan musa
sama jenisnya
sekarang lihatlah
benih dari dua kuasa itu
telah lahir begitu kau sirna
seperti telor naga yang tertinggal di tepi sungai
menetas dengan sendirinya
untuk mengejar bola mustika
membakar rumah dan hati siapa saja
yang begitu mudah terpedaya
senyummu menjelma neraka
ketika kutuk itu dilontarkan
saat itulah semuanya telanjang
pakaian dan perhiasan sirna
tinggal tetes darah dari taringmu
yang tiba-tiba muncul di belakang
senyum itu
kau bukan lagi seorang bapak bijaksana
dengan kesabaran yang tak bertara
pemancing ulung yang selalu dapat bertahan
oleh sentuhan angin dingin yang tajam
karena semua ternyata hanya maya, hanya maya
segala cahaya, pakaian aneka warna
gedung yang tinggi menjulang
mobil mewah dan pesawat terbang
hanya efek dari sihir
yang tercipta dari asap
daging rakyat yang kau bakar
dengan api yang menyala
di atas tumpukan hutang
begitulah
selalu ada celah tempat kebenaran sembunyi
yang menampakkan muka justru ketika kau lupa diri
ketika kau tak lagi bisa terjaga pada janji
yang memisahkan halusnya rias panggung
dengan seringai perih asam lambung
tuntutan jarak pandang dari penonton
dengan bisikan anak dan istri
tapi tidaklah percuma
kau pernah jadi tokoh perkasa
dengan gerilya merebut kembali kota
dari genggaman seradu sekutu dan nica
lalu kau coba menutup taringmu dengan ayat-ayat doa
tapi kau lupa, tuhan sama gaibnya dengan setan
apalagi mereka datang dari tempat yang sama
sedang kau yang dulu akrab dengan tuyul dan buto ijo
hanya bisa melihat bedanya. padahal ular penyihir dan musa
sama jenisnya
sekarang lihatlah
benih dari dua kuasa itu
telah lahir begitu kau sirna
seperti telor naga yang tertinggal di tepi sungai
menetas dengan sendirinya
untuk mengejar bola mustika
membakar rumah dan hati siapa saja
yang begitu mudah terpedaya
(Posting: 9 Mei 2014)
Menjadi Tua
: Mita Widya
menjadi tua
bukan karena terlalu lama
menjadi penghuni dunia
tapi karena rasa bahwa kita tak lagi berdaya
dan membayangkan masa depan
hanya setapak dari kegelapan
sedang di belakang
tinggal comberan
mungkin juga
karena masa muda
adalah perangkap alam maya
yang mengurung kita dalam cita
akan sebuah dunia yang tak pernah ada
seperti bom yang dipasang di jantung kita
yang berdetak memicu kehendak
hingga sampai pada waktunya
ia meledak persis ketika kita sadar
akan adanya. persis pada detik terakhir
dan kemudian gelap
atau, waktu sebenarnya tak pernah ada
ruang adalah dimensi tanpa gerak
dan di sanalah kita makan dan berak
mencinta dan membenci, kecewa dan penuh harap
lahir dan mati. layu dan tumbuh kembali
menjadi tua
bukan karena terlalu lama
menjadi penghuni dunia
tapi karena kita mulai bisa menerima
apa adanya
: Mita Widya
menjadi tua
bukan karena terlalu lama
menjadi penghuni dunia
tapi karena rasa bahwa kita tak lagi berdaya
dan membayangkan masa depan
hanya setapak dari kegelapan
sedang di belakang
tinggal comberan
mungkin juga
karena masa muda
adalah perangkap alam maya
yang mengurung kita dalam cita
akan sebuah dunia yang tak pernah ada
seperti bom yang dipasang di jantung kita
yang berdetak memicu kehendak
hingga sampai pada waktunya
ia meledak persis ketika kita sadar
