Senin, 13 Mei 2013

Made Wianta: KITAB SUCI DIGANTUNG DI PINGGIR JALAN NEW YORK





Data buku kumpulan puisi

Judul : Kitab Suci Digantung di Pinggir Jalan New York
Penulis : Made Wianta
Cetakan : I, Februari 2003
Penerbit : Bentang Budaya, Jogjakarta
Tebal : xxviii + 311 halaman (262 judul puisi)
Editor : Ema Sukarelawanto
Perancang Sampul : Si Ong
ISBN : 979-3062-65-7

Beberapa pilihan puisi Made Wianta dalam Kitab Suci Digantung di Pinggir Jalan New York

Adrian Vickers Ceramah di Harian Nusa, Jl. Hayam Wuruk, Denpasar, 13 Juli 1996

terkulir saja
apa itu durhaka, kebebasan, sumpek
terkoyak, mencerca
paduan suara monyet
petualang meninggalkan wajah
bertuliskan empot-empotan
berkumandang di rawa gambut
kembali ke akar, ranting pun ingin dimadu
melantunkan kepanikan nyalakan pembauran
kutang berserakan, buah bibir bertelur
buah harapan buang hajat, buah hati bertanya
buah-buahan terinjak bau badan
menghapus tabung buah dengan buah simalakama
urat nadi gentayangan memikirkan
kitab suci digantung di pinggir jalan New York

Sansana Anak Naga dan Tahun-Tahun Pembunuhan



Data Kumpulan Puisi

Judul   : Sansana Anak Naga dan Tahun-Tahun Pembunuhan
Penulis : JJ Kusni (Magusig O Bungai)
Pertama kali diterbitkan: Stichting ISDM, Culembor, Nederland, 1990
Diterbitkan (kembali) dalam bahasa Indonesia: Penerbit Ombak, Juli 2005, Yogyakarta.
Tebal : xxxvi + 88 halaman (33 puisi)
ISBN : 979-3472-41-9
Ilustrasi sampul dan isi : Surya Wirawan
Pengantar editor : A. Kohar Ibrahim
Prolog : Prof. Dr. W. F. Wertheim

Beberapa pilihan puisi JJ Kusni dalam Sansana Anak Naga dan Tahun-Tahun Pembunuhan

Tentu Saja

tentu saja ada yang tak mengenal kemiskinan
sedang pahitnya kutelan sepanjang usia
maka namaku salah satu dari nama duka

tentu saja ada yang tak mengenal penindasan
beratnya orang dikejar diburu terhalau dari kampung kelahiran
sedangkan aku adalah buruan itu sendiri maka jadi kembara

nah, bukankah sejarah penuh tikungan
tajam dan mendadak di luar hitungan aljabar
hidup kadang seperti meja perjudian

tak ubah medan laga
kaya intrik kejam tanpa kasihan
kelanggengan sangat jauh dari padanya

tentu saja ada yang tak buta aksara tapi tak sanggup membaca
lalu mengambil jalan gampang malas bertanya
tak heran sebagai budak membunuh pun jadi
tak enggan. bangga!

penyair
kukira di sini kau dinanti
menarung kejahilan memanusiakan bumi

1990

Wayan Sunarta: IMPIAN USAI


Data Buku Kumpulan Puisi

Judul : Impian Usai
Penulis : Wayan Sunarta
Cetakan : I, Agustus 2007
Penerbit : Kubu Sastra, Denpasar
Tebal : iv + 133 halaman (99 puisi)
Foto sampul : Feybe I. Mokoginta
Perwajahan : GPS
ISBN : 978-979-16405-0-3

Beberapa pilihan puisi Wayan Sunarta dalam Impian Usai

Sindhu
- buat: i.p.m

di sindhu
selembar daun waru
                        menyerpih
menjadi 17 suku kata
            pada putih pasir

kau sebut itu
haiku yang menunggu
            kehadiranmu

puisi dengan cahaya pelita pudar
mendadak lepas dari kilau tatap matamu
            bagai mutiara yang hampir matang
                        kau rampungkan hening
            dalam nyaman cangkang kerang

namun, di sindhu
yang sisa hanya lagu bisu
                                    dan haiku
menyimpan rahasia
                        daun waru tua

