Selasa, 02 Februari 2016

Abdul Wachid B.S: KEPAYANG




Data buku kumpulan puisi

Judul : Kepayang
Penulis : Abdul Wachid B. S.
Cetakan : II, Februari 2013 (cet. I, 2012)
Penerbit : Cinta Buku, Yogyakarta.
Tebal : xii + 102 halaman (41 puisi)
ISBN : 978-602-99055-1-9
Desain cover : Joni Ariadinata
Gambar cover : lukisan “Dzikir Gus Dur, Dzikir Kepayang”
Dimensi 55 cm x 207 cm, karya K.H. M. Fuad Riyadi (Pleret, Yogyakarta)
Kata Pengantar : Lee Yeon (Doktor Ilmu Sastra, dosen di Hankuk
University of Foreign Studies/HUFS, Seoul, Korea Selatan)
Kata Penutup : Maman S. Mahayana

Kepayang terdiri atas 2 bagian, yaitu Sajak-sajak 2011 (12 sajak) dan Sajak-sajak 2012 (29 sajak)

Beberapa pilihan puisi Abdul Wachid B. S. dalam Kepayang

Doa Pencinta

ya Allah
kemiskinan ada di sekitar saya
tetapi mengapa sajak-sajakku hanya
berkisah tentang cinta
Mu saja?

Yogyakarta, 15 Juli 2012


Kendi

bagaikan kendi yang
senantiasa kau isi dengan
cinta dan pengetahuan
aku tiada terasa selalu

ngucurkan airmata
duka dan nestapa
tawa dan bahagia
teraduk dan tersabda

menjelma menjadi
kendi yang selalu kau
isi aku dengan hasratmu
aku akan berjaga, ada

sedangkan kau
si penuang agung itu
sekaligus peminumnya
aku cumalah kendi

minum, minumlah
orang datang orang pergi
mencari-cari diri, lelah
kehausan, kekasih sejati

ya, aku kendi abadi
hingga kelak kau titahkan
aku dengan salammu yang
hidup tidak berkesudahan

Yogyakarta, 20 Juni 2012



Resonansi

setiap hal di semesta ini, ada
getarannya, ada auranya, ada
gerakannya, sekalipun penuh lembut
sekalipun ada yang penuh kalut

kau aku percaya gelombang lautan
aku kau percaya sebagai gelombang radio yang
membaca cinta di telinga hatimu yang
kadang kosong, rentan oleh tekanan

umpama doa yang kau ucapkan berulang
mereka bagai kupukupu putih, warnawarni
hinggap dari satu ruang ke waktu
dari satu tangkai ke bungabunga

setiap umpatan disimpan oleh udara
mengendap ke pohonpohon ke rerumputan
menyimpan air semacam comberan
apakah ketika diminum menyembuhkan?

maka setiap kau aku bangun tidur
setelah melepas kupukupu doa dari bibir mawar
setelah air wudlu membasuh mimpi yang keruh
aku kau ambilkan segelas air putih, sentuh

doadoa, kita tiupkan bersama
dan gantiberganti bibir meminumnya
dalam kesalingan abadi
maka dengan alasan cinta yang sama

maha getaran yang menggerakkan
semua dan segala ini
menyanyikan lagulagu cinta ke
semesta hati manusia kita

Yogyakarta, 15 Juli 2012


Aku Mampu Mencintaimu

aku mampu mencintaimu tanpa rasa cemburu
akarakar tidak pernah menuntut dirinya menjadi
            pohon yang
kokoh menjulang, sedangkan pohon juga tidak
mau menangisi diri ketika memandang daundaun
            meneduhi

sepasang kekasih saling
merentangkan tangan dengan katakata yang
paling mewakili luapan lubuk hati
tungku birahi begitu memompa jiwa gelisah

aku mampu mencintaimu tanpa prahara
dan bencana setiap pagi bergedebur menuju senja
tenggelam dalam doadoa alis matamu yang
sekali kedipan jatuhlah bintangbintang