akan adanya. persis pada detik terakhir
dan kemudian gelap
atau, waktu sebenarnya tak pernah ada
ruang adalah dimensi tanpa gerak
dan di sanalah kita makan dan berak
mencinta dan membenci, kecewa dan penuh harap
lahir dan mati. layu dan tumbuh kembali
menjadi tua
bukan karena terlalu lama
menjadi penghuni dunia
tapi karena kita mulai bisa menerima
apa adanya
Posting: 10 Mei 2014
Pengakuan
: Mita Widya dan Dea Karya Adyani
maafkan aku, anak-anakku
telah membisikkan dongeng yang sama
malam demi malam, ranjang demi ranjang
hingga kau tak sempat membaca
lain cerita
maafkan aku, anak-anakku
telah mengajarimu memainkan peran yang sama
dari panggung ke panggung, dari halaman ke halaman
hingga kau tak sempat mencoba
peran yang lain
maafkan aku anak-anakku
telah menyembunyikan sebuah peristiwa
dari dalam semua cerita, juga peran yang kuberikan
hanya karena aku terperangkap dalam sebuah cerita dan peran yang sama
seperti yang pernah kudengar dan kumainkan
semasa kecil dulu
masih selalu terdengar bisiknya
peristiwa itu tak boleh kau dengar atau baca
karena ada dalam sebuah episode
untuk orang dewasa
maafkan aku, anak-anakku
telah mengantarmu ke hanya satu jalan
yang sekarang terus memburumu
hanya untuk menunjukkan
kesetiaanmu padaku
bahwa dirimu sudah berhasil menjadi bagian
dari cerita seperti yang selalu kuharapkan
bukan bagian dari cerita lain
yang kusembunyikan. atau yang kau sendiri
kebetulan temukan
: Mita Widya dan Dea Karya Adyani
maafkan aku, anak-anakku
telah membisikkan dongeng yang sama
malam demi malam, ranjang demi ranjang
hingga kau tak sempat membaca
lain cerita
maafkan aku, anak-anakku
telah mengajarimu memainkan peran yang sama
dari panggung ke panggung, dari halaman ke halaman
hingga kau tak sempat mencoba
peran yang lain
maafkan aku anak-anakku
telah menyembunyikan sebuah peristiwa
dari dalam semua cerita, juga peran yang kuberikan
hanya karena aku terperangkap dalam sebuah cerita dan peran yang sama
seperti yang pernah kudengar dan kumainkan
semasa kecil dulu
masih selalu terdengar bisiknya
peristiwa itu tak boleh kau dengar atau baca
karena ada dalam sebuah episode
untuk orang dewasa
maafkan aku, anak-anakku
telah mengantarmu ke hanya satu jalan
yang sekarang terus memburumu
hanya untuk menunjukkan
kesetiaanmu padaku
bahwa dirimu sudah berhasil menjadi bagian
dari cerita seperti yang selalu kuharapkan
bukan bagian dari cerita lain
yang kusembunyikan. atau yang kau sendiri
kebetulan temukan
(Posting: 10 Mei 2014)
Ada Apa dengan Kuku dan Rambut
ada dua hal yang terus tumbuh di tubuh
rambut dan kuku kita. aku sungguh tak mengerti
kenapa ia tak berhenti saja memanjang
seperti tinggi badan
kata orang kita bukanlah binatang
dingin malam kita tahan dengan pakaian
sedang senjata untuk berperang sudah kita ciptakan
lebih tajam dari cakar macan
kuku dan rambut, katanya
dua bagian tubuh kita yang tak akan sirna
meski daging kita sudah luluh
dan jiwa kita sudah lenyap entah kemana
kata orang kita bukanlah binatang
sudah kita buat kubur, pusara, dan monumen
bahkan foto diri dan video kalau sekedar untuk dikenang
aku heran
aku heran
ada dua hal yang terus tumbuh di tubuh
rambut dan kuku kita. aku sungguh tak mengerti