2006

Budiman S Hartojo: SEBELUM TIDUR



 Data Buku Kumpulan Puisi

Judul : Sebelum Tidur
Penulis : Budiman S Hartojo
Cetakan : I, 1977
Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Tebal : 88 halaman (46 puisi)
Gambar Jilid : Nashar

Beberapa pilihan puisi Budiman S Hartojo dalam Sebelum Tidur

Tidurlah Engkau, Tidur

Tidurlah engkau, tidur
bagai seseorang bertamasya dalam sihir
Tidurlah engkau, tidur
pulas dalam seribu impian
dari awal sampai akhir

Hari kan lena berlalu tanpa cerita
peristiwa kan berlalu tiada berita
Di sini engkau bakal terlelap jauh dan dalam
aman dalam pelukan anugerah alam

Tidurlah engkau, tidur
puas tanpa sedu sedan jaman yang sakit
Tidurlah engkau, tidur
tiada peduli tangis sejarah
yang tak pernah bangkit

Hari ini genaplah sudah
apa lagi yang dirisaukan?
Hari ini sempurna sudah lingkaran waktu
apa lagi yang ditunggu?

Tidurlah jiwaku, tidur
pulas dalam sihir waktu
Tidurlah sukmaku, tidur
lelap dalam jiwa yang padu

1969

Senin, 22 April 2013

Dedet Setiadi: GEMBOK SANG KALA





Judul : Gembok Sang Kala
Penulis : Dedet Setiadi
Cetakan : I, Juli 2012
Penerbit : Forum Sastra Surakarta
Tebal : viii + 100 halaman (87 puisi)
ISBN :  978-979-185-385-9
Editor :  Sosiawan Leak
Desain isi dan sampul : Ronny Azza dan Sosiawan Leak

Beberapa pilihan puisi Dedet Setiadi dalam Gembok Sang Kala

Gembok

Gerbang langit terkunci
tak bisa dibaca
sebelum gembok berhasil dibuka

mengetuk-ngetuk tabir bahasa
sajak hilang rasa!

Di ujung pintu
aku dengar langkahmu cethat-cethit
mengayunkan jarum arloji
ke arah langit yang masih terkunci

malam larut
kau pun datang ternyata
tak sekedar sebagai kilatan cahaya
tapi menjelma kunci
yang melepas gembok dalam jiwa
merogoh sukma

di awal fajar
langit membuka- melebarkan bayang semesta
tapi kau menolak sirna
bahkan berkata
akulah kunci yang akan selalu ada
ketika hendak kau buka gembok semesta jiwa

Magelang, 2012

Sabtu, 13 April 2013

Ayatrohaedi: PABILA DAN DI MANA


Data Kumpulan Puisi

Judul : Pabila dan di Mana
Penulis : Ayatrohaedi 
Cetakan : -
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Tebal : 80 halaman (59 puisi)
Gambar jilid : A. Wakidjan
Dicetak oleh : PN Percetakan Negara RI, Jakarta

Beberapa pilihan puisi Ayatrohaedi dalam Pabila dan di Mana

Leuwimunding

Jalannya penuh berdebu
antara sawah dan kali
antara gunung dan tegal
di bawah kilat belati
anak pulang dari kota
mengaca mayat sendiri.