lengkapkan malam
cemaskan lalulalang lelaki hidung belang
tetapi, aku mencintaimu dengan mengubur cemburu
tersebab kau aku hanyalah imam dan makmum

dalam sembahyang abadi

Yogyakarta, 4 Mei 2012


Puisi Puasa

pohon yang seperti khuldi itu, mengapa
di tiap detak puasa dia justru menegak
sedangkan matahari maghrib masih jauh
seorang lelaki yang tujuh tahun bersimpuh

di bawah pohonnya yang tidak rimbun
reranting mengering dibakar keinginan yang
tidak pernah sampai kepada basah akar
sedangkan dia sudah terlalu parah oleh tuak membakar

tetapi, di suatu pagi menjelang subuh
ada yang bergerak-gerak dari dahan-dahan pohon
padahal angin belum menyapa di dini hari itu
lalu, darimana datangnya gerakan?

apalagi ketika adzan duhur mengaura dari menara
angin dan pohon ini sama-sama kencangnya
berkesiur kemari ke sana mencari pemuja cintanya
yang selama ini dianggurkan, dan putusasa

teringatlah dia kepada penyair raja daud
dengan 99 perupamaan dombanya
dan the king of salomon dalam bible
dengan 700 keluarganya dari berbagai negeri

pohon yang seperti khuldi itu, mengapa
di tiap gerak puasa dia justru menegak
sedangkan perempuan penyiram ladang itu masih jauh
seorang lelaki yang tujuh tahun bersimpuh

kini dia bertakbir
mengacungkan
alif
yang tidak terbilang jumlahnya!

Yogyakarta, 17 Agustus 2012


Di Rumah Itulah

ada sebuah dada yang
berisikan kalbu
ada sebuah kalbu yang
berlapiskan keras besi batu

ada sebuah besi batu yang
bertahtakan lubuk hati:
sebuah rumah tempat memulai
dan mengakhiri pemujaan kepadamu, hyang

di rumah itulah
aku membuka menutup pintu
datang dan berlalu
sujud di atas tanah

di rumah itulah
kau aku bercinta tanpa resah
beranakpinak dengan gagah
menjawab dunia yang pongah

di rumah itulah
aku akan tengadah pasrah
di pangkuanmu kekasih
direnggut maha kekasih

Yogyakarta, 25 Maret 2012


Mandi
- Di rumah Doktor Suwito NS

Jam melantunkan adzan ‘isya
Dunia terus saja mendesak
Sampailah aku di rumahmu
Di relung yang paling tenung dalam hatiku

“Mandilah sejenak
Agar segar segala yang daki!”
Ujarmu samar, adzan bergerak
Tidak jauh, tetapi menjauh dari telinga

Tetapi hari telah malam
Aku tidak mau badan jadi demam
Kutolak halus ajakanmu
Sekalipun tahu diriku kelewat debu

“Mandilah!”
Ajakanmu begitu menampar
Rembulan semakin memar
Di batas terang rumah, lalu malamku bertambah lelah

Purwokerto, 7 November 2011


Jatuh Cinta Kepadamu

Jatuh cinta kepadamu
Padang ilalang merayakan kembang putihnya
Musim kemarau tidak lagi bernyanyi parau
Lantaran gerimis senja
Mengembalikan sunyi kepada pagi:
Daun dan bunga bermahkota embun

Jatuh cinta kepadamu
Tidak terbilang jumlahnya
Kata-kata menjadi harapan
Harapan menjadi doa-doa yang tidak berkesudahan
Dari pagi ke siang
Dari siang ke senja
Dan malam kian meluaskan pandangan
Bahwa aku sedemikian kerdil
Untuk memeluk semesta cintamu

Jatuh cinta kepadamu

Seorang lelaki menyediakan diri untuk
Disalibkan dengan luka-luka rajam

Seorang lelaki tetaplah melewati
Lorong-lorong zaman sekalipun tahu
Remah-remah roti di kedua tangan kemuliaannya
Dibalas dengan lemparan tai

Jatuh cinta kepadamu

Seorang lelaki yang bernyanyi di tengah malam
Berteriak-teriak
Memanggil-manggil nama
Mu!