kenapa ia tak berhenti saja memanjang
seperti tinggi badan
kata orang kita bukanlah binatang
dingin malam kita tahan dengan pakaian
sedang senjata untuk berperang sudah kita ciptakan
lebih tajam dari cakar macan
kuku dan rambut, katanya
dua bagian tubuh kita yang tak akan sirna
meski daging kita sudah luluh
dan jiwa kita sudah lenyap entah kemana
kata orang kita bukanlah binatang
sudah kita buat kubur, pusara, dan monumen
bahkan foto diri dan video kalau sekedar untuk dikenang
aku heran
aku heran
(Posting, 10 Mei 2014)
Aku Rapopo
selalu ada jalan tikus
yang tersembunyi di balik
tiap kata yang terucap
yang menuju ke sebuah dunia
menyerupai sorga
seperti lubang pada tiap makam
ketika semua jalan berhenti di tengah
dan tak ada lagi tempat singgah untuk makan
selain mencincang tubuh sendiri
memasukkannya dalam kawah
kemudian ditelan. matang
tak matang
seperti hari-hariku
yang kuhabiskan untuk menanak puisi
hanya untuk memenuhi rasa lapar pada diri
dan berkata sehabis suap terakhir
aku rapopo
selalu ada jalan tikus
yang tersembunyi di balik
tiap kata yang terucap
yang menuju ke sebuah dunia
menyerupai sorga
seperti lubang pada tiap makam
ketika semua jalan berhenti di tengah
dan tak ada lagi tempat singgah untuk makan
selain mencincang tubuh sendiri
memasukkannya dalam kawah
kemudian ditelan. matang
tak matang
seperti hari-hariku
yang kuhabiskan untuk menanak puisi
hanya untuk memenuhi rasa lapar pada diri
dan berkata sehabis suap terakhir
aku rapopo
(Posting: 11 Mei 2014)
Aku Sudah Lupa
seberapa lama ingatan dapat bertahan?
pasti kau akan bilang selama aku terus tinggal di ruang dan waktu yang penuh
dengan jejak, yang terus mengundangku untuk mengikutinya dan kemudian
memerangkapku dalam putaran waktu. tapi, aku sebenarnya tetap di sini, di kamar
kita yang dulu, dengan cermin tempat kau selalu mengeluh tentang jerawat dan
kulit yang menghitam, cermin tempat kau duduk di pangkuanku, memandang ke
pantulan di kaca itu, dan mencoba menakar apakah kebersamaan kita masih pantas
untuk dipertahankan. kudengar lagu-lagu kita berkumandang dari ruang sebelah
tanpa mauku. kurasakan tak ada degub pada jantung atau hatiku yang dulu selalu
muncul setiap kita saling pandang dalam pertemuan yang tak pernah kekal itu.
sudah berabad-abad aku hidup tanpamu.
kamar, cermin, kasur, pintu, dan gorden yang selalu tak pernah dapat sempurna
menutup rahasia kita itu telah berubah dengan sendirinya digerogoti waktu. yang
selalu kuingat setiap kali kumenatapnya adalah keinginan untuk segera menjual
dan menggantinya dengan yang baru. betapa usang. hampir sia-sia untuk
dipertahankan. diperlukan cat yang baru pada temboknya, yang tak mungkin lagi
dengan warna yang lama karena warna itu tak lagi dapat dijumpai. pasti kau
masih ingat bahwa kita pun telah lama tergoda untuk mengubahnya ketika satu
saat tampak di layar televisi, sesaat begitu kita terbangun dari tidur
yang teramat panjang dulu. biru yang begitu menyegarkan, merah yang dapat
membuat segalanya menjadi tampak muda kembali.
seberapa lama ingatan dapat bertahan jika
lupa membebaskan kita dari beban? pasti kau akan berkata, kau telah melupakan
semuanya. seperti juga aku.