Dan rindu makin menggunung
antara mata dan hati
rindu kampung kelahiran
di bawah kilat belati
melurus jalan ke makam
bawa cinta sampai mati

1958


Nyanyian Keabadian

Hujan jatuh di luar musim
menghijaukan rumput di jalan

Hujan jatuh bersama angin
melambaikan daun di dahan

Hujan jatuh membawa dingin
menyejukkan rindu di badan

Cinta yang tumbuh setiap musim
adalah cintaku pada keabadian

1958

Hasan Aspahani: LUKA MATA


Data Buku Kumpulan Sajak

Judul : Luka Mata
Penulis  : Hasan Aspahani
Cetakan : I, Juli 2010
Penerbit : Koekoesan, Depok
Tebal : xxvi + 83 halaman (97 puisi)
Perancang sampul : MN Jihad
Tata Letak : Hari Ambari
ISBN : 978-979-1442-35-0
Prolog : Damhuri Muhammad


Beberapa pilihan puisi Hasan Aspahani dalam Luka Mata

Kuberi Tahu Engkau Bagaimana Cara Kami Menapaikan Ketan
: untuk mamaku Siti Mariyam, juru tapai paling hebat sedunia

ENGKAU harus yakin telah memilih beras ketan baru, yang seputih
santan, yang berbulir lencir, lalu kau tampi lagi, agar terbang segala
dedak debu. Telah selesai tugas kulit padi. Menjaga bulir yang setetes
demi setetes terisi, membernas di runduk malai, di petak-petak
sawahmu.

Sementara itu engkau siapkan tungku, dandang pengukusan,
dan kayu secukupnya kayu. Api harus tetap menjaga nyala,
menembuskan panas ke dinding dandang, sementara di dalam
dandang itu nanti gelegak air menguji seberapa lekat ketan yang
telah kau pilih, kau bersihkan, dan kelak hendak kau tapaikan.

Engkau mestinya sudah menyiapkan perasan daun pandan yang
kau petik di sumur tempat engkau mandi hari raya, sebelum salat
Idulfitri, pandan yang berumpun subur, hijau dan wangi yang kelak
menyeimbangi aroma fermentasi.

Di nyiru, yang tadi kau pakai menampi, kini seharusnya sudah
engkau lapisi helai daun pisang, jangan terbalik membentang, sisi
atas yang hijaunya sedap dipandang, di situlah engkau hamparkan
nasi ketan yang mengepulkan uap yang baru engkau kaut dari
dandang, lalu biarkan hingga suhu kamar, sambil engkau percikkan
padanya harum dan hijau perasan air pandan.

Aku beri tahu rahasia satu: agar tak lekat tanganmu, celupkan
keduanya dalam air remasan pucuk katu, kami percaya ini akan
banyak membantu, ragi yang kelak ditugaskan berfermentasi, dia
bekerja tidak sendiri.

Rahasia yang paling rahasia sebenarnya adalah saat kau menaburkan
ragi (dan menebarkan ragu, "maniskah kelak tapaiku? Maniskah?"),
pastikanlah bahwa saat itu suhu ketan yang tentu telah menghijau
itu tak lebih panas dari suhu udara di dapurmu. Jika segumpal
saja ada yang masih menyimpan lebih suhu, oh, kau sudah
menggagalkan seluruh ritual penapaianmu. Yang segumpal itu akan
memerah dan memasamkan seluruh manis tapaimu!

Saatnya, engkau menunggu, setelah menyimpan bakal tapaimu
dalam wadah tertutup, sebab ragimu, ragi tapaimu, adalah dia yang
bekerja dalam ruang tak berpintu. Kelak, akan terkabarkan padamu,
wangi manis tapaimu, di pagi hari rayamu.

PERCAKAPAN LILIN


Data buku kumpulan puisi

Judul : Percakapan Lilin
Penulis  : Riki Dhamparan Putra
Cetakan : I, Juni 2004
Penerbit : AKY (Akademi Kebudayaan Yogyakarta) Press, Yogyakarta.
Tebal : ix + 81 halaman ( 53  judul puisi)
ISBN : 979-98626-0-4
Tata letak : Sazhs
Desain dan Ilustrasi sampul : Windutampan
Pengantar (kata kawan) : Puthut EA