Solo, 7 Oktober 2011


Badan Demam Ruhku Demam

Badan demam oleh sesuatu yang
Menari-nari bagai gasing
Di dalam lubuk hati yang
Dilapisi oleh yang bernama, Sayang

Ruhku demam oleh sesuatu yang
Menari-nari bagai penari padang pasir
Di sekujur tubuhnya cahaya berdesir
Diiringi oleh seruling dan kendang, Sayangnya

Engkau tidak juga hadir melengkapi perjamuan
Padahal di langit keindahan di altar tanah keindahan
Di segala arah keindahan, akan menjadi tersia tertahan
Oleh harubiru rindu yang tiada berkesudahan

Sekalipun aku mampu mabuk oleh dunia
Tetapi? Kalimatmu kelak yang
Selamatkan aku
Tergelincir dari segala tarian

Yogyakarta, 23 Maret 2012


Dzikir Gus Miek

“tidak ada hari esok yang
tidak dimulai dengan puasa”
demikianlah gus miek berkata
di atas selembar daun, seseorang

bersujud bagai lebah
menyerap atau terserap oleh semesta cinta
dan cerita itu pun menjadi nyata
di mata kita yang berprasangka baik, sungguh

batas antara neraka dan surga cuma
setitian rambut dibelah tujuh
tetapi jarak antara aku dan dia mungkin saja
dipisahkan oleh jendela yang

ditandai sebagai hati
ternyata aku keluar masuk lewat jendela itu
bagaimana mungkin aku akan leluasa
meloncati jendela itu jika tambun perutku?

maka ketika malam kekasih menjaga mata
agar hidup tidak kantuk abadi
maka jika siang kau kosongkan lambung
agar hidup tidak limbung

tidak ada hari esok yang
tidak dimulai dengan puasa
demikianlah gus miek cerita
di atas selembar daun, sujud pun fana

sehingga dunia tetaplah berjaga
dari bencana

Yogyakarta, 26 juli 2012


Yang Kepayang Hyang

Yang kepayang Hyang
Yang berani sendiri berjaga di tengah malam
Yang berjalan tanpa kaki
Yang terbang tanpa sayap
Yang menggapai langit tanpa pesawat
Yang memeluk semesta cinta
Yang menyala oleh cinta

Yang kepayang Hyang
Yang mencinta tanpa alasan kecuali
Yang bersebab akibat karena cinta itu sendiri
Yang tak pernah sendiri sekalipun sepi
Yang meneteskan airmata bahagia
Yang saksikan orang datang orang pergi
Yang bercinta karenanya ataukah karenamu?
Hyang

Yang kepayang Hyang
Yang dalam pandang orangL dia terluka dia gila dia
Yang miskin tidak merasa papa dia dekil dia menggigil dia
Yang di tiang malam mengibarkan benderang
Yang matahari dia pindah ke malam
Yang bulan dia pindah ke siang
Yang dia tidak pernah takut kepada siapapun dia
Yang dia bertekuk lutut ke haribaan
Hyang

Yang terang tatap matamu
Yang terangi tatap mataku
Yang kepayang
Hyang di atas Hyang

Yogyakarta, 28 Desember 2011


Cincin

kupikirkan sebuah cincin maha besarnya yang
melingkari jemari manis semesta yang
di tengahnya lobang seperti jantungku yang
berlobang tertembus oleh cintamu

dan cincin itu disemayamkan di atas kursi yang
megah yang semua penciptaan berada
di lingkaran cincin itu yang
kau aku saling mencari sehingga bertemu

di sebuah taman: kau aku saling
mengagumi sebatang pohon rindang teduh
meneduhkan badan tetapi mengerangkan jiwa
kau aku menjadi lapar dan dahaga yang

berkepanjangan, tahu-tahu kau aku memetiknya
menikmatinya dengan tergesa lantaran
takut-takut ketahuan sang pemiliknya
tahu-tahu kau aku kian lapar kian dahaga