(by Faruk Tripoli on Saturday,
August 18, 2012 at 9:43pm)
Malioboro
sepotong ayam, sesendok sambal, sejumput lalap
wajah itu tak bergeming ketika dompet raib
senyum terkembang bersama lagu keroncong
jalan sesak, andong mendesak, tukang parkir tak
kehilangan tongkat
"inilah molioboro," katamu. "bukan
sanak bukan kadang
kalau uang melayang, tak ada yang kehilangan."
kaos oblong, sandal jepit dan baju batik
bunyi klakson, gerobag pedagang dan alun suara
musik
wajah melayang di sehelai kertas bekas
jatuh di bekas muntahan bakal preman
"inilah molioboro," katamu. "bathi
sanak, tambah beban"
malam merayap, kakilima kukut
keroncong berganti suara dangdut
tak lagi penting mana mabuk mana joged
mana jalan, mana gelanggang
"inilah molioboro," katamu, sambil
menghitung duit dan sisa potongan lele:
"tuno sathak asor wekasane", lanjutmu
dengan suara geram yang tak sempat kudengar
"Jangan-jangan taman budaya udah tutup,"
batinku bergegas
(by Faruk Tripoli on Thursday,
August 2, 2012 at 7:23pm)
Durian Jambi
"biarkan kubelah sendiri durian
itu," katamu sambil menancapkan sebuah pisau tepat di ujungnya.
"duri-duri ini tak pernah membuat kami gentar," begitu cepat kau
memindahkan sehelai lap bekas anduk yang tebal lalu menjadikannya alas pengaman
ketika tanganmu dengan penuh determinasi menahan punggung buah. aksimu semakin
memukauku begitu dengan cepat buah durian sudah tampak lumat di mulutmu.
"negeri kami ini seperti durian," kau bicara sambil menyapu sisa
daging buah yang masih melekat di bibirmu. "kau hanya bisa menikmatinya
jika kau sudah tahu cara membelah dan memegang durinya. kami punya banyak ruang
untuk banyak orang, juga banyak duri, silang sengketa antarbangsa".
aku kembali terpukau dan jadi teringat
pada jupe. ia pun tak takut pada duri-duri buah itu karena malam pengantin
adalah malam ketika yang berbeda sepakat untuk hidup bersama
(by Faruk Tripoli on Tuesday,
July 24, 2012 at 3:12am)
Negeri Kantong Bolong
"entah kenapa," katamu menatapku
sayu. "aku selalu disergap perasaan hampa setiap kali membuka laci
ini,"kau melanjutkan kata-katamu sambil menarik-surung hampa berkali-kali
laci itu. tak ada apa pun kulihat di dalamnya. "sebuah negeri terbangun di
sini, negeri tempat semua lemari dan meja tak berlaci, negeri setiap kamar
tanpa lemari. negeri kami itu dibangun ketika berkuasa seorang raja sehari.
semua penduduk ia masukkan ke dalam saku bajunya yang bolong. dan, kami
tiba-tiba merasa terserap ke dalam pusaran angin beliung untuk kemudian sampai
ke sebuah tempat tanpa lemari dan tanpa laci itu. orang-orang tak pernah berani
ke luar rumah. karena, konon, angin yang menderu di luar membawa serta
taring-taring raksasa yang siap memangsa siapa saja. hanya ada televisi yang
bisa membuat kami bertahan di rumah. hanya satu acara yang selalu kami tonton
berulangkali," kau menatapku seakan memancing rasa ingin tahu. "doraemon,"
aku tak bertanya karena aku sendiri berasal dari negeri itu.
"entah kenapa," kataku dengan
mata tersenyum menatapmu, "aku selalu bahagia tiap kali melihat doraemon
membuka kantong bajunya. kulihat petruk dan negeriku terkurung di
dalamnya. semua lemari berisi, semua laci seakan memberi janji. begitu
banyak muatan tapi tak pernah ada satu lubang pun yang dapat menjatuhkan
isinya."