Beberapa pilihan puisi Riki Dhamparan Putra dalam Percakapan Lilin

Nyepi

Kukuuuruuyuuuuuuk

1998


Pantai demi Pantai

lapak-lapak rinduku
buyar
  di tepi kanal
ketika di bawah debur lampu
aku melihatmu pamit
dari pucuk-pucuk kirkit
yang melambai
dengan penuh sesal
seperti engkaulah pantai
dan keriuhan itu
tamasya-tamasya kosong
yang mencengangkan
darimana dongong-dongeng
lahir
membukakan pintu-
   pintu malam
angin laut yang jahat
dan bidari-bidari
yang menyulut sumbu
kiamat

hamba menyerah, tuanku
dari pantai yang tak kunjung
kukenal
di mana aku memeliharamu
pada serunai kapal
di kejauhan
mungkin tak kan ada yang tiba
hingga waktupun berhenti
dan aku istirah
memejam mata
di karang yang selalu basah
di antara batu-
batu yang tertidur
memeluk surga

1999

Korrie Layun Rampan: UPACARA BULAN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Upacara Bulan
Penulis  : Korrie Layun Rampan
Cetakan : I, 2007
Penerbit : bukupop, Jakarta.
Tebal : xviii + 127 halaman (101 judul puisi)
ISBN : 978-979-1012-17-1

Beberapa pilihan puisi Korrie Layun Rampan dalam Upacara Bulan

Aku Memilih

Aku memilih tanah
Tapi ayahku berang
Ia memberiku sungai,
“Datangi sumbernya di udik sana,
Yang mancur di antara akar dan batu-batu.”

Aku memilih arus
Tapi abang memberiku air
“Ikuti arusnya sampai muara,”
Suaranya menghentak jiwa.

Aku ragu saat kudengar suara ibu
Yang mana harus kupilih
Muara atau sumbernya.
“Kau harus pilih kehidupan,”
ibuku tersenyum sambil meraba cahaya harapan

Aku gagu melangkah di antara tasik dan pegunungan
Di manakah kehidupan?
Adikku berseru, “Kau harus pilih hati dan cinta
Sumber segala cahaya.”

Di antara enggan dan keinginan
Aku bertanya rumah cinta
Di mana?

“Yang bersih hanya kasih,”
Kakekku berkata menunjukkan benih
Aku tengadahkan dada
“Di sini?” aku menunjukkan kepala

“Bahagia selalu ada di dalam sepi dan ramai,”
Nenekku menimpali sambil membersihkan kuali
Adakah kehidupan berbiak di antara tungku
Di dasar nyala api?

Aku menyusuri segala mula jadi
Fajar di kaki: di mataku jalan panjang sekali!

Minggu, 03 Maret 2013

Wiji Thukul: AKU INGIN JADI PELURU



Data buku kumpulan puisi

Judul : Aku Ingin Jadi Peluru
Penulis : Wiji Thukul
Cetakan : I, Juni 2000
Penerbit : IndonesiaTera, Magelang. Diterbitkan atas bantuan Perwakilan KITLV di Indonesia (Koninklijk Instituut voor Taal -, Land-en Volkenkunde)
Editor : Dorothea Rosa Herliany
Ilustrasi sampul : Sudwinarno (Duweck)
Disain Sampul : M. Iqbal Azcha
ISBN : 979-9375-07-X
Tebal : xix + 176 halaman
Esai pengantar : Munir, SH

Hanya satu kata, lawan! Kalimat pendek itu lebih dikenali ketimbang Wiji Thukul. Ia telah menemukan api bagi sebuah simbol perlawanan (Munir)

Buku ini memuat 5 kumpulan puisi, yaitu Lingkungan Kita Si Mulut Besar (46 puisi), Ketika Rakyat Pergi (16 puisi), Darman dan Lain-lain (16 puisi), Puisi Pelo (29 puisi), dan Baju Loak Sobek Pundaknya (28 puisi)

Beberapa pilihan puisi Wiji Thukul dalam Ketika Rakyat Pergi

Peringatan

jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa

kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!

Solo, 1986