si pemilik kebun yang penuh cinta dan kasih sayang itu
tahu-tahu berada di semua arah kita dan berkata
“bila kalian saling lingkarkan cincin ke jemari manis
lapar dahaga kalian akan sirna”

maka di siang yang terang di sebuah taman:
kau aku saling melingkarkan cincin
kau aku lalu meniru laku semesta, bertawaf
melingkari cincin itu, berputar-putar

tiada kata akhir, tersebab
antara memulai dan mengakhiri hanyalah berujung
di tengahnya: lobang seperti jantung hati kau aku yang
berlobang tertembus oleh cinta-Nya

Purwokerto-Yogyakarta, 2 Agustus 2012


Titik

apakah cinta senantiasa titik?
air di lautan air di daratan ditarik
matahari khatulistiwa menuju awan-awan
berarak mega-mega melebur dalam kesetiaan

memberat mendung jatuhlah hujan
sedang kau aku berteduh di bawah pohon khuldi
sedang aku kau pandang penuh mengerti
isyarat-isyarat yang berkelebat menjadi

kau aku bercermin kepada genangan sisa air hujan
aku kau tunjukkan betapa matamu yang
penuh hujan lantaran sedih ataukah bahagia
kembali terbaca oleh yang

terkaca di jendela kamar antara
bayangan kau aku dan hujan saling
menindih sehingga darah kau aku mendidih
bukan lantaran amarah

tetapi? cinta ini memang tidak mau titik
sehingga kata-kata mencari makna baru
di antara titik-titik air hujan di lautan dan di daratan
dan hujan airmata kau aku yang

bernama duka dan bahagia

Yogyakarta, 16 Juni 2012


Bacalah

ketika hujan memberi basah kepada
tanah, rerumputan, pohon, daun-daun
ketika tanah memberi pijakan kepada
setiap langkah, setiap resap kehidupan yang
di tubuhnya menjadi megah
ketika rerumputan memberi warna hijau kepada
jiwa kau aku yang galau
ketika pohon-pohon memberi permohonan kepada
sang empunya kebun abadi untuk
daun-daun yang memberi nafas kepada
jiwa-jiwa yang senantiasa
lahir, tumbuh, bercinta
lalu mati yang tidak pernah benar-benar mati

ketika kau aku, cinta sungguh
tidak pernah cuma menerima
kecuali memberi dan selalu memberi
dan yang menerima abadi hanyalah
sang empunya kebun

Yogyakarta, 6 Juli 2012


Koma

tidak di langit dan tidak di bumi
tidak bahagia dan tidak sedih
aku di antara yang
tidak berkesudahan

mungkin begitulah adam ketika
terlempar dari surga yang
cuma dua hari saja lalu
melayang-layang di antara

surga dan alam semesta
disentakkan oleh impian
khuldi abadi
hawa dini hari

terdampar di perbukitan jabal rahmah
seperti kau aku yang
bertemu ataukah dipertemukan oleh
takdir ataukah keinginan dari pikir?

tetapi, apakah di atas segala keinginan
adam hawa, kau aku
dan segala dan semua sudah ditulis sejak hari alastu?
ah, aku rindu kepada puisi

tersebab

tidak di langit dan tidak di bumi
tidak bahagia dan tidak sedih
aku di antara yang
tidak berkesudahan

terlempar

terdampar di kamar
dunia yang samar-samar
langit kian memudar
di luar sore angin tidak terdengar