(by Faruk Tripoli on Wednesday,
July 18, 2012 at 9:14pm)
Arya Penangsang
: Isti Nugroho
dan Indra Tranggono
Bukan kesalahpahaman itu yang menusuk kalbu
Tapi keyakinanmu akan kebenaran diri
Yang membuatmu ragu dan menunggu
Sampai sebuah kata terucap
dan kau tancapkan di pinggang sendiri
dan kau tak mungkin lagi paham
bahwa kau sudah kalah sebelum perang
karena kata itu, kawan
kata itu
kata itu
adalah jaring belati
yang tak hanya menikammu sampai mati
tapi bahkan membuatmu tak bisa melawan atau lari
sampai kini
22 Mei 2014
pukul 1:27
Itu Saja
ini bukan luka biasa
lebih dekat dengan senja
yang menyergap tiba-tiba
darah tak berwarna merah
juga tak mengalir dari celah
kita hanya terhenyak sejenak
tak sempat menangkap
apakah sakit atau enak
tiba-tiba sebuah tirai tertutup
seperti di panggung sandiwara
lalu semuanya kembali seperti semula
sebelum kata,sebelum rupa
hanya jalan panjang membentang
mengayunkan langkah kita
ke sebuah muara
atau fatamorgana
atau bukan keduanya
itu saja
itu saja
itu saja
tak ada yang tergores
tak ada darah
hanya langkah
hanya jalan panjang membentang
itu saja
ini bukan luka biasa
lebih dekat dengan senja
yang menyergap tiba-tiba
darah tak berwarna merah
juga tak mengalir dari celah
kita hanya terhenyak sejenak
tak sempat menangkap
apakah sakit atau enak
tiba-tiba sebuah tirai tertutup
seperti di panggung sandiwara
lalu semuanya kembali seperti semula
sebelum kata,sebelum rupa
hanya jalan panjang membentang
mengayunkan langkah kita
ke sebuah muara
atau fatamorgana
atau bukan keduanya
itu saja
itu saja
itu saja
tak ada yang tergores
tak ada darah
hanya langkah
hanya jalan panjang membentang
itu saja
Posting: 22 Mei 2014
Sajak Aneka Lidah
Lidah
jutaan kata
menguburku
meski sudah jadi hantu
Lidah Dua
jalan kata
selicin sorga
Lidah Tiga
bangun kata
istana pasir
Lidah Empat
dusta adalah juru selamat
dunia dan akhirat
Lidah
jutaan kata
menguburku
meski sudah jadi hantu
Lidah Dua
jalan kata
selicin sorga
Lidah Tiga
bangun kata
istana pasir
Lidah Empat
dusta adalah juru selamat
dunia dan akhirat
Doa Untuk Negeri
bila kami memilih satu di antara kami
makhluk melata di selokan dan rawa
dengan wajah yang jauh dari cahaya sorga
percayalah, kami sungguh sudah putus asa
menunggu pimpinan terpilih yang kau kirim
dari nirwana, orang-orang terpuji dan berhati suci
yang membuat negeri yang sudah karatan ini
kembali bercahaya seperti janji yang pernah kau beri
kami sungguh sudah tak punya harap
bila kami memilih di antara kami
orang-orang yang akan menjadi pemimpin negeri
selalu bicara dengan kepalan tangan
karena kekerasan hanya pantas untuk kami
yang tak pernah bebas dari pertarungan
dan sikut-sikutan untuk memperoleh sesuap nasi
dalam ruang tempat cahaya tak kunjung datang
aku tak tahu pada siapa sekarang aku meminta
setelah sekian lama kirimanmu ternyata palsu
hingga kami menjadi semakin ragu apakah kau ada
atau kami memang harus bertahan hanya di batas
yang kami punya. lalu saling menerkam sampai
punah dengan sendirinya
hai, yang di sana
bila kau memang masih punya telinga dan kuasa
berikanlah untuk kali ini saja sebuah sabda:
kunfayakun atau apa pun namanya
yang membuat segala yang tak mungkin
menjadi nyata
bila kami memilih satu di antara kami
makhluk melata di selokan dan rawa
dengan wajah yang jauh dari cahaya sorga
percayalah, kami sungguh sudah putus asa
menunggu pimpinan terpilih yang kau kirim
dari nirwana, orang-orang terpuji dan berhati suci
yang membuat negeri yang sudah karatan ini
kembali bercahaya seperti janji yang pernah kau beri
kami sungguh sudah tak punya harap
bila kami memilih di antara kami
orang-orang yang akan menjadi pemimpin negeri
selalu bicara dengan kepalan tangan
karena kekerasan hanya pantas untuk kami
yang tak pernah bebas dari pertarungan
dan sikut-sikutan untuk memperoleh sesuap nasi
dalam ruang tempat cahaya tak kunjung datang
aku tak tahu pada siapa sekarang aku meminta
setelah sekian lama kirimanmu ternyata palsu
hingga kami menjadi semakin ragu apakah kau ada
atau kami memang harus bertahan hanya di batas
yang kami punya. lalu saling menerkam sampai
punah dengan sendirinya
hai, yang di sana
bila kau memang masih punya telinga dan kuasa
berikanlah untuk kali ini saja sebuah sabda:
kunfayakun atau apa pun namanya
yang membuat segala yang tak mungkin
menjadi nyata
Posting: 23 Mei 2014
Api dalam Sekam
dalam sekam aku terpanggang
tak ada pijar api dan asap hanya angin lewat
hanya seekor sapi yang merasa
dari hawa yang menguap di dalamnya
namun lenguhnya, lenguhnya
adalah suara tanpa makna
seperti sebuah puisi
berita tanpa fakta
cerita tanpa peristiwa
kecuali getar suara
dalam riuh kehidupan kota
atau sebuah nada
dari telepon genggam yang terhimpit
di saku celana
dalam sekam aku terpanggang
itu saja
dalam sekam aku terpanggang
tak ada pijar api dan asap hanya angin lewat
hanya seekor sapi yang merasa
dari hawa yang menguap di dalamnya
namun lenguhnya, lenguhnya
adalah suara tanpa makna
seperti sebuah puisi
berita tanpa fakta
cerita tanpa peristiwa
kecuali getar suara
dalam riuh kehidupan kota
atau sebuah nada
dari telepon genggam yang terhimpit
di saku celana
dalam sekam aku terpanggang
itu saja
Posting: 25 Mei 2014
Malam ini Aku Ingin Sembunyi
sayang
malam ini aku ingin sembunyi
di tempat yang sangat sunyi
yang dapat bebas dari mimpi
tentang api yang menyala di sana
dengan lidah yang menjilat apa saja
seperti sebuah dendam lama
dari makhluk yang terusir dari sorga
yang merasa lenyap dari pandang mata
yang tak pernah jadi berita
yang tersisih dari istana
yang selalu terancam oleh nista
yang tak pernah dapat harga
bagi semua jerih payahnya
malam ini aku ingin sembunyi, sayang
di sebuah celah di dinding selokan
hidup bersama segala yang melata
melangkah tanpa suara
namun terus berjaga
karena api itu sayang, api itu
tak lagi bermata
begitu menyala
malam ini aku ingin sembunyi, sayang
dalam hatimu yang selalu hening
yang sudah begitu biasa
atau yang memang selalu terlarang
untuk bicara. entah dalam suka
entah dalam duka
sayang
malam ini aku ingin sembunyi
di tempat yang sangat sunyi
yang dapat bebas dari mimpi
tentang api yang menyala di sana
dengan lidah yang menjilat apa saja
seperti sebuah dendam lama
dari makhluk yang terusir dari sorga
yang merasa lenyap dari pandang mata
yang tak pernah jadi berita
yang tersisih dari istana
yang selalu terancam oleh nista
yang tak pernah dapat harga
bagi semua jerih payahnya
malam ini aku ingin sembunyi, sayang
di sebuah celah di dinding selokan
hidup bersama segala yang melata
melangkah tanpa suara
namun terus berjaga
karena api itu sayang, api itu
tak lagi bermata
begitu menyala