Yogyakarta, 15 Juni 2012


Tentang Abdul Wachid B. S.
Abdul Wachid B. S. lahir di di dusun Bluluk, Lamongan, Jawa Timur, 7 Oktober 1966. Pendidikan terakhir di Pascasarjana UGM, Program Studi Sastra (2007). Menulis puisi, esai dan cerpen yang terdokumentasi di berbagai media cetak dan antologi bersama. Bukunya: Rumah Cahaya (Puisi, 2003), Sastra Melawan Slogan (esai, 2000), Religiositas Alam: dari Surealisme ke Spiritualisme D. Zawawi Imron (2002, skripsi yang dibukukan), Ijinkan Aku Mencintaimu (puisi, 2004), Tunjammu Kekasih (puisi, 2003), Beribu Rindu Kekasihku (puisi, 2004), Membaca Makna dari Chairil Anwar ke A. Mustofa Bisri (kajian sastra, 2005), Sastra Pencerahan (esai, 2005), Gandrung Cinta (kajian sastra dan tasawuf, 2008), Analisis Struktural Semiotik: Puisi Surealistis Religius D. Zawawi Imron (2009), dan Kepayang (puisi, 2011). Saat ini menjadi dosen tetap di STAIN Purwokerto dan menjadi dosen tamu di beberapa universitas.


Catatan Lain
Sepertinya puisi-puisi dalam kumpulan ini disusun secara kronologis dari yang bertempat/tanggal: Solo, 1 oktober 2011 hingga Purwokerto, 27 Agustus 2012.
            Lee Yeon memberi pembuka sebanyak 4 halaman, dan mengutip utuh hanya 1 puisi, yaitu puisi “Doa Pencinta”. Adapun Maman S Mahayana, menulis penutup sebanyak 23 halaman, dan mengutip utuh 5 puisi. Dan kelima puisi itu tidak ada di buku kumpulan puisi kepayang! Setelah tulisan penutup, hadir komentar-komentar rekan, saya kira ada 14 komentar, dan enam di antaranya ditulis lengkap dengan gelar akademis.
            Dan berikut beberapa puisi yang menjadi bagian dari tulisan Maman S. Mahayana itu:

Awal Segala Ikhwal adalah Cinta

Awal segala ikhwal adalah Cinta
Dan dengan Cinta
Kata menyapa yang
Semula tiada

“Aku ingin dikenali, maka
Aku mencinta
Dan dengan cinta menjadi
Kau pun ada,”

Cinta sapa Kata
Kata sapa Cinta
Dalam kesendirian
Dalam kesunyian

Kata berterimakasih kepada Cinta
Tersebab hasrat yang
Menyala, Cinta
Menebar kasih sayang

Awal segala ikhwal adalah Cinta
Dan dengan Cinta
Kata beranak-pinak menjadi semesta
Dan di bumi, adam dan hawa

Memulai
Dan mengakhiri
Kata
Dengan Cinta

Yogyakarta, Desember 2008


Puncak Cinta

Rindu memang selalu sakit
Tapi pertemuan cinta akan mengobati

Puncak cinta adalah kerinduan
Karenanya kita bisa maknai
Harap-harap cemas
Pada kekasih yang dicintai

Karena cinta kita mengenali diri
Betapa aku membutuhkanmu
Kuhayati jatuh-bangunnya hatiku
Dalam mencintaimu

Tapi kunikmati saja kesakitanku
Karena merindukanmu
Seperti kurasakan nikmatnya cinta
Yang telah kucecap dari lidah hatimu

Warungboto, Yogyakarta, 27 Juni 2006


Wasilah Kekasih

Tersebab engkau cahaya
Barangkali aku tak pernah mampu
Melukiskan puisi untukmu

2003/2005


Wasilah Cahaya

Matahari membagi sinarnya
Ke segenap arah

Matahari menjadi ada
Tersebab oleh cahaya

Matahari menghidupi
Sekaligus dihidupi

Matahari wasilah cahaya
Sebagaimana cinta

Matahari wasilah cinta
Mencari cahaya

Matahari menjadi ada
Tersebab membagi sinarnya

Bukan kepada semesta
Tetapi bagi bumi

Hanya ke segenap bumi
Teruntuk kewanitaanmu

Sukmamu matahari
Membagi menjadi arah mataangin

2003/2005

2 komentar:

  1. Alhamdulillah, bisa menemukan puisi karya guru-guru di blog ini. Sangat bermanfaat sekali, barakallah.

    BalasHapus
  2. nice post kak
    suka puisinyaa :D
    sesama penggemar puisi saling mampir donk kak hehe

    andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn

    BalasHapus