malam ini aku ingin sembunyi, sayang
dalam hatimu yang selalu hening
yang sudah begitu biasa
atau yang memang selalu terlarang
untuk bicara. entah dalam suka
entah dalam duka
Posting: 25 Mei 2014
Balada Sepatu Becek
sebuah sepatu becek
tergeletak di atas meja
tanpa teman. hanya
beberapa piring kosong
sendok dan garpu
yang terbaring hampa
sudah begitu lama
sepatu itu tergelatak di sana
pemiliknya sudah putus asa
pergi ke kota, tanpa alas kaki
dan membakarnya di panas
aspal jalan yang licin berkilat
pada setiap perempatan
sebuah sepatu becek
tergeletak di atas meja
tanpa teman. hanya
beberapa piring kosong
sendok dan garpu
yang terbaring hampa
sudah begitu lama
sepatu itu tergelatak di sana
pemiliknya sudah putus asa
pergi ke kota, tanpa alas kaki
dan membakarnya di panas
aspal jalan yang licin berkilat
pada setiap perempatan
Posting, 27 Mei 2014
Balada Sepatu Boot
sewaktu memancing
kuangkat sepatu boot
aku pun misuh
dan langsung melemparnya
tapi, sepatu itu mungkin jejadian
begitu sampai rumah
kutemukan kembali
berulang-ulang
di atas meja
aku jadi ingat
pada buah si bawang putih
hingga kugosok ia
berharap makanan datang
dengan sendirinya
walau ternyata sia-sia
karena selalu kembali
aku jadi ngeri
mungkin itu sepatu tentara
yang mati tanpa tanda jasa
jadi kuputuskan untuk pergi
tidur di mana saja
sewaktu memancing
kuangkat sepatu boot
aku pun misuh
dan langsung melemparnya
tapi, sepatu itu mungkin jejadian
begitu sampai rumah
kutemukan kembali
berulang-ulang
di atas meja
aku jadi ingat
pada buah si bawang putih
hingga kugosok ia
berharap makanan datang
dengan sendirinya
walau ternyata sia-sia
karena selalu kembali
aku jadi ngeri
mungkin itu sepatu tentara
yang mati tanpa tanda jasa
jadi kuputuskan untuk pergi
tidur di mana saja
Posting, 27 Mei 2014
Hampa
tak mudah berselancar di hati
kadang seperti ombak samudera
dan diri pecah dalam pendar cahaya
kemudian pudar
tak mudah berselancar di hati
kadang seperti gunung pasir
dan diri menggelora dalam api
kemudian musnah
tak mudah berselancar di hati
kecuali dalam hampa udara
ketika tinggi dan rendah
terbang dan jatuh
tak berbeda
tak mudah berselancar di hati
kadang seperti ombak samudera
dan diri pecah dalam pendar cahaya
kemudian pudar
tak mudah berselancar di hati
kadang seperti gunung pasir
dan diri menggelora dalam api
kemudian musnah
tak mudah berselancar di hati
kecuali dalam hampa udara
ketika tinggi dan rendah
terbang dan jatuh
tak berbeda
Posting: 28 Mei 2014
Langkah
senja ini
kuterima hadirmu
dengan kembang dan kemenyan
seperti janji kita dulu
langkah tak boleh berhenti
entah ke kiri atau ke kanan
karena waktu
seperti juga dirimu
selalu mengintip ambang pintu
sedang nyeri sudah terasa di lututku
tepat dalam sayatan
kilau mentari yang tenggelam
di ufuk sana
diriku tinggal bayang
antara langit yang berkemas
dan bumi yang tak memberi janji
untuk tak lagi membeku
senja ini
kuterima hadirmu
dengan kembang dan kemenyan
seperti janji kita dulu
langkah tak boleh berhenti
entah ke kiri atau ke kanan
karena waktu
seperti juga dirimu
selalu mengintip ambang pintu
sedang nyeri sudah terasa di lututku
tepat dalam sayatan
kilau mentari yang tenggelam
di ufuk sana
diriku tinggal bayang
antara langit yang berkemas
dan bumi yang tak memberi janji
untuk tak lagi membeku
Posting: 29 Mei 2014
Tentang Faruk H.T.
Prof. Dr. Faruk HT lahir di Banjarmasin, 10
Februari 1957. Sampai SMA di kota kelahiran. S1 sampai S3 di
Universitas Gadjah Mada (lulus 1994). Pengalaman sebagai dosen dimulai tahun
1983 di Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM. Diangkat menjadi Guru Besar di
Fakultas Sastra/Ilmu Budaya, UGM, tahun 2009. Pernah mengajar di Hankuk
University of Foreign Studies, Seoul, Korena Selatan (2007—2009) serta aktif
melakukan penelitian (1998—2009). Pernah menjabat Kepala Pusat Studi
Kebudayaan, UGM (2001—2003), pejabat sementara Kepala Pusat Studi
Kebudayaan, UGM (2003—2005), dan Kepala Program Studi Ilmu Sastra, Fakultas
Ilmu Budaya, UGM (2011—sekarang). Menikah dengan Sri Purwiyati (1984) dan
dikaruniai dua orang anak, Widya Paramita (1986) dan Dea Karya Adyani
(1989).
Bukunya
al: Belenggu Pasca-Kolonial: Hegemoni dan Resistensi dalam Sastra
Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Pengantar Sosiologi
Sastra (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), Hanya Inul (Yogyakarta: Penerbit
Galang), Novel-Novel Indonesia Tradisi Balai Pustaka (Yogyakarta:
Gama Media,2002), Beyond Imagination: Sastra Mutakhir dan Ideologi (Yogyakarta:
Gama Media, 2001), “The Power of Letter”. In Action and Reflection:
Experiences of Globalitation in Asia. (Tokyo:International House of Japan and Japan Foundation Asia Center),
Women-Womeni Lupus (Yogyakarta: Indonesia Tera, 2000), Kritik
Sastra Tionghoa: Persoalan Etnis dan Ras (Yogyakarta: Indonesia Tera),
Hilangnya Pesona Dunia: Siti Nurbaya, Budaya Minang, dan Struktur
Sosial Kolonial (Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia, 1999),
“Harga Sebuah Kepekaan dan Suara Sang Lain”. (Pengantar untuk Dirdjosanjoto. Memelihara
Umat: Kyai Pesantren-Kyai Langgar di Jawa. Yogyakarta: Lkis), Pengalaman,
Kesaksian, dan Refleksi kehidupan Mahasiswa di Yogyakarta: Hasil Penelitian
tentang Hubungan Antaretnis dan Antariman di Kalangan Mahasiswa di Yogyakarta
(Yogyakarta: Interfidei). Penelitiannya, al: “Pengaruh Epik India terhadap
Wayang Kulit Jawa” , Hankuk University of Foreign Studies, 2008—2009
(penelitian mandiri), “Postcolonial Condition of Indonesian Novels”, The Toyota
Foundation, 2003—2005 (penelitian mandiri), “Perkembangan Wayang Kulit
Jawa”,Pusat Studi Kebudayaan UGM bekerja sama dengan The Toyota Foundation,
1998—2001 (penelitian mandiri), “Pemetaan Sosial Kawasan Industri Jababeka,
Pusat Studi Kebudayaan UGM bekerja sama dengan Pengelola Kawasan Industri
Jababeka, 2000—2001 (penelitian kolektif). Faruk kini tinggal bersama
keluarganya di Perumahan Sukoharjo Blok E 55, Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta. Email : faruk psk @yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar